Rabu, 15 Juli 2009

Ketika Musik Mengusung Gaya Hidup

Posted in Buletin Studia Tahun I by abu fikri on the April 12th, 2007

Mendengarkan musik, sebagai alternatif hiburan memang menyenangkan. Apalagi bila tak keluar uang sepeser pun seperti ketika mendengarkan di radio atau memelototi si أ¢â‚¬?kotak ajaibأ¢â‚¬â„¢ televisi. Mengasyikan sekaligus sebagai obat penghilang mumet. Tapi perlu diingat pula, bahwa di balik nikmatnya musik, ternyata menyimpan ancaman yang bisa membahayakan kamu. Nggak percaya? Terusin aja baca tulisan ini.

Mendengarkan musik, ternyata berlaku pula dalam kamus remaja macam kamu. Bahkan dengan beragam warna musik. Dari mulai yang bisa bergoyang-goyang seperti musik dangdut sampai yang untuk head banging macam musik-musik heavy metal. Tentu saja, di sini musik tidak hanya sebagai alternatif hiburan penghilang mumet, tapi sekaligus pengusung gaya hidup. Tidak menutup mata, bahwa remaja ada yang mengkonsumsi musik bukan hanya sebagai hiburan an sich, tetapi bagaimana ia berusaha melibatkan emosinya bersama musik. Musik telah menjadi bagian dari hidupnya. Bahkan tak heran bila kemudian punya jadwal tersendiri dalam kehidupan sehari-harinya. Maka tak mustahil kalau akhirnya banyak remaja seusia kamu yang histeris tatkala penyanyi atau grup musik idolanya manggung. Malah sampai ada acara pingsan segala.

Dulu jaman kakak-kakak kamu masih SMA, ketika gerombolan Lars Ulrich bersama Metallica-nya أ¢â‚¬?membakarأ¢â‚¬â„¢ stadion Lebak Bulus Jakarta, banyak pula teman-teman remaja yang tersihir oleh lengkingan lead guitar-nya Kirk Hammett dan gebukan drum Lars Ulrich yang menghentak ketika mengiringi lagu أ¢â‚¬آ¦And Justice for All, misalnya. Mudah ditebak, teman-teman remaja kemudian melibatkan emosinya bersama grup musik tersebut. Jejingkrakan, head banging, teriak-teriak meluapkan emosinya bersama hingar-bingarnya musik, lalu tenggelam dalam keributan.

Hal serupa pernah pula membuat Bon Jovi kegeeran saat manggung di Ancol. Seperti biasa, para penonton histeris dan larut dalam alunan musik pop rock-nya. Bahkan ada catatan tersendiri bagi para ABG putri, selain mereka rela mengeluarkan uang puluhan ribu, juga larut dalam histeria. Mereka teriak dan tak sedikit yang akhirnya pingsan. Gimana nggak, personel Bon Jovi ganteng-ganteng sih. Tapi hati-hati, biarin tampangnya roman, tapi hatinya preman. Dan, ketika lagu Itأ¢â‚¬â„¢s Only Words didendangkan Ronan Keating dan kawan-kawannya yang tergabung dalam Boyzone, kembali anak muda Jakarta yang mengikuti konser mereka tersihir dan tenggelam dalam histeria.

Bila begitu, musik ternyata bukan sekadar hiburan belaka, tapi sekaligus membawa pesan ideologi. Benar nggak, Brur?

Musik memang enak untuk didengar oleh siapa saja. Karena konon kabarnya musik adalah bahasa yang paling universal dan mampu beradaptasi dengan telinga orang dari belahan dunia mana saja, seperti halnya tertawa yang sama sekali tak memiliki logat daerah tertentu. Universal memang. Namun, apakah karena alasan universal, lalu musik menjadi bebas? Atau, apakah karena musik dapat menciptakan suasana menyenangkan, lalu sah-sah saja membuat musik apa saja? Dan Boyzone, Bon Jovi, Metallica, Backstreet Boys, The Moffatts adalah sebagian dari gerombolan أ¢â‚¬?tukang sihirأ¢â‚¬â„¢ yang mampu mentransfer musik dan gaya hidup mereka kepada remaja.

Kalau ada orang yang mengatakan bahwa selama hidupnya ia tak bisa lepas dari musik, mungkin terlalu berlebihan, atau mungkin juga adalah hal lumrah. Yang menganggap musik sebagai أ¢â‚¬?teman hidupأ¢â‚¬â„¢, bisa jadi ia tak bisa lepas dari musik. Musik senantiasa menjadi inspirasi dalam hidupnya. Ia menjadi begitu menggantungkan hidupnya kepada musik. Dan musik bagi dirinya telah menjadi candu.

Bila musik sudah menjadi candu, harus disikapi dengan bijaksana. Selama musik yang didengarnya tidak sampai memoles kejiwaannya dengan tidak memberikan warna yang identik dengan gaya hidup tertentu, itu tak jadi soal. Yang menjadi masalah besar adalah, ketika musik yang didengarnya adalah jenis musik yang amburadul dan menyihirnya untuk mengikuti gaya hidup para pemusik pujaannya. Jadi, mendengarkan boleh, asal tetap mengikuti aturan main dalam Islam.

Musik Juga Nggak Bebas Nilai
Siapa bilang kalo musik nggak ada hubungannya dengan gaya hidup, sehingga kita terlanjur menganggapnya أ¢â‚¬?makhlukأ¢â‚¬â„¢ polos yang tidak akan berpengaruh banyak dalam kehidupan kita. Dan tidak semua jenis musik dijamin bakal menyelamatkan kamu. Kamu nggak nyangka kalo أ¢â‚¬?ideologiأ¢â‚¬â„¢ anarchy yang dianut salah satu aliran gaya punk yang terkenal melalui sosok Johnny Rotten dari Sex Pistol bakal jadi gaya hidup kawula muda macam kamu. Kalo kamu mau lihat gaya hidup anak muda sekarang, wuih kita nggak habis pikir kalo ternyata budaya fungky itu sudah menjadi gaya hidupnya. Rambut dipylox, celana belel, sering beler. Pokoknya amburadul!

Kamu juga bisa lihat أ¢â‚¬?ideologiأ¢â‚¬â„¢ kaum gay melalui kelompok aliran gaya busana Glam dengan irama glam rock melalui sosok David Bowie dan Gary Gliter.?آ Atau gaya rastafarian melalui tokoh Bob Marley dengan irama reggae yang sekaligus mempopulerkan gaya rambut dreadlock (gimbal). Malah tak sedikit yang kemudian ikut-ikutan dengan?آ gaya B-boy dan Flygirls serta Gangsta melalui irama musik Rap (Muda, no. 10/12 Juni 1999). Ya, mereka itu mampu menciptakan gaya hidup tersendiri bagi para pemujanya. Sekali lagi, ternyata musik memang bukan sekadar hiburan. Dan tentu saja, tidak bebas nilai.

Nah, kamu jadi tahu sekarang, bahwa musik tak selamanya sebagai kawan. Suatu saat mereka pun bisa menjadi lawan dan bahkan mampu membunuh kepribadian kamu. Kenapa ini jadi masalah?

Karena kita muslim. Lho memangnya kenapa? Rasulullah saw. mengajarkan kepada umatnya agar selalu menjadikan aturan-aturan Islam sebagai acuan hidupnya. Maka, kita nggak boleh melakukan apa saja tanpa merujuk kepada ajaran Islam. Nggak boleh bebas nilai. Umar bin Khaththab r.a. mengatakan bahwa Al-أ¢â‚¬?Ilmu qoblal أ¢â‚¬?amal (ilmu itu sebelum amal). Dengan demikian kita harus tahu terlebih dahulu apakah perbuatan yang akan dilakoni ini memiliki nilai terpuji atau tercela. Dan apakah perbuatan tersebut boleh dilakukan atau malah wajib ditinggalkan. Melakukan atau menghindari suatu perbuatan tentu harus berdasarkan dalil yang jelas, yakni dari Al Quran maupun hadits. Firman Allah SWT: أ¢â‚¬إ“..Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu?آ maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.أ¢â‚¬? (QS. Al Hasyr: 7)

Dan musik, sebagai sarana hiburan tak bebas nilai. Ia harus mengikuti aturan main yang dibuat Islam. Sehingga tak akan muncul jenis musik yang bikin sangar, jenis musik yang merusak aqidah dan jenis musik lainnya yang bisa bikin hati dan otak kita dipenuhi dengan pikiran-pikiran nakal dan porno.

Bagi kamu yang kenal grup musik The Beatles, pasti mengenal sosok John Lenon. Ingat ya John Lenon, bukan Otong Lenon! Nah, John Lenon pernah berkoar lewat lagu Imagineأ¢â‚¬â€‌yang juga menjadi soundtrack film The Killing Fieldأ¢â‚¬â€‌tentu sebelum tewas diأ¢â‚¬â„¢dorأ¢â‚¬â„¢ penggemarnya sendiri. Doi bilang begini,أ¢â‚¬?No heaven, no hell, and no religion too..أ¢â‚¬? atau dalam lagu lainnya, أ¢â‚¬إ“I donأ¢â‚¬â„¢t believe in Superman, I donأ¢â‚¬â„¢t believe in The Beatles, and I donأ¢â‚¬â„¢t believe in God, I just believe in John and Yoko.أ¢â‚¬? Wah, gawat Brur!

Tak bisa disangkal pula, bahwa musik yang diiringi dengan lirik lagu porno bakal bikin pendengarnya gelisah. Kelompok musik Slank, dalam album pertamanya Suit Hey Hey ada lagu Cinta Ala Amerika yang syairnya kayak begini, أ¢â‚¬إ“Aku peluk, kamu peluk, aku cium, kamu ciumأ¢â‚¬آ¦أ¢â‚¬? Itu sudah ngajarin untuk bebas bergaul dengan lawan jenis. Bahaya, Non!

Itu baru grup domestik, kalo nyimak grup mancanegara, weleh-weleh, bisa bikin repot. Dulu jaman kakak-kakak kamu SMP, ada grup yang punya nama 2 Live Crew yang ngetop berat dengan lagu We Want Some Pussy, padahal isi liriknya jijay banget. Atau George Michael yang ngehit dengan lagu I Want Your Sex, sampai kelompok accapela beken yang punya lagu I Wanna Sex You Up. Soal liriknya, sori berat nggak bisa dibeberin di sini. Bisa bikin أ¢â‚¬?piktorأ¢â‚¬â„¢ otak kamu.

Seperti nggak mau kalah, Kurt Cobain bersama gerombolannya di Nirvana pernah membuat lirik lagu dengan judul Rape Me (Perkosalah Aku). Wah, dari judulnya saja sudah bikin أ¢â‚¬?ngeriأ¢â‚¬â„¢ dan tentu saja porno.
Baik, kalau memang tak bebas nilai, kenapa sekarang justru banyak yang seperti itu?

Perlu Kontrol
Tentu saja, untuk mengerem laju jenis musik dan lirik lagu yang bakal bikin gerah dan merusak aqidah diperlukan pengontrolan yang ketat dan tegas. Kalo sekarang?آ menjamur, tentu saja bukan berarti bahwa jenis musik yang amburadul itu menjadi sah-sah saja bahkan dijadikan the way of life. Dalam teori komunikasi massa, ada istilah efek penanaman, yakni informasi yang disampaikan terus menerus akan menjadi sesuatu yang dianggap wajar memang begitu adanya. Terus ditanamkan, ditumbuh-kembangkan tanpa memperhatikan nilai-nilai kehidupan yang mengatur individu dan masyarakat dalam sebuah peradaban. Meski informasi itu salah, tetapi karena ia disampaikan dengan gencar dan berulang-ulang, maka masya-rakat akan menganggapnya benar dan sah.

Saat ini nyaris tak ada kontrol yang berarti dari masyarakat dan negara. Maka tatkala ada individu masyarakat yang nyeleneh mereka tak menghiraukan sedikitpun. Tentu saja ini adalah awal dari kehancuran sebuah masyarakat. Kondisi saat ini memang rusak, tak ada kontrol dari masyarakat, longgar sanksi yang diberikan negara, ditambah lagi dengan ketakwaan individunya yang kembang-kempis atau kadarkum alias kadang sadar kadang kumatأ¢â‚¬â€‌kalo nggak mau dikatakan nol!

Yang dibutuhkan saat ini adalah menanamkan nilai-nilai Islam yang tangguh kepada individu (khususnya remaja), kemudian penyamaan pemikiran dan perasaan di tengah-tengah masyarakat sebagai perangkat untuk melakukan kontrol. Karena terus terang saja, tanpa berangkat dari pemikiran dan perasaan yang sama tentang suatu perbuatan akan sulit melakukan pengontrolan dan pemberian sanksi yang tegas. Masyarakat harus sama-sama menilai tercela terhadap perbuatan maksiat dan harus sama-sama menjatuhkan vonis amburadul terhadap gaya hidup yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Dan akan lebih afdhol, bila kemudian negara memberikan sanksi yang tegas, misalnya membreidel albumnya atau mencekal dan memperkarakan pemusik dan pencipta lagunya seperti yang pernah dialami lagu Takdir-nya Desy Ratnasari. Bila demikian, rasanya bakal tak muncul para pemusik yang berekspresi macam-macam. Nggak akan muncul jenis musik yang bikin Alice Cooper punya acara memakan kelelawar segala dalam menikmati jenis musik rock-nya. Dan tentu saja gerombolan yang dipimpin Ronan Keating yang tergabung dalam Boyzone kagak bakalan berani menyihir remaja dengan lirik-lirik lagunya yang, gimanaaaaأ¢â‚¬آ¦gitu.

Jadi, musik boleh-boleh saja didengarkan, asal kamu kudu selektif. Nggak boleh asal telan saja. Harus bijaksana. Kata orang bijak, kalau itu manis, jangan segera ditelan. Dan bila pahit, jangan cepat dimuntahkan. Dan pastikan selalu, bahwa Islam akan membawa kebahagiaan.

Harus Diredam
Betul, kalo dikatakan bahwa musik tak selamanya bisa merusak. Ada yang baiknya, dan itu boleh-boleh saja. Setuju, kok. Tapi masalahnya justru sekarang banyak yang merusak kehidupan. Coba aja, lebih banyak mana, antara yang mendengarkan album Cinta Rasul-nya Haddad Alwi dengan lagu-lagunya Jordan Knight?

Yang merusak yang harus kita hindari dan kalo sanggup kita ubah. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari dari Abu Malik Al Asyأ¢â‚¬â„¢ari: أ¢â‚¬إ“Sesungguhnya akan terdapat di kalangan umatku golongan yang menghalalkan zina, sutra, arak dan permainan (musik). Kemudian segolongan (dari kaum muslimin) akan pergi ke tebing bukit yang tinggi. Lalu para penggembala dengan ternak kambingnya mengunjungi golongan tersebut. Lalu mereka didatangi seorang fakir untuk meminta sesuatu. Ketika itu mereka kemudian berkata, أ¢â‚¬?datanglah kepada kami esok hari.أ¢â‚¬? Pada malam hari Allah membinasakan mereka dan meng-hempaskan bukit itu ke atas mereka. Sisa mereka yang tidak binasa pada malam tersebut ditukar rupanya menjadi monyet dan babi hingga hari kiamat.أ¢â‚¬?

Nah, golongan yang diazab oleh Allah taأ¢â‚¬â„¢ala adalah mereka yang menghalalkan perzinaan, minuman keras (khamr), sutera (untuk pria) dan memainkan alat-alat musik di luar aturan Islam. Misalkan memainkan lagu syair porno, pemujaan setan, menggugat Tuhan, termasuk lagu-lagu cinta, lho. Bisa juga acaranya dilakukan dengan campur baur pria dan wanita (kayak konser Boyzone, misalnkan).

Tentu, segala sesuatu dan sarana yang bisa menciptakan peluang untuk terjerumus ke jurang yang membahayakan kehidupan dan kepribadian kita, maka harus kita cegah dan hanguskan.

Makanya, jenis lagu-lagu yang rusak, memang pada kondisi saat ini sulit dibendung, bukan saja karena peredaran CD maupun pita kaset yang deras, atau makin maraknya tayangan televisi saja, tapi memang kebijakan penguasa yang bersangkutan dengan masalah itu sulit kita أ¢â‚¬?tembusأ¢â‚¬â„¢. Karena terus terang saja, hanya pemerintah lah yang bisa meredam itu semua. Cuma masalahnya, mau nggak pemerintah melakukannya? Itu yang jadi masalah sebenarnya. Sebab, selain menyetop peredaran musik-musik أ¢â‚¬?kacanganأ¢â‚¬â„¢ model begitu, pemerintah juga berkewajiban memberikan batasan-batasan nilai kepada para seniman dan kaum muslimin dalam berkreasi. Tentu dengan nilai-nilai Islam.

Kalau ditanya kenapa para musisi gemar bikin lagu-lagu dengan lirik-lirik kotor dan horor jawabannya karena memang sekarang ini masyarakat hidup dalam kebebasan nilai. Adapun sebagai langkah antisipasi dan pencegahan saat ini, paling jauh kita cuma bisa selektif dalam memilih-milih lagu. Itu tok, selain ikut berdakwah untuk menanamkan nilai-nilai Islam di masyarakat.

Dalam pemerintahan Islam (Khilafah Islamiyah), penguasa akan menertibkan segala sarana yang bisa merusak akidah Islam, yang akan menghancurkan tatanan sosial Islam, dan segala macam bentuk pengrusakan kepribadian kaum?آ muslimin, maka hal tersebut tanpa ampun akan digasak. Makanya nanti jangan heran kalo hidup dalam naungan Islam terasa sejuk serta damai. Betul itu!
Gimana?

(Buletin Studia - Edisi 08/Tahun 1)

Tidak ada komentar: