Posted in Buletin Studia Tahun kedua by abu fikri on the April 16th, 2007
Add to Technorati Favorites
Cinta emang bikin kita tertawa dan sekaligus menangis. Cinta mampu membuat hati berbunga-bunga. Tapi juga sekaligus menciptakan hati yang �terpotong-potong’. Indah. Itu satu kata tentang cinta. Pedih, itu juga sisi lain dari cinta. Ya, cinta emang bagai pisau bermata dua. Bisa bersahabat, juga bisa jahat. Paling nggak, bila dilihat akibatnya dalam penilaian manusia. Dengan kata lain, cinta emang mampu bikin hati bahagia, tapi tak jarang cinta juga bisa menjadi sumber �penyakit’ yang bisa bikin hati kita sakit. Aduh, itulah cinta.
Cinta adalah lima huruf yang kerap bikin �pengidapnya’ mengalami gejala-gejala yang aneh bin ajaib. Biar mustahil sekalipun, demi cinta ia akan rela berkorban dan menderita. Pasrah aja demi cinta. Seperti digambarkan dalam penggalan sebuah puisi yang ditulis Sapardi Joko Damono; “aku ingin mencintaimu, dengan sederhana, dengan kata yang tak sempat disampaikan kayu kepada api, yang menjadikannya abu. Huh, ampuuun deh.
Demi cinta, seringkali remaja melakukan hal-hal yang nggak terduga. Hal yang nggak terduga itu bisa baik dan bisa buruk, lho. Yang sedang jatuh cinta nih, tiba-tiba bisa jadi penyair karbitan yang nggak kalah sama master puisi seperti Sapardi Joko Damono, misalkan. Terus tumben-tumbenan juga ngomongnya romantis (bukan rokok, makan, gratis, lho.). Makanya film-film dan novel tentang cinta laku keras bak kacang goreng. Terus, adegan-adegan dan dialog yang ada di film atau novel itu suka langsung ditiru. Makanya nggak heran bila adegan dan dialog romantis seperti dalam film Phenomenon, yang dibintangi Kyra Sedgewick dan John Travolta banyak ditiru para remaja. Ceritanya, John Travolta udah mau mati (sakit parah), umurnya diperkirakan nggak lebih dari seminggu, terus John nanya ke Kyra;â€?Will you love me for the rest of my life?â€? (yang kira-kira akan berakhir dalam waktu seminggu). Kyra ngejawab begini,â€?No …I will love you for the rest of mineâ€?. Maksudnya, ya jadi gini lho, John bertanya, meskipun dia bakal tewas dalam waktu seminggu, apakah Kyra mau mencintainya dalam sisa seminggu itu (”will you love me for the rest of my life?”), terus si Kyra bilang bahwa dia nggak akan mencintai John selama akhir hidup John, tapi dia akan mencintai John selama akhir hidupnya sendiri. Waduh, setia banget ya?
Dan, saat pdkt, kata orang adalah �adegan’ paling mendebarkan dari sebuah episode cinta. Gimana nggak, itu saat-saat bersejarah bagi pelakunya. Menanti dengan harapan dan rasa cemas, konon kabarnya adalah sebuah kenikmatan tersendiri. Yang tentu aja hanya bisa dirasakan sama yang lagi jatuh cinta. Bagi kita yang kebetulan tidak sedang kena �virus’ cinta nggak mungkin begitu. Itulah cinta, yang energinya mampu memperdaya kita. Kata pepatah, Omnia vincit Amor: et nos cedamus Amori. Dalam bahasa kita berarti, Cinta menaklukan segalanya: dan kita takluk demi cinta. Weleh weleh, sampai sebegitu heboh ya?
Jika jatuh cinta…
Setiap orang pasti pernah dan akan merasakan manis dan pahitnya cinta. Yang? kebetulan manis, jelas doi bakal? sumringah dan hatinya berbunga-bunga. Sebaliknya bila pahit dan getir, pelakunya bisa merana, dan nggak mustahil bila kemudian putus asa. Dunia terasa begitu sesak untuk dirinya. Malah bagi yang trauma, kemudian nyari teman senasib dan bikin genk, namanya ReTAC alias Remaja Tanpa Amarah dan Cinta . Huhui…!
Untuk menggambarkan bagaimana dahsyatnya cinta, sarana penggambaran lewat film, novel, mapun acara-acara bertema cinta sering dibikin heboh. Bahkan seolah-olah orang yang sedang jatuh cinta suka dibiarin bebas merdeka melakukan apa saja. Dari mulai yang ringan-ringan, sampai yang berat. Parahnya lagi, sebagian orang kemudian menanggapinya dengan dingin-dingin aja, tuh. Dengan alasan bahwa hal itu adalah wajar-wajar saja.
Brur, kata orang, cinta itu nggak bisa dipaksa dan emang nggak selalu bisa direkayasa. Cinta pun nggak kenal musim. Kapan datang dan kapan pula perginya nggak bisa kita ramal. Malah, cinta seringkali membolak-balikkan logika kita. Pokoknya, karena cinta, biar mustahil sekalipun bisa menjadi kenyataan. Bisa jadi menurut kita, si A nggak cocok berpasangan dengan si B. Nggak cocok dalam segala hal; baik tampang, keturunan, kekayaan, maupun status sosial. Tapi ternyata yang sedang kasmaran-nya malah enjoy aja tuh. Seperti kisah cinta Belle, seorang gadis desa yang berparas cantik dengan pangeran buruk rupa dalam film Beauty and The Beast. Juga kisah Aladdin dan Putri Jasmine pun seolah ingin menggambarkan bahwa cinta tak pernah mengenal status sosial. Meski awalnya Aladdin kurang pede, hingga meminta bantuan jin dari lampu wasiatnya untuk mengubah dirinya menjadi seorang pangeran. Tapi Jasmine tetap mendambakan Aladdin yang sesungguhnya.
Dalam kehidupan nyata, bila cinta sudah membara di dada siapa pun bisa salah tingkah dibuatnya. Makan nggak enak, kalo belum ketemu atau nelpon si doi. Tidur juga nggak bakalan nyenyak, karena mikirin kekasih pujaan hatinya. Yang tadinya perkasa pun–yang hatinya begitu membaja–bisa letoy juga bila kena panah asmara. Wuih, kamu pasti udah pada merasakan gimana sih rasanya bila jatuh cinta. Pokoknya, berjuta rasanya deh.
Yang sedang jatuh cinta nih, bila kebetulan di sekolah ketemu kecengannya, jantung bisa berdetak dua kali lebih kenceng. Bagi yang agresif bisa melancarkan jurus-jurus rayuan mautnya. Tapi bagi yang nyalinya masih ciut, cukup salting aja deh. Gimana nggak, dia dekat, kita malah pura-pura jual mahal. Pas begitu menjauh baru deh rindu kembali menggebu. Malah nggak jarang yang—karena dua-duanya nggak berani mengungkapkan—baru ngeh ketika sudah berjalan beberapa lama. Persis kayak di film Crouching Tiger Hidden Dragon?¬. Di situ, Chow Yun Fat dan Michele Yeoh masing-masing memendam keinginannya. Mereka baru menyadari saat salah satu dari mereka terkapar dan hampir sekarat.
Jika sedang jatuh cinta, seringkali kita menendang akal sehat ke keranjang sampah. Yang kita pake adalah perasaan semata. Kita selalu menilai baik dan buruknya dengan standar hawa nafsu kita. Misalkan, bila sedang kasmaran, tapi terus nggak kesampaian, kita suka jadi putus asa dan minder. Ujung-ujungnya racun serangga pun bisa ikut mendorong kita ke liang lahat. Contohnya kayak kasusnya Romeo dan Juliet. Itu lho, kisah cinta karya William Shakespeare. Malah sempat juga dibuat film dalam setting modern, yang dibintangi Leonardo DiCaprio dan Claire Danes. Dalam cerita itu, Romeo nekat minum racun karena mengira Juliet sudah meninggal. Wow, cinta memang bisa memperdaya dan menaklukan kita.
Cinta bukan berarti seks
Kita sering kali memahami bahwa cinta itu sama dengan seks. Bila kita jatuh cinta, berarti kita harus berhubungan seks. Itu keliru kawan. Ya, sangat keliru. Emang sih, sebagian besar orang Barat selalu mengidentikan bahwa cinta sama dengan seks. Bercinta dalam istilah mereka berarti bermain seks. Bilang “I love you�, dalam �kamus’ sebagian besar remaja Barat adalah “I wan’t your sex�. Idih serem banget, ya?
Padahal, rasa cinta itu bisa berarti luas banget. Hubungan ibu dengan anaknya, bila tidak dibalut dengan rasa cinta, nggak bakalan harmonis. Hewan aja punya rasa cinta. Buktinya, kita sering denger pepatah, bahwa “segalak-galaknya macan, nggak bakalan makan sepatu, eh, sori, maksudnya nggak bakalan makan anaknya� (he..he..he..). Hubungan kita dengan sesama kaum muslimin (silah ukhuwah), itu juga didasari dengan rasa cinta. Bahkan untuk yang satu ini Rasulullah mencela dengan sebutan belum sempurna keimanan kita, bila kita tidak mencintai saudara kita seperti kita mencintai diri kita sendiri. Tuh kan, arti cinta itu sebetulnya luas. Termasuk urusan cinta dan mencintai dengan lawan jenis di antara kita ini.
Hubungan antara laki-laki dengan wanita dalam masyarakat Islam, akan senantiasa dijaga. Jangan sampai ada peluang-peluang yang bisa menjerat keduanya dalam cinta yang diekspresikan dengan liar dan brutal. Kita nggak mau denger lagi, ada anak laki dan wanita yang kebetulan jatuh cinta, lalu kompakan melakukan perbuatan yang nggak bener menurut aturan Islam. Inget-inget ya, cinta tak berarti seks!
Itu sebabnya, kita terlarang melakukan �eksperimen’ berbahaya dalam �episode’ cinta kita. Hati-hati deh. Jangan sampe kamu berbuat asusila dengan alasan atas nama cinta. Itu berbahaya bin gawat. Udah gitu dosa lagi. Hih, amit-amit.
Sekali lagi, cinta adalah kasih sayang, sementara—maaf—ngesex adalah aktivitas biologis. Jadi nggak sama dong? Kalo pun cinta seorang suami kepada istrinya, yang kemudian ada aktivitas seks di dalamnya, itu berarti dinilai sebagai �bumbu’ yang bisa melanggengkan ikatan pernikahan yang didasari rasa cinta itu sendiri. Dan itu termasuk ibadah, lho. Beda dengan yang di luar ikatan pernikahan. Bukan ibadah namanya, tapi laknat. Jadi, semuanya itu emang butuh aturan. Nggak bisa individu bebas merdeka berbuat apa saja ketika dilanda rasa cinta. Itu sih, barbar namanya, ya? Itu sebabnya, kamu kudu mengetahui persoalan ini dalam ajaran Islam.
Emang sih, bila yang kita lihat adalah gaya hidup kaum selain Islam, maka yang bakalan kita dapatkan adalah �pelajaran’ cinta yang merusak. Cinta nggak lagi sebagai ungkapan yang suci, tapi udah berubah menjadi kotoran dan sampah.
Pemahaman yang salah tentang cinta mengakibatkan temen-temen remaja berbuat sesuka hatinya. Parahnya lagi, dalam kehidupan sistem kapitalisme seperti sekarang ini, celah-celah atau peluang yang memungkinkan terjadinya �kegiatan’ yang bikin bejat dibuka lebar-lebar. Lihat aja, film, sinetron, novel, musik, tempat hiburan malam, dan tata aturan dalam kehidupan masyarakat kita secara tidak langsung udah ngasih lampu ijo. Makna cinta yang diekspos pun adalah yang berkaitan dengan bagaimana upaya memenuhi gejolak naluri itu. Celakanya, upaya pemenuhannya nggak memperhatikan aturan dan norma agama. Akibatnya, acapkali berujung dengan hubungan seks di luar nikah. Ih, parah sekuwali tuh. Payahnya lagi, masyarakat di lingkungan kita sebagian besar nggak serius mengajarkan kepada kita bagaimana mengendalikan cinta agar tak berujung di �tangan hansip’ alias kepergok lagi “begituan� oleh petugas siskamling, misalkan. Ih, hina banget?
Emang sih, bila ngikutin pendapatnya Sigmund Freud—ilmuwan Jerman yang kesohor dengan teori psikoanalisa-nya—yang melontarkan pernyataan bahwa libido seksual itu harus disalurkan, bila nggak, bakalan menyebabkan kita sakit atau malah koit. Dan rupanya, banyak yang menerjamahkan �ocehan’ Freud ini dengan serampangan, itu sebabnya muncul pernyataan bahwa cinta identik dengan aktivitas seks. Waduh, bikin berabe tuh!
Mengendalikan cinta
Aduh, jujur saja, siapa pun yang sedang dilanda cinta, emang bahagia banget, meski tak jarang ada juga yang harus berakhir dengan duka dan kecewa. Makanya, kita kudu paham juga tentang bagaimana mengendalikan cinta.
Cinta itu adalah perwujudan dari naluri mempertahankan jenis alias gharizah an-Nau. Nah, naluri ini jelas berbeda dengan kebutuhan jasmani dalam soal pemenuhannya. Pemenuhan untuk kebutuhan jasmani jelas mutlak dipenuhi. Seperti harus makan bila lapar, harus minum bila kita haus. Bila nggak? Bisa sakit atau malah koit. Sementara naluri, pemenuhannya nggak mutlak. Jadi, kalo pun nggak terpenuhi, nggak bakalan menyebabkan rasa sakit atau berujung dengan kematian. Paling cuma gelisah aja, tuh.
Terus mengenai pengaruh rangsangannya juga berbeda. Kebutuhan jasmani dari dalam tubuh kita, sedangkan naluri dari luar tubuh kita. Makanya, naluri mempertahankan jenis ini—yang sering dimunculkan dengan adanya rasa cinta—nggak bakalan membara bila kita belum mendapat pengaruh dari luar. Contohnya, kita nggak bakalan jatuh cinta kepada lawan jenis kita, bila kita belum pernah mengetahui informasi tentang orang tersebut. Bisa lewat teman, atau malah melihat sendiri. Jadi, bila kita dilanda cinta, maka tips untuk menghindari perbuatan yang nggak diharapkan, adalah dengan menutup rapat celah-celah yang bakal menghantarkan kita kepada perbuatan maksiat tersebut. Misalnya, membatasi hubungan dengan lawan jenis.? Lalu menjauhkan diri dari bacaan, film, perbuatan, dan informasi yang berkaitan langsung dengan urusan cinta. Nah, pacaran adalah satu celah yang bakal membawa petaka dan dosa, lho. Kalo kamu masih pada sekolah, mendingan serius aja belajar dan rajin-rajinlah puasa. Supaya pikiran-pikiran kamu tentang cinta bisa dikendalikan dan diarahkan dengan baik. Jangan mengikuti hawa nafsu. Karena hawa nafsu yang rusak itu memang berasal dari setan. Firman Allah Swt.:
“Barangsiapa yang menjadikan syaitan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata. Syaitan itu memberikan janji-janji kepada mereka dan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, padahal syaitan itu tidak menjanjikan kepada mereka selain dari tipuan belaka. Mereka itu tempatnya Jahannam dan mereka tidak memperoleh tempat lari daripadanya.” (QS. an-Nis?¢ [4]: 119-121)
Jadi begitu sodara-sodara. Kita yakin bahwa kita bisa mengendalikan cinta itu. Pokoknya jangan mentang-mentang atas nama cinta, lalu kita berbuat sesuka hati kita tanpa mempedulikan aturan dari Allah Swt. dan Rasul-Nya. Itu nggak benar dan emang nggak baik. Nah, sekarang daripada kamu dibikin pusing tujuh keliling dengan urusan cinta, mendingan belajar yang rajin, terus mendalami Islam dengan benar dan baik. Jadi, stop kebiasaan maksiat yang mengatas-namakan cinta!
(Buletin Studia – No.041/Tahun 2)
Sabtu, 18 Juli 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar