Posted in Buletin Studia Tahun I by abu fikri on the April 13th, 2007
Apa pula ini? Sori, kawan, kita pake bahasa yang rada keren. Bukan sok modern, tapi biar telinga kamu juga lebih akrab dengan istilah yang bakal kita kupas habis ini. Kejadian ini adalah satu dari sekian banyak masalah yang berkembang di remaja. Budaya kaum Nabi Luth ini sekarang lagi dapat angin untuk berkembang menjadi sebuah trend. Memang, di negerinya Ibu Pertiwi ini nggak terlalu ngepop, meski diakui beberapa kader gay dan lesbi mulai banyak tingkah. Kamu perlu tahu, budaya ini adalah budaya sesat, dan jelas bertentangan dengan ajaran Islam.
Adalah film Boys Don’t Cry garapan sutradara Kimberly Pierce yang mencoba memberikan gambaran bagaimana sebuah petualangan seorang gadis yang mengalami transeksual. Celakanya, film yang dibintangi oleh Hilary Swank yang berperan sebagai Brandon Teenaأ¢â‚¬â€seorang remaja flamboyan yang terperangkap krisis kepribadianأ¢â‚¬â€malah memberikan justifikasi terhadap para pengidap penyakit itu. Film drama psikologi produk Fox Searchlight Pictures ini sengaja mengeskpos kehidupan pengidap transeksual ini seolah-olah mereka pun berhak untuk hidup dan menikmati kehidupannya sebagaimana manusia yang lain. Parahnya, digambarkan pula bagaimana sikap masyarakat tempat tinggal Brandon Teena yang biasa mengucilkan dan tidak memberikan hak hidup bagi kaum pengidap penyakit itu. Dan menurut pembuatnya masyarakat seperti itu adalah masyarakat yang kejam.
Yang lebih ‘gila’ adalah dalam film Total Eclipse yang dibintangi Leonardo DiCaprio, yang konon kabarnya hanya ada dalam kepingan VCD. Dalam film ini jelas sekali digambarkan tentang lika-liku hidup kaum homo. Tentu saja dengan tujuan ‘mulia’nya untuk melegalkan budaya kaum yang dilaknat oleh Allah itu. Bahkan dalam beberapa adegan film tersebut sengaja menampilkan bagaimana ‘prosesi’ kaum homo melampiaskan hajatnya. Edan!
Ternyata sekarang kaum homo dan orang yang mendukung budaya bejat itu mulai banyak tingkah. Beberapa waktu lalu, di Amerika Serikat diharu-birukan dengan demo kaum Gay dan Lesbian menuntut pengakuan atas aktivitas yang mereka lakukan selama ini. Gelombang demo kaum homo dan lesbi di AS itu bukan hanya sekali dua kali, tapi sudah sering, bahkan sudah sejak lama, termasuk dulu mereka pernah menuntut untuk dibuatkan gereja khusus untuk kaum homo. Parah, Bo..!
Kasus pengidap pedofilia alias senang bermain seks dengan anak-anak pun mulai marak di negeri ini. Di Depok bulan Juli lalu dihebohkan dengan kasus ‘pemboolan’ terhadap 12 bocah lelaki yang masih duduk di bangku SD. Karuan saja, ini semakin menunjukan bukti bahwa kaum homo masih berkeliaran dan mengancam kehidupan.
Sodomi, begitu istilah ini biasa dialamatkan bagi kaum homo yang melakukan aktivitas seksnya. Kasus ini memang bukan barang baru, sejak?آ jaman Nabi Luth kasus ini sudah ada, dan telah memicu murka Allah SWT untuk membumi-hanguskan penduduk Sodom, sebuah daerah di Yordania yang merupakan kaum Nabi Luth.
Bak virus yang menyebar dengan cepat, ‘budaya’ itu kembali muncul di jaman yang sudah serba digital ini. Tak tanggung-tanggung, para selebriti Hollywood malah sudah pernah mempraktekkannya. Sebut saja Michael Jackson, George Michael, Elthon John, Mickey Rourke, Bob Geldof, Nono Extreme, Prince, David Bowie dan Kenny G (yang konon sempat ‘bergulat’ dengan Michael Bolton).
Homo & Lesbian; Melanggar Fitrah!
Allah SWT telah menciptakan manusia itu dari dua jenis, yakni laki-laki dan wanita. Nggak ada jenis ketiga. Kamu juga perlu tahu bahwa dalam proses penciptaan itu manusia dilengkapi juga dengan potensi-potensi kehidupan. yang salah satunya adalah nafsu birahi. Yang lelaki senang kepada perempuan, begitupun sebaliknya. Jadi, kalau ada orang yang sama sekali nggak punya nafsu birahi, berarti masih diragukan keasliannya sebagai manusia (hi..hi..hi..).
Nah, potensi yang dimiliki oleh manusia itu sifatnya mutlak alias nggak bisa diubah lagi, karena itu adalah sunatullah. Ustadz Muhammad Muhammad Ismail dalam kitab Al Fikru Al Islamiy menyatakan bahwa dorongan seksual pada seseorang merupakan tanggapan dari faktor eksternal bila indera menangkap rangsangan berupa gambar, cerita porno dan penampilan yang menyentuh sayaraf seks. Makanya, bila nggak disalurkan bisa mengakibatkan kegelisahan jiwa. Jadi berdasarkan sunatullah ini, otomatis manusia yang berlainan jenis kemudian hidup sebagai makhluk heteroseksual, yakni saling tertarik sama lawan jenis, sehingga bila ada orang yang cuma bisa nempel dengan sesama jenis, jelas ini adalah kelainan yang sangat berbahaya. Bila dibiarkan hidup dan berkembang, alamat murka Allah tak mustahil terjadi seperti apa yang pernah dialami kaum Nabi Luth. Naudzu billahi min dzalik!
Dengan demikian, gay dan lesbian ini melanggar fitrah manusia. Gimana nggak, masak cowok senang sama cowok? Atau cewek senang sama cewek? Tak usah la yauw.
Celakanya, dalam kehidupan yang diatur dengan sistem kapitalisme ini populasi kaum homo dan lesbian malah tumbuh subur. Jangan kaget, di negeri yang konon katanya menjunjung tinggi budaya timur ini malah kebobolan juga. Di sini malah sudah terbit majalah khusus kaum homo, namanya GAN alias Gaya Nusantara. Lucunya, sebagai ‘koordinator’ sekaligus ‘maskot’ kaum homo (gay) di negerinya Si Komo ini adalah Dede Utomoأ¢â‚¬â€doktor linguistik jebolan Cornell University yang kini menjadi dosen pascasarjana di Unair, Surabaya. Malah beliau ini termasuk anggota International Gay and Lesbian Human Right Commission pada ILGA (International Lesbian and Gay Association) (Permata, No. 12/IV/Desember 1996).
Bisa Menular
Ih, ngeri amat! Kok bisa, sih? Bisa dong, namanya juga ‘penyakit’ berbahaya. Seperti halnya kebaikan yang bisa menyebar, maka kemaksiatan pun bisa menular. Bahkan pada faktanya saat ini justru kemaksiatan yang cepat berkembang ketimbang kebaikan.
Orang yang bergaul secara abnormal ini akan mengulanginya terus dan terus. Gawat deh kalo udah ‘nyandu’ begitu. Nggak peduli lagi, apakah itu membahayakan atau tidak, yang penting hepi. Kamu percaya nggak, bahwa sebagian besar orang yang homo atau lesbian karena dulunya pernah digauli oleh orang yang homo atau lesbian pula? Harus percaya!
Soalnya, ada bukti yang boleh dibilang sangat mewakili untuk dijadikan alasan. Sebut saja Andi (bukan nama sebenarnya) yang mengungkapkan masa lalunya kepada majalah Jakarta-Jakarta, edisi Agustus 1996. Kepada majalah tersebut Andi menuturkan bahwa suatu ketika ia pernah diajak kencan oleh seorang sopir yang bekerja pada teman bapaknya. Perkenalan itu dimulai ketika Andi main ke tempat teman bapaknya itu. Disitulah sang sopir yang berbadan kekar dan terkesan jantan alias macho memperkenalkan ’sentuhan’ awal dari teknik-teknik bersodomi. Celakanya, setelah kejadian itu Andi malah jadi nyandu bahkan doyan melakukan cara gaul yang abnormal itu. Naudzu billahi min dzalik!
Bukti lain bahwa ‘penyakit’ ini bisa menular adalah pada jaman Nabi Luth. Orang-orang yang melakukan kemaksiatan itu awalnya bsia dihitung dengan jari, tapi kemudian secepat kilat membengkak menjadi satu kampung, jelas ini memang menular. Maka perlu ada tindakan khusus supaya tidak menjalar kemana-mana. Gawat!
Kamu mungkin heran bahwa ternyata orang-orang homo itu justru sebagian besar berpenampilan macho. Mantan chopet? Bukan dong sayang. Ya, jantanlah! Hal ini dikuatkan pula oleh dokter Boyke Dian Nugraha yang memang pakar dibidang seks ini. Menurutnya, 85 persen kaum homo itu berbadan kekar dan memang penampilannya macho. Tidak kemayu atau gagah gemulai. Cuma sayang, ‘pejantan’ ini beraninya cuma lewat ‘belakang’!
Hati-hati, jangan sampai kamu ketularan dengan penyakit dan budaya bejat seperti ini. Seperti kata pepatah, kalau takut dilebur ombak, jangan berumah di tepi pantai. Kalau takut kesenggol dan nyemplung menjalani kehidupan seks yang nggak normal seperti itu, maka kamu nggak boleh dekat-dekat dengan para penyebar budaya kaum Sodom itu. Bahaya!
Tapi sayang seribu sayang, masyarakat sekarang begitu cuek. Bahkan nggak mau ambil pusing dengan persoalan yang sebetulnya sangat serius ini. Alih-alih berusaha membereskan masalah ini, malah secara tidak langsung membiarkan praktek maksiat itu tetap ada, dengan sikapnya yang tak peduli itu. Lebih parah lagi, saat ini kaum gay dan lesbi ini mulai banyak tingkah minta aktivitas dan keberadaan mereka itu diakui di masyarakat. Sekali lagi, bila ini dibiarkan, maka alamat kehancuran sebuah bangsa pun tak mustahil terjadi. Lalu bagaimana menyelesaikan kasus ini?
Tiada Maaf Bagi Mereka!
Tentu saja pernyataan sedikit ‘kejam’ ini bila kaum homo (gay) dan lesbi ini nggak segera bertobat atas perbuatannya yang tidak saja melanggar fitrahnya sebagai manusia, tapi sekaligus ‘menantang’ Allah SWT. Ini harus segera diselesaikan dengan cepat dan tepat.
Sebagai seorang muslim, tentu saja segala tolok ukur perbuatan kita harus senantiasa berlandaskan ajaran Islam. Kita nggak boleh asal berbuat tanpa ada dasar yang jelas dan pasti. Itu bisa membahayakan diri kita dan juga orang lain.
Melihat faktanya, ternyata orang yang menjadi gay atau menjadi lesbi, bukan diakibatkan oleh faktor genetis alias keturunan. Prof. Dr. Dadang Hawari, guru besar FKUI berkomentar, “Sampai sekarang belum ada yang menyatakan karena faktor genetis, yang sudah jelas adalah faktor lingkungan.” (Permata, No. 12/IV/Desember 1996).
Sehingga, prosedur yang dipakai adalah bagaimana mengubah lingkungan yang telah meracuninya dengan lingkungan yang baru. Terbukti sekarang, bahwa populasi kaum homo dan lesbian di negeri ini semakin meningkat, adalah karena sistem kehidupan yang dipakai untuk mengatur kehidupan bermasyarakat dan bernegara malah memberikan kebebasan untuk berbuat seperti itu. Disinilah letak rusaknya sistem kapitalisme yang memang berakidah sekuler ini. Lingkungan dalam sistem kehidupan seperti inilah yang turut membidani lahirnya budaya kaum homo dan lesbi sekaligus melestarikannya.
Seharusnya, setiap kejahatan, apapun bentuknya, harus ada sanksinya. Bila tidak? Siap-siaplah untuk tumbuh subur dalam kehidupan kita. Makanya, kalau tradisi kaum homo dan lesbian yang merusak kehidupan ini dibiarkan, maka selamanya mereka akan tumbuh dan ‘berkembang biak’ dengan baik.
Allah SWT dan Rasul-Nya telah mengatur pelaksanaan kewajiban yang telah diikuti juga dengan sanksi atas tidak terlaksananya suatu kewajiban tersebut. Pendek kata, ada aturan yang mengikat, plus diberikan juga hukuman bagi yang melanggar. Ancaman hukumannya bukan hanya ditakut-takuti dengan azab di akhirat saja, Tapi memang ada bentuk hukuman yang diberlakukan oleh negara, dalam hal ini adalah Khilafah Islamiyah (pemerintahan Islam). Jadi tidak normatif belaka.
Apa bentuk hukuman yang bakal dikenakan kepada kaum homo dan lesbian ini? Terdapat beberapa pendapat ahli fiqih tentang sanksi (ganjaran) yang harus diberikan kepada pelaku homoseksual ini. Salah satu di antaranya dikemukakan oleh Zainuddin bin Abdul ‘Aziz Al Malibaary, yang mengatakan: Maka ada sekelompok fuqaha (ahli fiqih) yang menetapkan bahwa pelakunya wajib dihukum sebagaimana menjatuhkan hukuman perzinaan. Kalau pelakunya adalah orang yang pernah married, maka wajib dirajam. (Tahu kan dirajam? Itu, lho, bentuk siksaan yang pelaku kemaksiatan itu ditanam sebatas leher lalu dilempari dengan batu sampai mati). Kalau pelakunya masih lajang? Wajib didera alias dicambuk sebanyak seratus kali.
Dan pendapat ini pula yang menetapkan bahwa terhadap laki-laki yang digauli oleh homoseksual, diberikan sanksi dera 100 kali atau diasingkan selama setahun; baik laki-laki maupun perempuan, yang pernah kawin maupun yang belum pernah. Ada juga segolongan fuqaha yang berpendapat bahwa pelaku homoseksual itu harus dirajam, meskipun ia belum pernah kawin. Ini termasuk pendapat Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hambal, Pendapat lain, yakni Imam Syafi’i menetapkan pelaku dan orang-orang yang ‘dikumpuli’ (oleh homoseksual dan lesbian) wajib dihukum mati, sebagaimana keterangan dalam hadits, “Barangsiapa yang mendapatkan orang-orang yang melakukan perbuatan kaum Nabi Luth (praktek homoseksual dan lesbian), maka ia harus menghukum mati; baik yang melakukannya maupun yang dikumpulinya.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Al Baihaqi). (Zainuddin bin Abdul ‘Aziz Al Malibaary, Irsyaadu Al ‘ibaadi ilaa Sabili Al Risyaad. Al Ma’aarif, Bandung, hlm. 110).
Adapun uslub (teknis) yang digunakan dalam eksekusinya tidak ditentukan oleh syara’. Para sahabat pun berbeda pendapat tentang masalah ini. Ali r.a. memilih merajam dan membakar pelaku homoseks, sedang Umar dan Usman r.a. berpendapat pelaku dibenturkan ke dinding sampai mati, dan menurut Ibnu Abbas dilempar dari gedung yang paling tinggi dalam keadaan terjungkir lalu diikuti (dihujani) dengan batu. Boleh jadi menurut ukuran hawa nafsu kita hal itu mengerikan. Tapi, tentu saja sebagai seorang muslim yang beriman, kita wajib mentaati segala ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Jadi hukuman yang bakal diterima para pelaku homoseksual dan lesbian adalah vonis mati. Terserah caranya, mau digantung atau dipenggal batang lehernya, boleh-boleh saja. Yang penting mati! Begitulah Islam sebagai sebuah ideologi mengatur kehidupan masyarakatnya. Tidak seperti sekarang, dalam sistem kapitalis yang malah membiarkan kemaksiatan tetap tumbuh subur!
Jadi, jangan anggap enteng!
(Buletin Studia – Edisi 022/Tahun I)
Jumat, 17 Juli 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar