Posted in Buletin Studia Tahun I by abu fikri on the April 12th, 2007
Hari Jumat, 11 Februari 2000 lalu masyarakat Jakarta kembali geger. Bukan karena ada kerusuhan, atau karena ada demo. Mau tahu itu kejadian apa? Menurut pemberitaan di berbagai media massa, dr. Agung Waluyo mengaku selama sebelas bulan praktek, dirinya telah mengaborsi sekitar 200 janin bayi. Beliau “bernyanyi” setelah polisi menggerebek tempat prakteknya di Jalan Musik Raya Blok B No. 30A, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Bayangkan, 200 janin per sebelas bulan. Berarti rata-rata perbulan sekitar 18 bayi dirampas hak hidupnya. Itu baru satu kasus, belum lagi kasus yang lainnya. Dan, perlu diingat, itu yang tercatat. Yang tidak tercatat? Bisa lebih gede lagi jumlahnya.
Azrul Azwar, ketua Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), seperti apa yang ditulisnya dalam kolom di Majalah Sabili mengungkapkan bahwa di Indonesia, dengan angka kehamilan sekitar 5 juta per tahun, diperkirakan sekitar 500.000 sampai 700.000 terjadi pengguguran kandungan alamiah setiap tahunnya.
Nah, bagaimana dengan aborsi buatan? Pak Azrul kembali memberikan data yang membuat kita nggak habis pikir. Menurutnya, WHO memperkirakan sekitar 4,2 juta pengguguran kandungan buatan dilakukan setiap tahun di Asia Tenggara. Perinciannya 1,3 juta di Vietnam dan Singapura, antara 750.000 sampai 1,5 juta di Indonesia, antara 155.000 sampai 750.000 di Filipina, serta antara 300.000 sampai 900.000 di Thailand, demikian tulisnya dalam kolom di Majalah Sabili No. 19, Maret 2000.
Lalu? Menteri Pemberdayaan Perempuan /Kepala BKKBN, Khofifah Indar Parawansa mengutip data Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia menyatakan, dalam dua tahun terakhir diperkirakan jumlah wanita yang melakukan aborsi sebanyak dua juta orang, di antaranya 750.000 remaja belum menikah. Ih, ngeri ya? (Sabili, No. 19 Maret 2000).
Ini jelas masalah besar. Apalagi hampir setengahnya dari jumlah kasus aborsi karena kehamilan tak dikehendaki, akibat kebablasan gaul yang dilakukan oleh para remaja. Lalu siapa yang bisa ditunjuk hidung penyebab kasus aborsi ini? Remaja? Orang tua? Atau Penguasa? Mari kita kuliti satu persatu penyebabnya.
Akibat Buah Terlarang
Sori, bukan untuk ngadain tandingan judul film jaman dulu. Tapi kenyataan memang demikian. So, remaja yang nekat menggugurkan kandungan itu karena doi nggak siap menerima hujatan ortu atau masyarakat sekitar akibat ‘permainan’ terlarangnya. Kecil-kecil sudah berani gaul kelewat batas. Memang sih, saat lagi hot-hot-nya nggak sadar. Malah kerjasama ilegal antara ABG putri dengan ABG cowok bisa berulang kali dilakukan. Tapi begitu sang “istri” telat datang bulan, giliran sang “suami” kelabakan bagai kabakaran jenggot. Tak jarang “suami” biadab ini memprovokasi “istrinya” untuk mengaborsi janin yang bersemayam di rahimnya. Atau ide bejat itu tak sedikit yang muncul dari sang “ibu” yang kejam bin sadis itu. Klop. Keduanya memang cuma pengen enak, tapi nggak mau anak.
Mau bukti? Jangan salah, ini kejadian beneran, bukan dalam film atau dalam novel. Peristiwanya sih memang lama, tapi cukup sebagai contoh kebiadaban suami-istri ilegal ini. Republika menurunkan beritanya, bahwa sepasang remaja di Pakanbaru pada tanggal 28 September 1994 melakukan aborsi. Biadabnya, sang “suami’ menolong melakukan aborsi “istrinya” dengan menekan perut “istrinya” itu hingga sang bayi keluar, dan tanpa memperhatikan keadaan, mereka membuang darah dagingnya sendiri ke Sungai Batang, Indragiri Hilir. Sadis! Padahal segalak-galaknya harimau saja, tidak mau memakan sepatu, eh, sori, maksudnya memakan anaknya sendiri!
Melihat kejadiannya, kasus ini memang muncul gara-gara kendornya iman para ABG, ditambah dengan longgarnya tata nilai yang mengikat masyarakat. Plus, hukum yang diberlakukan penguasa bagai macan ompong pemakan sayur. Walhasil, kita sekarang sedang menunggu keruntuhan sebuah peradaban. Mengerikan, Brur!
Memang, sudah menjadi pemandangan umum, bahwa gaul bebas ala Dawson’s Creek telah menjadi trend remaja macam kamu. Suer, kita bukan memojokan kamu, tapi kenyataannya memang demikian. Sebagian remaja memang doyan gaul bebas. Nggak percaya? Coba tengok ABG di kelas kamu misalkan. Jumlah yang pacaran lebih banyak ketimbang teman kamu yang berusaha untuk tidak mengukir dosa lewat gaul bebas itu. Iya, kan? Percaya saja deh. Atau, sori, jangan-jangan kamu termasuk yang masih doyan gaul bebas sama lawan jenis kamu? Hati-hati ya! Bisa berabe!
Brur, cinta itu bukan untuk dibiarkan liar tanpa kendali. Kamu jangan terpengaruh dengan teori Sigmund Freud ketika menyoal pemenuhan naluri seksual. Soalnya, menurut pakar psikoanalisa yang punya darah Yahudi ini, bahwa libido seksual itu harus disalurkan. Bila tidak? Sakit atau koit katanya asal-asalan.
Freud lupa (atau memang nggak tahu?), bahwa naluri itu rangsangannya dari luar. Bukan dari dalam seperti halnya kebutuhan jasmani. Buktinya? Nggak ada manusia yang sakit atau koit gara-gara nalurinya tak tersalurkan dengan baik. Paling-paling cuma gelisah, itupun nggak bakal berlangsung lama. Itu saja, nggak ada efek lain. Coba kalau perut kita udah “meronta-ronta”, tapi kita membiarkan dua hari saja nggak mengisinya dengan makanan, dijamin bakal sakit atau malah koit.?آ Jadi, jangan sampe deh, kamu menjerumuskan diri ke dalam mahligai dosa.
?آ
Sebuah Kebingungan
Dalam keterpurukan dunia remaja sat ini, anehnya banyak orang tua yang cuek bebek saja terhadap perkembangan anak-anaknya. Hueran! Seolah-olah ortu mereka lepas tangan begitu saja. Yang seperti ini adalah tipe ortu yang kagak bertanggungjawab. “Yang saya tak habis pikir, banyak orang tua justru membiarkan kelakuan anak gadisnya yang tidak baik, misalnya duduk di luar rumah sampai larut malam; ngobrol dengan lawan jenis seenaknya, dan berpakaian setengah telanjang,” komentar Dra. Monti ST. Winata, psikolog dan petugas Bimbingan Penyuluhan di SMP dan SMU. Karena itulah lantas psikolog ini mewanti-wanti orang tua untuk tidak membiarkan anak-anaknya keluar malam hari. “Apapun alasannya, izin keluar rumah pada malam hari tentunya tidak bisa diberikan begitu saja,” katanya seperti yang dikutip Majalah Remaja Islam PERMATA edisi 23/November 1997. Nah lho!
Ah, bingung memang. Kayaknya orang tua jaman sekarang bikin bingung anak-anaknya. Melihat fakta yang diungkap psikolog tadi, rasanya memang para ortu sudah bingung menghadapi anak-anaknya. Ada yang cuek banget. Eh, sekali ada yang mau berbaik hati memperhatikan anaknya malah bisa stres juga. Soalnya, nggak semua anak bisa dengan mudah diatur. Malah Brur, sekarang ini banyak anak yang berani musuhan sama ortunya. Parah!
Memang sih, bila kita lihat kondisi remaja bisa bebas gaul seperti itu karena suasana kehidupan saat ini memang menjadi media yang cocok untuk tumbuh dan berkembangnya budaya tersebut. Malah, saat ini orang tua ada juga yang salah memberikan perhatian dan kasih sayang kepada anak-anaknya.
Sebagai wujud sebuah kebingungan, kini tak sedikit orang tua dengan alasan sibuk karena termasuk tipe jarum super alias jarang di rumah suka pergi; lebih senang menitipkan anaknya di babby sitter. Udah gedean dikit disekolahin di sekolah yang mahal tapi miskin nilai-nilai agama. Ditambah lagi dengan kursus-kursus di sekolah kepribadian. Lebih celaka lagi, orang tua sekarang banyak yang bangga bila anaknya jadi artis cilik, yang tentu saja semakin memperparah kondisi masyarakat yang memang sudah amburadul bin kusut ini. Walhasil, saat ini, tak sedikit ortu yang mendidik anaknya supaya jadi sampah. Edan, memang!
Padahal, berawal dari keluarga lah pendidikan buat anak-anak itu. Wajar, bila sekarang banyak remaja amburadul karena memang ortunya, masyarakatnya dan negara nggak perhatian sama mereka. Kasihan!
Gali Lobang Tutup Lobang
Sori, ini juga bukan untuk menantang Bang Rhoma Irama dalam mencipta lagu dangdut. Maklum bintang iklan Boska ini pernah meluncurkan lagu gali lobang tutup lobang. Ini hanya analogi alias perumpamaan untuk mencegah penyebarluasan kasus aborsi ini. Jadi, kita jangan terjebak dalam pola penyelesaian masalah yang muter saja nggak karu-karuan. Tentu saja niat baik kita agar ‘harimau’ tak memakan anaknya. Ngerti kan?
Kalau melihat cara penyelesaian yang dilakukan banyak orang termasuk pemerintah untuk kasus aborsi saja, terkesan gali lobang tutup lobang. Maksudnya, kita menutup satu lobang, tapi sambil menggali lobang yang lain. Ya nggak kelar-kelar dong kasusnya. Bagai lingkaran setan. Muter di situ-situ saja dan bisa dikatakan jalan di tempat.
Buktinya? Pemerintah dan juga para pakar kebanyakan cuma berusaha menyele-saikan akibat sekundernya, bukan primer. Ibarat kalo ada atap rumah yang bocor, maka hanya diselesaikan masalah cabangnya, yaitu menaruh ember di tempat yang bocor ketika hujan turun, atau ngepel lantai yang becek. Sementara bagian atap yang bocor dibiarkan saja. Padahal, bila cara penyelesaiannya dengan mengganti gentengnya langsung, maka semuanya akan beres. Iya nggak, Brur?
Bila kasus aborsi tak ingin terus meroket angkanya, tentu harus ada penyelesaian total untuk kasus itu. Jangan sampai kejadiannya begini; satu pihak gembar-gembor kampanye anti aborsi, tapi di pihak lain, rame-rame memanjakan dan menjerat remaja dalam kehidupan yang penuh kebebasan. Tentu cita-cita menurunkan atau mengerem meningkatnya kasus aborsi hanya akan menjadi harapan yang hampa. Bener Brur! Nggak bohong, suer!
Acara televisi begitu berjibun dengan tayangan yang bikin ‘gerah’, Video klip lagu dangdut saja, saat ini makin berani pamer aurat dan adegan-adegan yang bikin dek-dekan jantung para lelaki. Belum lagi tayangan film yang bikin otak remaja teracuni dengan pesan sesatnya. Ditambah lagi, maraknya tabloid dan majalah yang memajang gambar sekwilda, alias sekitar wilayah dada; dan gambar bupati, alias buka paha tinggi-tinggi. Konyolnya, pendidikan agama di sekolah-sekolah ternyata tidak menggugah kesadaran remaja untuk kritis dan inovatif. Alih-alih remaja bisa mengamalkan pelajaran yang didapat, tokh cuma mengendap pada saat jam pelajaran itu berlangsung. Selebihnya? Menguap dibakar tayangan televisi dan?آ suasana kehidupan yang permisif alias bebas nilai.
Cara Islam Melindungi Bayi
Kamu suka ngegodain anak bayi kan? Duh, lucunya bila dia tertawa. Suara tertawanya yang tertahan dan terputus-putus itu yang salah satunya bikin kita geregetan sama adik bayi. Iya, kan? Bentuk kakinya yang mungil dan menendang-nendang dengan kuat, Jari-jemari tangannya yang kuat menggenggam telunjuk kita. Wuih, senangnya mainin anak bayi. Maka, adalah sangat kejam bin biadab bila ada ortu yang tega membunuh anaknya sendiri. Sejak masih dalam kandungan lagi. Ah, harimau saja tidak seperti itu!
Firman Allah SWT: “Janganlah kalian bunuh anak kalian karena takut kelaparan. Kamilah yang memberikan rizki pada kalian dan mereka.” (QS. Al An’aam: 151)
Menurut Dr. Abdurrahman Al Baghdadi, meskipun sebab dalam ayat tersebut adalah “takut miskin” dan tidak mampu memberi nafkah, tetapi lafadznya bersifat umum, mencakup setiap jenis pembunuhan. Sama saja, apakah pembunuhan itu dilakukan terhadap bayi yang telah lahir maupun yang masih dalam kandungan; sama juga halnya apakah karena takut miskin ataukah takut terbuka aibnya (Emansipasi; Adakah Dalam Islam, hal. 124).
Nah, untuk melindungi nyawa manusiaأ¢â‚¬â€termasuk janin, Islam telah memberikan aturan yang tegas. Pokoknya, bagi siapa saja yang nekat menghilangkan nyawa orang lain dengan cara membunuhnya, bakal diganjar hukuman qishas. Atau jika keluarga korban memaafkan pelaku, maka yang bersangkutan dikenakan diyat atau denda. Yakni sebesar 100 ekor unta betina yang 40 di antaranya sedang bunting. Bayangkan, bila harga satu ekor unta 5 juta perak, berarti ia harus merogoh koceknya kira-kira 500 juta rupiah. Firman Allah Ta’ala: “Telah diwajibkan atas kalian qishas dalam (kasus) pembunuhan.” (QS. Al Baqarah: 178).
Sedangkan untuk kasus pembunuhan janin, yakni aborsi, Abu Hurairah ra. meriwayatkan: “Rasulullah saw. memutuskan (hukuman) dalam perkara janin milik seseorang wanita dari bani Lihyan yang mati (janinnya) dengan membebaskan seorang budak laki-laki atau wanita.”
Persoalannya, bagaimana kalo nggak ada budak wanita dan laki-laki? Ibnu Abi ‘Asim meriwayatkan satu hadits bahwa Rasulullah saw. memerintahkan pengganti hamba sahaya (pria/wanita) dengan 10 ekor unta atau sama dengan 1/10 diyat orang sempurna.
Adapun untuk kasus pembunuhan anak kandung oleh bapak atau ibunya atau cucu oleh kakek, Syekh ‘Abdurrahman Al Malikiy dalam kitab Nidzamul ‘Uqubat menyatakan tidak dijatuhi qishas. Hukuman untuk kejahatan tersebut adalah berupa ta’zir. Yakni hukuman yang jenisnya diserahkan kepada kebijakan seorang qadhi alias hakim. Bisa dipenjarakan, atau malah dijatuhi hukuman mati. Hal ini berdasarkan satu hadits msyhur dari Sayyidina ‘Umar bin Khaththab?آ dan Ibnu ‘Abbas ra. bahwa Rasulullah saw bersabda: “Tidak dibunuh (qishas) seorang ayah karena membunuh anaknya.”
Ini menyangkut hukuman para pembunuh bayi. Nah, kata pepatah, ada asap pasti ada api. Jadi, bayi-bayi yang diaborsi itu kan efek samping yang ke sekian dari hasil perzinahan. Jujur saja, ABG putri dan ABG cowok yang terlibat baku syahwat dan membunuh bayinya itu mereka melakukannya di luar ikatan pernikahan. Jadi, ya, berzina namanya.
Itu dosa besar, kawan! Dan tentu sanksinya juga berat. Allah SWT berfirman: “Pezina wanita dan pezina laki-laki, jilidlah keduanya 100 jilidan.” (QS: An Nuur: 2).
Hukuman ini berlaku untuk pelaku yang belum menikah (ghairu mukhsan), adapun bagi mereka yang mukhsan alias sudah atau pernah menikah maka dirajam sampai mati seperti pada kasus Al Ghamidiyah dan Maidz Al Islamiy. sabda Rasulullah saw: “Tidak halal darah seorang muslim kecuali atas tiga hal: pezina mukhsan lalu dia dirajamأ¢â‚¬آ¦.” (HR. Abu Daud dan Nasa’I).
Hayo, hati-hati lho. Bila melihat dalilnya, para pelaku aborsi bisa terjerat dua tindakan kejahatan; Pertama perzinaan, yang hukumannya dijilid (dicambuk) sebanyak 100 jilidan. Kedua, pembunuhan atau pembuangan bayi (kandung) yang hukumannya termasuk ta’zir.
Ah, ironi memang. di satu sisi, banyak orang mendambakan anak sebagai tumpuan harapan masa depannya. Tapi di sisi lain, begitu banyak orang yang membuang percuma atau membunuh anak-anaknya. Suer, nggak habis pikir. Ternyata masih ada juga orang yang tak menghargai apa yang dimilikinya, sementara orang lain begitu ingin memilikinya.
(Buletin Studia - Edisi 9/Tahun 1)
Rabu, 15 Juli 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar