Sabtu, 18 Juli 2009

Perjalanan Belum Berakhir

Posted in Buletin Studia Tahun kedua by abu fikri on the April 16th, 2007

Tahun ajaran 2000/2001 akan habis dalam hitungan hari saja. Bagi kamu yang udah kelas tiga (SMP dan SMU), kayaknya lagi sibuk menghadapi pertarungan “hidup-mati� dalam Ebtanas. Ibaratnya, kalo di Seri A Liga Italia, menjelang musim kompetisi berakhir, klub-klub sibuk mempertahankan posisinya kalo nggak mau ter-degradasi ke Seri B. Malah, bila memungkinkan berusaha keras untuk mengejar jadi scudeto alias juara atau memantapkan posisi untuk berlaga musim depan di kompetisi Liga Champions atawa Piala UEFA. Lain di dunia sepakbola, lain pula di dunia pendidikan.

Bagi yang orientasinya belajar, segala bekal untuk memenangi pertandingan jelas sudah dikumpulkan sejak awal tahun. Tapi bagi yang madol sih, taktiknya adalah SKS alias Sistem Kebut Semalam, dengan alasan karena nggak punya target dalam mengejar prestasi. Wah, jangan sampe deh. Namun, walau bagaimana pun juga, mau nggak mau kamu harus siap. Dan hasilnya pun cuma dua; sukses dan gagal total. Untuk masalah ini, kita-kita yakin kamu udah paham betul.

Brur, tulisan ini sekadar renungan buat kamu. Suer, ini semacam catatan akhir tahun ajaran deh. Bukan apa-apa, kita kudu mengevaluasi juga, apakah selama setahun ini belajar kamu di sekolah udah ada kemajuan; baik dari sisi akademis maupun kepribadian kamu? Tentu yang bisa jawab orang per orang cuma kamu. Tapi, kita juga punya catatan tentang kamu semua secara global.

Hasilnya? Kita prihatin banget dengan rapor kamu yang masih banyak merahnya. Parahnya lagi, yang merah itu bukan cuma dari sisi akademis, tapi juga dari kehidupan kamu sebagai manusia. Berbagai catatan buruk tentang pelajar kayaknya udah banyak dipaparin di buletin kesayangan kita ini; mulai soal narkoba, seks bebas, kriminalitas, tawuran, sampai urusan cueknya remaja terhadap pendidikan agama. Ini harus kita akui lho, alias nggak bisa dipungkiri. Nah, melihat potret buram sebagian besar remaja Islam, tentu kita nggak boleh tinggal diam. Tapi kudu ada tindakan kongkrit alias nyata untuk menyelesaikan problem ini, Non.

Nah, dengan demikian, tentu kita nggak bisa terus nyantai dan hura-hura doang. Dengan kata lain, dalam hidup ini kita kudu punya tujuan dan target yang jelas. Jadi, setelah lulus bukan berarti beres segalanya. Seolah-olah tugas kamu dalam belajar sampai di bangku sekolahan aja. Setelah itu, bebas merdeka. Makanya, bagi temen-temen yang boleh dibilang nggak punya target dan tujuan yang jelas dan benar, sekolah itu cuma untuk modal nyari teman atau jaga gengsi doang. Nggak lebih dari itu. Titik.

Sehingga kita bisa lihat sepak terjang sebagian besar temen remaja yang begitu. Kasihan memang. Namun apa mau dikata, remaja kita kayaknya akrab banget dengan segala hal yang berbau kebebasan. Malah, bagi sebagian remaja yang lain, sekolah itu ibarat kerangkeng penjara Vietkong. Mengerikan. Akibatnya, menyandang predikat pelajar hanya sekadar jaga status aja. Sebab dalam praktiknya, mereka lebih memilih untuk “belajar� di jalan. Entah tawuran, entah jadi kembang jalanan, entah jadi bandit kelas teri, entah…, kita nggak tega menyebutkannya lagi, Brur.

Menatap masa depan
Benar, kita kudu menatap masa depan dengan cerah dan jelas lengkap dengan tujuan dan targetnya. Soalnya, kita hidup bukan sekadar tumbuh, berkembang, lalu mati. Bukan, bukan senaif itu. Bagi orang yang panjang akalnya—bukan panjang angan-angannya—pasti hidup ini adalah bagian dari sebuah perjuangan untuk meraih masa depan. Baik masa depan di dunia, maupun masa depan dari segala masa depan, yakni akhirat.

Sobat, itu sebabnya, berakhirnya tahun ajaran di sekolah kamu masing-masing bukanlah akhir dari sebuah perjalanan hidup. Yang dengan begitu, kamu merasa lega dan bebas. Sehingga seringkali diekspresikan dengan sangat berlebihan. Bahkan beragam pesta siap digelar. Coba, kamu bisa lihat sendiri, minggu-minggu kemarin aja “pesta pylox� udah menghiasi seluruh sudut kota. Temen-temen remaja yang merasa yakin lulus ujian sangat bernafsu untuk menyemprotkan “pylox� ke wajah, baju, rambut, dan segalanya. Bangga? Tentu saja, luapan emosi yang telah lama dipendam itu mencair dalam gegap gempita pesta. Bagaimana dengan NEM? Ah, cukup nilainya lima koma alhamdulillah. Atau malah banyak yang rata-rata NEM-nya angka delapan ngakak alias tiga. Kayaknya persoalan ini nggak terlalu mendapat perhatian, sebab bagi temen-temen remaja yang nggak punya idealisme nilai akademis bukan lagi sesuatu yang kudu diraih dengan keras. Waduh, kalo begini faktanya, bagaimana wajah masa depan bangsa ini? Carut-marut udah pasti. Sekarang aja udah keleleran begini, apalagi nanti saat remajanya getol dengan gaya hidup yang jauh dari nilai-nilai Islam.

Bicara soal masa depan, kita kudu memperhatikan tujuan dan target kita. Insya Allah, bila kita udah punya rancangan yang jelas, istilah kerennya blue print untuk perjalanan hidup kita, maka nggak bakalan kita gamang dalam menjalani kehidupan ini. Kita bisa mengontrol aktivitas dalam hidup kita. Bahkan kitapun punya standar alias patokan dalam menentukan benar dan salah. Nah, bagi seorang muslim, jelas standar dalam perbuatannya adalah apa yang sudah tercantum dalam sumber hukum Islam, yakni al-Quran, as-Sunnah, ijma shahabat, dan qiyas. Selain itu, nggak boleh dijadikan patokan untuk menata kehidupan kita di dunia ini.

Apa sih tujuan hidup kita? Sebelum menjawab pertanyaan ini, kamu kudu tahu dulu siapa kamu sebenarnya. Artinya, kamu kudu yakin betul dengan keberadaan kamu di dunia ini; dari mana, mau ngapain, dan akan ke mana setelah kehidupan di dunia ini. Ini wajib lho, sebab hal ini adalah akidah kita. Landasan dalam berpikir dan berbuat kita.

Bicara soal keberadaan kita, tentu kita kudu berpikir bahwa adanya kita bukan dengan satu mantra “sim sala bim� dari tukang sulap. Nggak lha yauw. Kamu, dan kita semua berasal dari Allah. Itu pasti. Sebab nggak ada yang ujug-ujug muncul di dunia. Pasti ada yang menciptakan kita. Sebagai contoh, kamu tahu pulpen kan? Ya, siapapun orangnya, pasti akan mengetahui dengan pasti bahwa keberadaan pulpen itu tidak ada dengan sendirinya. Tapi diciptakan oleh seseorang. Meski kita nggak lihat proses pembuatannya dan siapa yang membuatnya. Nah, apalagi dengan alam semesta, manusia, dan kehidupan ini—yang yang lebih kompleks—pasti ada peran pencipta yang jauh lebih hebat dari segala makhluk yang ada di dunia ini. Allah Swt. lah? yang menciptakan semuanya yang ada di langit dan di bumi. Firman Allah:

“Dan tidakkah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi itu berkuasa menciptakan kembali jasad-jasad mereka yang sudah hancur itu? Benar, Dia berkuasa. Dan Dialah Maha Pencipta lagi Maha Mengetahui.â€? (QS Y?¢s?®n [36]: 81)

Brur, kalo kita udah tahu dari mana “datangnya� kita, berarti kita udah harus tahu mau ngapain kita di dunia ini. Iya kan? Jelas dong. Itu sebabnya Allah kembali menjelaskan kepada manusia tentang tugas keberadaannya di dunia ini. Firman Allah Swt.:

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.â€? (QS adz-Dz?¢riy?¢t [51]: 56)

Ibadah kepada Allah itu bukanlah sekadar kita malaksanakan sholat, puasa, menunaikan zakat. Nggak sesederhana itu. Sebab, kita pun diperintahkan oleh Allah Swt. untuk melaksanakan semua perintah-Nya, dan itu berarti adalah bagian dari ibadah, termasuk wajib beridentitas islami.

Dengan demikian, tujuan kita yang paling akhir adalah akhirat. Firman Allah Swt.:

“Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?â€? (QS al-An’?¢m [6]: 32)

Akhirnya, kita memang kudu serius memahami tujuan dan target kita dalam kehidupan ini. Nggak boleh seorang pun, termasuk remaja, yang hidup dunia ini sekadar main-main saja. Berbahaya!

Nah, dengan demikian, jadikanlah akhir tahun ajaran ini sebagai titik tolak untuk melakukan perjalanan panjang berikutnya, mumpung dunia belum berakhir. Itu sebabnya, mulai sekarang benahi pikiran dan perasaan kamu dengan nilai-nilai Islam. Caranya? Kamu kudu merelakan waktu dan tenaga untuk belajar tentang Islam lebih mendalam.

(Buletin Studia – No.052/Tahun 2)

Tidak ada komentar: