Posted in Buletin Studia Tahun kedua by abu fikri on the April 16th, 2007
Judul ini bukan cerita tandingan karya Sir Arthur Conan Doyle, The Lost World. Tapi sekadar ingin menggambarkan bagaimana generasi kita saat ini. Utamanya generasi muda. Terus terang saja, kita prihatin banget bila menyaksikan tingkah polah generasi harapan bangsa ini. Suer, mata kita, hampir tiap hari disuguhi pemandangan yang bikin pedih dan perih. Banyak banget anak-anak dan remaja yang jauh dari nilai-nilai Islam dalam aktivitas hidupnya. Seks bebas, narkoba, dan kriminalitas terus menghiasai kehidupan remaja kita. Dalam keadaan seperti itu, anehnya lagi media kita, khususnya televisi nggak ramah sama anak-anak dan remaja. Media cetak juga melengkapi gambaran buruk bagi generasi muda Islam.
Bayangin aja, film, musik, dan acara-acara khusus anak-anak dan remaja dijejali dengan gambaran yang buruk tentang kehidupan. Meski sebagian kalangan masyarakat ada yang berani protes atas masalah tersebut, namun teriakannya tenggelam dalam gemuruh budaya pop yang telah mengakar dalam jiwa anak-anak dan remaja kita. Ibaratnya, kita berteriak hingga serak di tengah samudera yang luas saat badai Tsunami beraksi. Wah, siapa yang mau peduli, ya? Asli, dikacangin!
Meski Iklan layanan masyarakat yang peduli dengan masa depan anak-anak terus diputar, namun pengelola televisi hatinya seperti nggak tersentuh sedikitpun, keras membatu. Buktinya, beragam tayangan yang bisa memberi efek buruk pada anak-anak tetap jalan terus. Iklan tinggal iklan, sebab tayangan yang nggak mendidik dengan benar dan baik lebih akrab dan gesit mendatangi anak-anak dan remaja. Bila ini terus berlanjut, nggak mustahil kita bakal kehilangan generasi yang unggul dalam menata kehidupan ini. Yes, the lost generation, bukan omong kosong.
Rekan remaja, kita udah sering dibikin sakit kepala menyaksikan beragam tontonan yang nggak menjadi tuntunan. Terus terang saja, tayangan film buat anak-anak dan remaja banyak yang bermasalah. Sebut saja sinetron Bidadari, yang mengandung unsur syirik. Gimana nggak, Ayu “Ibu Peri� Azhari seringkali jadi tempat meminta tolong bagi Lala (diperankan Marshanda) saat ia kesulitan menghadapi sebuah peristiwa yang mendebarkan. Selintas, emang kayaknya itu sekadar hiburan. Namun inget, justru film adalah salah satu media komunikasi massa yang pengaruhnya cukup besar, apalagi bila itu pengaruhnya buruk. Dengan kata lain, adik-adik kita udah dididik dan diajarkan untuk �menggeluti’ dunia klenik dan menjadi pemimpi.
Nggak cuma itu, tayangan seperti Panji Manusia Milenium, Shinchan, Doraemon, Pokemon, Gerhana, MGM (Misteri Gunung Merapi), Jin dan Jun, Jinny oh Jinny, Mr. Hologram, dan yang lainnya kerap menjadi pilihan utama tontonan anak-anak. Selain ceritanya mudah? dicerna, sebab nggak lepas dari jalur perseteruan si jahat dan si baik, juga dilengkapi dengan visualisasi yang canggih tapi bikin kita merinding bulu roma, malah ada yang nggak masuk akal. Dengan begitu, kita mulai dituntun untuk menyelami dunia para dukun, tukang sihir, dan para pengkhayal. Celakanya lagi, tayangan itu seperti bentuk pembenaran yang kudu diikuti atau paling nggak dianggap wajar. Waduh, berbahaya banget kan?
Benar, adik-adik kita dan temen-temen remaja udah diformat untuk melakukan apa saja yang ditayangkan televisi. Inilah satu sisi keberhasilan sebuah propaganda. Sayangnya, ini propaganda yang salah. Memang dalam dunia komunikasi massa, siapa yang berhasil mendominasi opini, dialah yang akan menjadi trendsetter. Itu sebabnya, komunikasi yang berjalan nggak seimbang ini bakal menimbulkan efek spiral kebisuan. Artinya, opini yang disebarkan terus-terusan tanpa ada tandingannya, cenderung bakal menjadi mainstream alias arus utama. Maksudnya, yang jadi obrolan, yang jadi bahan cerita dan diskusi adalah informasi yang memang mendominasi pikiran penerima informasi. Akibatnya, orang yang nggak ngomongin atau nggak ikut dengan tren tersebut jadi merasa terasingkan alias teralienasi. Akhirnya, bagi yang nggak punya idealisme, malah ikut dengan arus tersebut. Meskipun salah. Gaswat bener kan?
Yang menang, yang mendominasi
Ngomong-ngomong soal dominasi, kayaknya kita kudu “mengakui� Amrik. Suer, dengan segala sarana yang dimilikinya, negerinya Paman Sam ini berhasil merebut perhatian penghuni dunia ketiga untuk tunduk pada aturan main yang dibuatnya. Jadi, emang siapa yang kuat dialah yang menang dalam berebut pengaruh. Itu sebabnya, tren yang paling getol digembar-gemborkan yang bakal menarik massa. Coba tengok, tren apa yang lagi marak di remaja. Saat ini, yang disebut remaja unggul, adalah remaja yang paling gaul. Yang disebut remaja modern, adalah remaja yang paling keren dalam soal gaya hidup. Kenapa bisa begitu? Sebab yang selalu digembar-gemborkan adalah gaya hidup bercita-rasa Barat yang bebas nilai. Makin sering tren tersebut dipublikasikan—sementara pesaingnya nggak pernah muncul—alamat ide tersebut bakal jadi arus utama dan jelas digandrungi.
Itu sebabnya, ketika ada remaja yang berani bicara soal Islam, mereka dianggap sebagai orang yang ketinggalan jaman. Kuno bin kuper. Malah oleh sebagian yang katanya disebut kaum intelektual, mereka menyebut Islam sebagai aturan main padang pasir. Wah?
Kenapa bisa begitu? Sebab sekarang jamannya Westernisasi alias pembaratan. Mulai soal makanan, hiburan, pakaian, sampai aturan hidup. Semua seragam ala Amrik. Suer, lidah kita ikut-ikutan dilatih merasakan “makanan� koboi. Kita takut dibilang kere dan kampungan kalo nggak makan di Kentucky atawa? McD. Padahal, makanan “khas� negerinya Prabu Siliwangi ini adalah onta alias oncom tahu, tempe, ikan peda, sambal terasi, dan lalapnya pete, jengkol, dan sejenisnya. Kalo pun sekalinya makan enak, itu nggak jauh dari daging ayam, kambing, atau sapi, yang dimasak biasa.
Tapi kenyataannya sekarang, sungguh aneh tapi nyata, banyak penduduk pribumi yang mulai berselera Amrik. Segala makanan dari Amrik, anggapannya pasti bermutu dan dijamin bikin gengsi kita melambung. Padahal jenis makanannya sama dengan yang dimiliki negeri ini. Kenapa bisa begitu? Sebab orang Amrik pinter bikin kemasan. Prinsipnya, isi boleh sama tapi kemasan bisa berbeda. Tapi inilah tren, sobat. Akhirnya, rekan remaja kita seperti latah kudu mengikuti aturan main yang dibuat orang-orang Amrik.
Itu baru soal makanan, belum lagi dengan pakaian. Di jalur ini, temen-temen remaja lebih suka memakai baju keluaran produk Amrik dan Eropa. Sebut saja merek-merek seperti Calvin Klein, DKNY, Giani Versace, Dorce and Gabana, Giorgio Armani, dan yang lainnya udah akrab dalam ingatan sebagian besar remaja kita. Sementara jilbab, yang merupakan identitas wanita muslimah, dianggap ketinggalan jaman, dan hanya boleh dikenakan di padang pasir (baca: Arab). Wuah, bagaimana bisa kebalik-balik begini?? Sekali lagi, ini tren. Siapa yang kuat publikasinya, dialah yang bakal jadi trendsetter. Digandrungi dan jadi standar.
Bagaimana dengan dunia hiburan? Kondisinya serupa, sobat. Kita prihatin banget, tayangan film dan musik di televisi juga cerita di videogame udah mengarah kepada pembaratan dan penanaman nilai-nilai kehidupan yang rusak. Sekarang aja, orangtua lebih senang bila anaknya yang masih balita bergenit-genit dalam videoklip musik. Itu artinya, putra-putri Islam sudah diarahkan untuk menjadi sampah. Para ortu bukan tak tahu risikonya bila anaknya jadi selebriti cilik, tapi soal fulus memang di atas segalanya. Artinya, mereka rela mengorbankan masa depan generasi ini demi sebuah ambisi meraih materi. Kasihan banget.
Bila ini terus berlanjut, nggak mustahil sepuluh atau dua puluh tahun lagi, kita bakal kehilangan generasi Islam yang unggul; baik dalam soal ilmu maupun ketakwaannya. Terus terang, kita nggak ingin terulang kejadian di Spanyol. Dimana warisan kejayaan Islam yang sangat maju dan tinggi, namun nggak dikenal oleh generasi sekarang. Ingatan remaja sekarang tentang Spanyol barangkali cuma seputar klub-klub sepakbola seperti Real Madrid, Barcelona, Valencia dan yang lainnya. Padahal, di wilayah yang pernah menjadi pusat pemerintahan Islam itu banyak tersimpan warisan Islam yang tak ternilai harganya. Valencia, dulu di masa kejayaan Islam, dikenal sebagai pusat ilmu pengetahuan dan sarangnya para intelektual muslim. Sekarang? Tinggal kenangan. Malah mungkin ingatan kita tentang Valencia cuma sebatas Gaizka Mendieta, playmaker andal klub Valencia. Naif sekali.
Itu baru warisan yang bersifat materi. Lebih parah lagi, bila kita kehilangan juga warisan pemikiran Islam. Kita nggak mau terulang kembali. Mungkin cukup sampai di tahun ini aja. Seterusnya, kitalah yang kudu mendominasi dunia dengan pemikiran Islam. Agar kita tak kehilangan generasi Islam yang sehat, kuat, tangguh, berilmu, dan bertakwa.?
Bagaimana seharusnya?
Memang menyakitkan banget bila harus kehilangan generasi Islam yang handal. Saat ini saja, kita sudah merasakan gejalanya. Remaja kita lebih gandrung dengan segala sesuatu yang berasal dari Barat dan Amrik. Hiburan, makanan, dan pakaian, bahkan aturan kehidupan semua produk Amrik. Yang berlabel Islam, sengaja dibuang jauh-jauh. Alasannya, agama seringkali dianggap sebagai penghalang dalam berbuat. Aduh, kok begitu sih?
Teman, perjuangan agar generasi Islam ini nggak hilang emang agak berat. Tapi bukan berarti kita gampang menyerah. Nggak boleh. Kita kudu terus bersemangat dan nggak kenal lelah. Pemikiran, kita lawan dengan pemikiran, tsaqofah, juga kita lawan dengan tsaqafah. Walhasil, yang kudu kita lakukan adalah melawan hegemoni Amrik dan Barat. Teknisnya?
Pertama, isi otak kita dengan pemikiran Islam yang benar dan baik dalam pengajian. Perasaan kitapun wajib islami. Kedua, kita kudu memahami Islam dengan utuh, yakni sebagai akidah dan syariat. Ketiga, kita wajib mendakwahkan Islam kepada seluruh kaum muslimin. Keempat, kita kudu berani membongkar dan mengungkap segala rencana musuh-musuh Islam (baca: Amrik dan Barat). Utamanya rencana menghancurkan generasi muda Islam lewat film, nyanyian, musik, dan gaya hidup. Kelima, kita menggalang kekuatan bersama; individu, masyarakat, dan negara dalam melawan hegemoni Amrik dan Barat, juga siapa saja yang memusuhi Islam.
Insya Allah, bila mulai sekarang kita berbenah, belum terlambat untuk bangkit. Dan untuk itu semua, kita emang kudu pede, sobat. Sebab kita adalah umat yang terbaik. Firman Allah Swt.:
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.â€? (QS Ali Imr?¢n [3]: 110)
(Buletin Studia – Edisi 054/Tahun 2)
Sabtu, 18 Juli 2009
Rasulullah Memimpin dengan Cinta
Posted in Buletin Studia Tahun kedua by abu fikri on the April 16th, 2007
Add to Technorati Favorites
Bulan Rabiul Awwal adalah satu dari 12 bulan dalam kalender qomariah yang kayaknya kita apal banget. Bukan apa-apa, sejak masih bocah sampai sekarang, ingatan kita tentang bulan Rabiul Awwal atau bulan Maulid ini adalah soal makanan. Ngaku aja deh. Ehm.. kayaknya ada yang malu tuh. Suer, pengalaman penulis waktu masih bocah dulu emang bulan maulid ini identik dengan bagi-bagi makanan—tepatnya tuker-tukeran makanan yang kita bawa dari rumah setelah dikumpulin di masjid atawa sekolah. Biasanya, sambil nungguin jatah kue, kita duduk rapi dan tenang menyimak ceramah tentang perjalanan hidup Rasulullah saw. Mulai masa kecilnya, masa remaja, pernikahannya dengan Khadijah ra, Aisyah ra, dan istri lainnya, terus cerita ketika menerima wahyu pertama, sampai berdakwah di Mekkah, lalu hijrah ke Madinah sampai wafatnya. Waduh, kalo pak ustadz udah ceramah soal ini, kayaknya kita sampe apal betul titik-komanya. Bukan apa-apa, saking seringnya diulang-ulang, tuh! (mungkin ada yang bosen kali yee, he..he..he..)
Maaf lho, meski demikian bukan maksud kita mengecilkan peran yang ngasih ceramah. Nggak, kita nggak ada maksud menyepelekan beliau-beliau. Justru kita malah kudu berterima kasih kepada mereka yang telah mengenalkan Islam kepada kita. Utamanya kita bisa mengenal junjungan kita, Nabi Muhammad saw. Nah, dalam tulisan ini kita ingin mengajak kamu supaya berpikir lebih menembus batas (ciee..ini bukan iklan, lho). Artinya, kita emang wajib tahu luar-dalam pribadi Rasulullah saw. Soalnya, ada pepatah, “tak kenal maka tak sayang�. Tul nggak? Nah, kalo kita udah mengenal seluk-beluk Rasulullah dengan detil, insya Allah kita bakal menemukan sosok beliau yang bukan hanya sebagai seorang Nabi dan Rasul, tetapi sebagai seorang pemimpin kaum muslimin yang layak diacungi jempol. Berikutnya, kita bakal menjadikan beliau sebagai teladan yang baik dalam kehidupan kita.
Teman, untuk melukiskan tentang akhlak baginda Nabi, kayaknya nggak cukup hanya dengan empat halaman buletin kecil mungil ini. Suer, nggak cukup. Sebab, pribadi yang agung dan mulia ini telah begitu banyak memberikan perubahan yang besar dalam tata kehidupan ummat manusia di dunia ini. Paling-paling cuma beberapa kejadian atau peristiwa aja yang bisa kita tulis di sini, selebihnya, kita nggak bisa melukiskan dengan kata-kata. Tentu, karena saking mulianya beliau. Sampai-sampai penulis buku Seratus Tokoh Paling Berpengaruh di Dunia, Michael Hart, menyebutkan, �Dia (Muhammad saw.) adalah orang yang paling berpengaruh sepanjang sejarah kehidupan manusia lebih dari Newton dan Yesus (Nabi Isa) atau siapapun di dunia ini.�
Karena itu pula, Dr. Ahmad Muhammad al-Hufy sebelum menulis Min akhlak an-Nabiy beliau bertutur penuh kerendahan hati, “Ya, Rasulullah, junjunganku! Apakah kata-kata yang tak berdaya ini mampu mengungkapkan ketinggian dan keluhuranmu? Apakah penaku yang tumpul ini dapat menggambarkan budi pekertimu yang mulia? Bagaimana mungkin setetes air akan sanggup melukiskan samudera yang luas? Bagaimana mungkin sebutir pasir akan mampu menggambarkan gunung yang tinggi? Bagaimana mungkin sepercik cahaya akan dapat bercerita tentang matahari? Sejauh yang dapat dicapai oleh sebuah pena, hanyalah isyarat tentang keluhuran martabatmu, kedudukanmu yang tinggi, dan singgasanamu yang agung.�
Itulah alasannya. Rasulullah memang sosok yang agung, mulia dan bermartabat tinggi. Agak sukar bagi kita untuk menjelaskannya dengan amat detil. Sekadar contoh, Al?® bin Ab?® Th?¢lib ra pernah ditanya sama seseorang dari kalangan Yahudi tentang akhlak Nabi. Apa reaksi Al?®? Beliau malah balik bertanya, “Lukiskan keindahan dunia ini, dan aku akan gambarkan kepada Anda tentang akhlak Nabi Muhammad saw.â€? Lelaki Yahudi itu berkata, â€?Tidak mudah bagiku.â€? Al?® menukas, “Engkau tidak mampu melukiskan keindahan dunia, padahal Allah telah menyaksikan betapa kecilnya dunia ketika berfirman, â€?Katakan, keindahan dunia itu kecil’â€? (QS an-Nis?¢ [4]: 77).
Perkataan Al?® bin Ab?® Th?¢lib ra seperti itu sekadar untuk menggambarkan bahwa akhlak Rasulullah saw. betapa tinggi dan agungnya. Sehingga sulit baginya untuk menjelaskan dengan kata-kata. Bisa dipahami emang, sebagai sosok yang mampu mengubah peradaban manusia, mana mungkin akhlak Nabi bejat dan amburadul. Naudzubillahi mindzalik. Rasulullah saw. jelas terhindar dari sifat tercela dan rendah. Bahkan Allah memujinya dalam al-Quran:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.� (QS al-Ahzab [33]: 21)
Juga dalam firman-Nya:
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berakhlak yang agung (tinggi).� (QS al-Qalam [68]: 4).
Duh, mulianya engkau wahai Rasulullah!
Penuh cinta
Sebagai seorang Nabi dan Rasul, juga sebagai kepala Negara Islam, Muhammad saw. tidak merasa besar kepala, apalagi sampe merendahkan orang lain. Coba, kontras banget dengan kelakuan para pemimpin kita saat ini. Tanpa kudu dijelasin lebih rinci soal kelakuan para pejabat negeri ini, kamu semua udah pada gaul banget soal ini. Kontras kan? Aji mumpung, keserakahan, sewenang-wenang, menindas rakyat, dan hal buruk lainnya acap kali menghiasi kehidupan pemimpin kita saat ini. Idih, parah banget ya? Begitulah.
Aisyah ra. bercerita tentang Rasulullah saw. setelah didesak oleh Abdullah bin Umar. Apa yang diceritakan Ummul Mukminin Aisyah ra? Beliau menceritakan sepotong kisah bersama Rasulullah saw. (Tafsir Ibnu Katsir, I: 1441): “Pada suatu malam, ketika dia tidur bersamaku dan kulitnya sudah bersentuhan dengan kulitku, dia berkata, “Ya, Aisyah, izinkan aku beribadah kepada Rabbku.� Aku berkata, “Aku sesungguhnya senang merapat denganmu, tetapi aku senang melihatmu beribadah kepada Rabbmu.�Dia bangkit mengambil gharaba air, lalu berwudhu. Ketika berdiri shalat, kudengar dia terisak-isak menangis. Kemudian dia duduk membaca al-Quran, juga sambil menangis sehingga air matanya membasahi janggutnya, ketika dia berbaring, air matanya mengalir lewat pipinya mambasahi bumi di bawahnya. Pada waktu fajar, Bilal datang dan masih melihat Nabi saw. menangis,�Mengapa Anda menangis, padahal Allah ampuni dosa-dosamu yang telah lalu dan yang kemudian?� tanya Bilal. “Bukankah aku belum menjadi hamba yang bersyukur. Aku menangis karena malam tadi turun ayat Ali Imran 190-191. Celakalah orang yang membaca ayat ini dan tidak memikirkannya.�
Itulah Rasulullah, sebagai seorang pemimpin beliau tetap menaruh rasa hormat pada istrinya, juga masih getol beribadah sebagai wujud rasa syukur kepada Allah Swt. Bagaimana dengan kita? Hanya diri kita masing-masing yang bisa menjawab pertanyaan model begini. Semoga kitapun bisa mengikuti jejak beliau dalam urusan ini.
Muhammad sebagai seorang Nabi, Rasul, dan juga Kepala Negara, sangat dicintai dan dihormati para sahabatnya, karena beliau saw. pun mencintai dan menghormati para sahabatnya. Dikisahkan, pada peristiwa Hudaibiyah, Urwah ats-Tsaqafi mewakili kaum Quraisy untuk berunding dengan Rasulullah. Urwah terpesona dengan sikap para sahabat memperlakukan Rasulullah saw. Ketika beliau berwudhu para sahabat berebut bekas air wudhunya, dan ketika rambutnya jatuh orang berdesakan untuk mengambil rambutnya. Ketika Urwah kembali ke kaumnya: “Hai orang Quraisy, aku pernah mendatangi Kisra di kerajaannya. Aku pernah menemui Kaisar di keratonnya. Aku pernah melihat Najasy di istananya. Belum pernah aku melihat orang yang memperlakukan rajanya seperti sahabat-sahabat Muhammad memperlakukan Muhammad.� (Sirah Ibnu Hisyam, 3: 328)
Kalo sekarang? Wah, yang terjadi justru saling menghujat dan mencela. Suer, nggak ada tipe pemimpin sekarang yang seperti Rasulullah saw. Ada kisah menarik lainnya yang bisa kita simak. Diriwayatkan Abu Hurayrah (Nailul Awthar, 4: 90): “Ada seorang perempuan hitam yang pekerjaannya menyapu masjid. Pada suatu hari, Nabi saw. tidak menemukan perempuan itu. Nabi saw. menanyakan ihwalnya. Para sahabat mengatakan bahwa ia telah mati. Ketika Nabi menegur mereka kenapa tidak diberitahu, para sahabat mengatakan bahwa perempuan itu hanya orang kecil saja. Kata Nabi saw., “Tunjukkan aku kuburannya.� Di atas kuburan itu Nabi melakukan shalat untuknya.�
Aduh, mana ada pemimpin sekarang yang begitu terhadap rakyat kecil. BBM sama listrik aja udah siap-siap dinaikkan harganya. Gimana nggak nyekik kita ya? Tapi itulah kawan, betapa Rasulullah memang berakhlak mulia.
Lalu bagaimana kita menjunjung beliau?
Bulan Maulid (Rabiul Awwal) ini tentu kita nggak sekadar memperingati tanggal kelahiran beliau doang. Tapi juga kudu menghormati beliau lebih dari itu. Seperti apa?
Pertama, makna ittiba’ adalah mengikuti syariat yang telah ditetapkan oleh Rasulullah saw. Firman Allah Swt.:
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah� (QS al-Hasyr [59]: 7)
Kedua, syariat Islam diturunkan oleh Allah kepada seluruh manusia dengan melihat bagi kemanusiaannya. Dalam hal ini, syariat tidak mengenal perbedaan suku, bangsa, bahasa, waktu, dan tempat. Artinya, hukum Islam berlaku bagi seluruh manusia kapanpun dan di manapun. Dan tentu aja bakal cocok untuk semuanya.
Ketiga, ittiba’ Rasulullah saw. sesuai fitrah manusia. Kita perlu memahami bagaimana mengikuti Rasul dalam melakukan aktivitas kesehariannya; seperti memperlakukan pekerjanya, istri-istrinya, para sahabatnya, termasuk memimpin negara dalam berbagai urusan; politik, ekonomi, sosial, budaya, pengadilan, hukum, dan pemerintahan. Dan, kita pun insya Allah bisa menjadikan beliau sebagai teladan dalam aktivitas keseharian kita.?
“Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.â€? (QS Ali Imran [3]: 31)
Jadi, manfaatkan bulan Rabiul Awwal ini sebagai momentum untuk meneladani beliau.
(Buletin Studia – Edisi 053/Tahun 2)
Add to Technorati Favorites
Bulan Rabiul Awwal adalah satu dari 12 bulan dalam kalender qomariah yang kayaknya kita apal banget. Bukan apa-apa, sejak masih bocah sampai sekarang, ingatan kita tentang bulan Rabiul Awwal atau bulan Maulid ini adalah soal makanan. Ngaku aja deh. Ehm.. kayaknya ada yang malu tuh. Suer, pengalaman penulis waktu masih bocah dulu emang bulan maulid ini identik dengan bagi-bagi makanan—tepatnya tuker-tukeran makanan yang kita bawa dari rumah setelah dikumpulin di masjid atawa sekolah. Biasanya, sambil nungguin jatah kue, kita duduk rapi dan tenang menyimak ceramah tentang perjalanan hidup Rasulullah saw. Mulai masa kecilnya, masa remaja, pernikahannya dengan Khadijah ra, Aisyah ra, dan istri lainnya, terus cerita ketika menerima wahyu pertama, sampai berdakwah di Mekkah, lalu hijrah ke Madinah sampai wafatnya. Waduh, kalo pak ustadz udah ceramah soal ini, kayaknya kita sampe apal betul titik-komanya. Bukan apa-apa, saking seringnya diulang-ulang, tuh! (mungkin ada yang bosen kali yee, he..he..he..)
Maaf lho, meski demikian bukan maksud kita mengecilkan peran yang ngasih ceramah. Nggak, kita nggak ada maksud menyepelekan beliau-beliau. Justru kita malah kudu berterima kasih kepada mereka yang telah mengenalkan Islam kepada kita. Utamanya kita bisa mengenal junjungan kita, Nabi Muhammad saw. Nah, dalam tulisan ini kita ingin mengajak kamu supaya berpikir lebih menembus batas (ciee..ini bukan iklan, lho). Artinya, kita emang wajib tahu luar-dalam pribadi Rasulullah saw. Soalnya, ada pepatah, “tak kenal maka tak sayang�. Tul nggak? Nah, kalo kita udah mengenal seluk-beluk Rasulullah dengan detil, insya Allah kita bakal menemukan sosok beliau yang bukan hanya sebagai seorang Nabi dan Rasul, tetapi sebagai seorang pemimpin kaum muslimin yang layak diacungi jempol. Berikutnya, kita bakal menjadikan beliau sebagai teladan yang baik dalam kehidupan kita.
Teman, untuk melukiskan tentang akhlak baginda Nabi, kayaknya nggak cukup hanya dengan empat halaman buletin kecil mungil ini. Suer, nggak cukup. Sebab, pribadi yang agung dan mulia ini telah begitu banyak memberikan perubahan yang besar dalam tata kehidupan ummat manusia di dunia ini. Paling-paling cuma beberapa kejadian atau peristiwa aja yang bisa kita tulis di sini, selebihnya, kita nggak bisa melukiskan dengan kata-kata. Tentu, karena saking mulianya beliau. Sampai-sampai penulis buku Seratus Tokoh Paling Berpengaruh di Dunia, Michael Hart, menyebutkan, �Dia (Muhammad saw.) adalah orang yang paling berpengaruh sepanjang sejarah kehidupan manusia lebih dari Newton dan Yesus (Nabi Isa) atau siapapun di dunia ini.�
Karena itu pula, Dr. Ahmad Muhammad al-Hufy sebelum menulis Min akhlak an-Nabiy beliau bertutur penuh kerendahan hati, “Ya, Rasulullah, junjunganku! Apakah kata-kata yang tak berdaya ini mampu mengungkapkan ketinggian dan keluhuranmu? Apakah penaku yang tumpul ini dapat menggambarkan budi pekertimu yang mulia? Bagaimana mungkin setetes air akan sanggup melukiskan samudera yang luas? Bagaimana mungkin sebutir pasir akan mampu menggambarkan gunung yang tinggi? Bagaimana mungkin sepercik cahaya akan dapat bercerita tentang matahari? Sejauh yang dapat dicapai oleh sebuah pena, hanyalah isyarat tentang keluhuran martabatmu, kedudukanmu yang tinggi, dan singgasanamu yang agung.�
Itulah alasannya. Rasulullah memang sosok yang agung, mulia dan bermartabat tinggi. Agak sukar bagi kita untuk menjelaskannya dengan amat detil. Sekadar contoh, Al?® bin Ab?® Th?¢lib ra pernah ditanya sama seseorang dari kalangan Yahudi tentang akhlak Nabi. Apa reaksi Al?®? Beliau malah balik bertanya, “Lukiskan keindahan dunia ini, dan aku akan gambarkan kepada Anda tentang akhlak Nabi Muhammad saw.â€? Lelaki Yahudi itu berkata, â€?Tidak mudah bagiku.â€? Al?® menukas, “Engkau tidak mampu melukiskan keindahan dunia, padahal Allah telah menyaksikan betapa kecilnya dunia ketika berfirman, â€?Katakan, keindahan dunia itu kecil’â€? (QS an-Nis?¢ [4]: 77).
Perkataan Al?® bin Ab?® Th?¢lib ra seperti itu sekadar untuk menggambarkan bahwa akhlak Rasulullah saw. betapa tinggi dan agungnya. Sehingga sulit baginya untuk menjelaskan dengan kata-kata. Bisa dipahami emang, sebagai sosok yang mampu mengubah peradaban manusia, mana mungkin akhlak Nabi bejat dan amburadul. Naudzubillahi mindzalik. Rasulullah saw. jelas terhindar dari sifat tercela dan rendah. Bahkan Allah memujinya dalam al-Quran:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.� (QS al-Ahzab [33]: 21)
Juga dalam firman-Nya:
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berakhlak yang agung (tinggi).� (QS al-Qalam [68]: 4).
Duh, mulianya engkau wahai Rasulullah!
Penuh cinta
Sebagai seorang Nabi dan Rasul, juga sebagai kepala Negara Islam, Muhammad saw. tidak merasa besar kepala, apalagi sampe merendahkan orang lain. Coba, kontras banget dengan kelakuan para pemimpin kita saat ini. Tanpa kudu dijelasin lebih rinci soal kelakuan para pejabat negeri ini, kamu semua udah pada gaul banget soal ini. Kontras kan? Aji mumpung, keserakahan, sewenang-wenang, menindas rakyat, dan hal buruk lainnya acap kali menghiasi kehidupan pemimpin kita saat ini. Idih, parah banget ya? Begitulah.
Aisyah ra. bercerita tentang Rasulullah saw. setelah didesak oleh Abdullah bin Umar. Apa yang diceritakan Ummul Mukminin Aisyah ra? Beliau menceritakan sepotong kisah bersama Rasulullah saw. (Tafsir Ibnu Katsir, I: 1441): “Pada suatu malam, ketika dia tidur bersamaku dan kulitnya sudah bersentuhan dengan kulitku, dia berkata, “Ya, Aisyah, izinkan aku beribadah kepada Rabbku.� Aku berkata, “Aku sesungguhnya senang merapat denganmu, tetapi aku senang melihatmu beribadah kepada Rabbmu.�Dia bangkit mengambil gharaba air, lalu berwudhu. Ketika berdiri shalat, kudengar dia terisak-isak menangis. Kemudian dia duduk membaca al-Quran, juga sambil menangis sehingga air matanya membasahi janggutnya, ketika dia berbaring, air matanya mengalir lewat pipinya mambasahi bumi di bawahnya. Pada waktu fajar, Bilal datang dan masih melihat Nabi saw. menangis,�Mengapa Anda menangis, padahal Allah ampuni dosa-dosamu yang telah lalu dan yang kemudian?� tanya Bilal. “Bukankah aku belum menjadi hamba yang bersyukur. Aku menangis karena malam tadi turun ayat Ali Imran 190-191. Celakalah orang yang membaca ayat ini dan tidak memikirkannya.�
Itulah Rasulullah, sebagai seorang pemimpin beliau tetap menaruh rasa hormat pada istrinya, juga masih getol beribadah sebagai wujud rasa syukur kepada Allah Swt. Bagaimana dengan kita? Hanya diri kita masing-masing yang bisa menjawab pertanyaan model begini. Semoga kitapun bisa mengikuti jejak beliau dalam urusan ini.
Muhammad sebagai seorang Nabi, Rasul, dan juga Kepala Negara, sangat dicintai dan dihormati para sahabatnya, karena beliau saw. pun mencintai dan menghormati para sahabatnya. Dikisahkan, pada peristiwa Hudaibiyah, Urwah ats-Tsaqafi mewakili kaum Quraisy untuk berunding dengan Rasulullah. Urwah terpesona dengan sikap para sahabat memperlakukan Rasulullah saw. Ketika beliau berwudhu para sahabat berebut bekas air wudhunya, dan ketika rambutnya jatuh orang berdesakan untuk mengambil rambutnya. Ketika Urwah kembali ke kaumnya: “Hai orang Quraisy, aku pernah mendatangi Kisra di kerajaannya. Aku pernah menemui Kaisar di keratonnya. Aku pernah melihat Najasy di istananya. Belum pernah aku melihat orang yang memperlakukan rajanya seperti sahabat-sahabat Muhammad memperlakukan Muhammad.� (Sirah Ibnu Hisyam, 3: 328)
Kalo sekarang? Wah, yang terjadi justru saling menghujat dan mencela. Suer, nggak ada tipe pemimpin sekarang yang seperti Rasulullah saw. Ada kisah menarik lainnya yang bisa kita simak. Diriwayatkan Abu Hurayrah (Nailul Awthar, 4: 90): “Ada seorang perempuan hitam yang pekerjaannya menyapu masjid. Pada suatu hari, Nabi saw. tidak menemukan perempuan itu. Nabi saw. menanyakan ihwalnya. Para sahabat mengatakan bahwa ia telah mati. Ketika Nabi menegur mereka kenapa tidak diberitahu, para sahabat mengatakan bahwa perempuan itu hanya orang kecil saja. Kata Nabi saw., “Tunjukkan aku kuburannya.� Di atas kuburan itu Nabi melakukan shalat untuknya.�
Aduh, mana ada pemimpin sekarang yang begitu terhadap rakyat kecil. BBM sama listrik aja udah siap-siap dinaikkan harganya. Gimana nggak nyekik kita ya? Tapi itulah kawan, betapa Rasulullah memang berakhlak mulia.
Lalu bagaimana kita menjunjung beliau?
Bulan Maulid (Rabiul Awwal) ini tentu kita nggak sekadar memperingati tanggal kelahiran beliau doang. Tapi juga kudu menghormati beliau lebih dari itu. Seperti apa?
Pertama, makna ittiba’ adalah mengikuti syariat yang telah ditetapkan oleh Rasulullah saw. Firman Allah Swt.:
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah� (QS al-Hasyr [59]: 7)
Kedua, syariat Islam diturunkan oleh Allah kepada seluruh manusia dengan melihat bagi kemanusiaannya. Dalam hal ini, syariat tidak mengenal perbedaan suku, bangsa, bahasa, waktu, dan tempat. Artinya, hukum Islam berlaku bagi seluruh manusia kapanpun dan di manapun. Dan tentu aja bakal cocok untuk semuanya.
Ketiga, ittiba’ Rasulullah saw. sesuai fitrah manusia. Kita perlu memahami bagaimana mengikuti Rasul dalam melakukan aktivitas kesehariannya; seperti memperlakukan pekerjanya, istri-istrinya, para sahabatnya, termasuk memimpin negara dalam berbagai urusan; politik, ekonomi, sosial, budaya, pengadilan, hukum, dan pemerintahan. Dan, kita pun insya Allah bisa menjadikan beliau sebagai teladan dalam aktivitas keseharian kita.?
“Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.â€? (QS Ali Imran [3]: 31)
Jadi, manfaatkan bulan Rabiul Awwal ini sebagai momentum untuk meneladani beliau.
(Buletin Studia – Edisi 053/Tahun 2)
Iklan di TV: Madu dan Racun
Posted in Buletin Studia Tahun kedua by abu fikri on the April 16th, 2007
Add to Technorati Favorites
Bicara soal tv kita nggak bakalan lepas dari pembahasan soal film dan acara lainnya. Semakin heboh dan keren acara yang ditayangkan televisi, kian ramai pula penontonnya. Dan itu berarti tambang uang bagi pengusaha untuk menarik pembeli lewat iklan. Walhasil, iklan merupakan masalah tersendiri bagi pemirsa televisi.
Iklan kini menjadi produk khusus dan dikemas dengan amat apik. Tujuannya sudah jelas, yakni untuk menggoda dan merayu calon pembeli terhadap produk yang ditawarkannya. Selain iklan yang dikemas secara khusus dalam durasi hitungan detik, malah iklan pun acapkali muncul dalam sebuah film, atau malah film itu sendiri yang bisa dijadikan ajang pasang iklan, tepatnya menciptakan tren. Mau tahu faktanya? Di Amrik sono, sebagian kalangan pernah merasa cemas ketika film seri Ally McBeal sukses, digemari para pemirsa televisi. Penampilan Calista Flockhart yang memang chic sebagai tokoh Ally McBeal dianggap terlalu kurus sampai seperti penderita anoreksia.
Sementara di lain pihak, para pemuja, terutama kalangan remaja, ingin meniru habis-habisan Ally McBeal, termasuk penampilannya yang kurus. Itulah soalnya. Banyak yang cemas, kalau generasi baru Amerika nanti seperti generasi yang cuma makan kentang goreng dan minum Coca Cola. Inilah remaja, yang emang mudah banget tergoda dengan rayuan iklan. Maklum, usia remaja adalah proses pencarian identitas? diri. Bagaimana dengan remaja di negeri ini? Kayaknya nggak jauh beda tuh. Sebab kalo dalam urusan gaya hidup mah remaja kita paling getol menjadi plagiator.
Kenapa iklan di televisi bisa begitu besar pengaruhnya? Sebab televisi adalah media pandang-dengar alias audio visual. Besar banget efeknya. Kalo kamu cuma liat iklan di koran atawa majalah, pengaruhnya nggak begitu kuat. Atau ketika denger iklan dari radio, itu juga nggak begitu heboh ketimbang iklan di televisi. Nah, ngeliat efeknya yang emang kuat itu, iklan kemudian disajikan dengan kemasan yang oke punya. Malah ide-ide yang diciptakan para copywriter dan visualiser iklan bener-bener bisa merangsang imajinasi kita. Berikutnya, kalo kita sampe tergoda untuk membeli produknya, berarti iklan tersebut emang sukses.
Masalahnya sekarang, nggak semua iklan itu mendidik. Malah banyak juga iklan yang tulalit alias nggak nyambung dengan produk yang ditawarkan. Misalkan, kita nggak habis pikir dengan iklan mobil atawa sepeda motor yang selalu menampilkan sisi “bahasa tubuh� wanita. Walhasil, porsi iklan yang mengeksploitasi wanita semakin membesar. Alasannya, konon kabarnya pemirsa menikmatinya dengan senang hati. Dengan begitu, maka wanita emang menjadi “madu� investasi alias tambang uang bagi sebuah industri kapitalisme.
Itu sebabnya, perlombaan menggaet pemirsa untuk membeli produk yang ditawarkan lewat iklan seperti menjadi suatu kaharusan. Sebab, kue iklan yang disajikan begitu besar porsinya untuk media massa elektronik. Sebagai contoh, tahun 1997 saja target belanja iklan untuk televisi sekitar Rp 2,7 trilyun. Dan sejak Januari sampai Mei 1998 TV swasta meraup sekitar 241 milyar perak (Kompas, 17 Juni 1998). Itu artinya, baru sekitar 9 persen saja diraih televisi. Bayangkan bila jumlahnya lebih dari itu. Bisa kamu hitung sendiri kan?
Itu emang data tiga tahun yang lalu. Namun demikian, belanja iklan dari ke tahun berkisar di angka itu. Tentu saja, bila kita melihat secara hitung-hitungan kasar aja, bisa menebak jatah pemasukan televisi lewat iklan emang tinggi, termasuk untuk anggaran tahun ini. Logikanya, media massa seperti televisi ini, memang hidup dari iklan. Itu sebabnya, stasiun televisi berlomba membuat berbagai program acara unggulan yang bakal menyedot perhatian pemirsa. Dan itu berarti mengeruk sebanyak-banyaknya kue iklan. Nggak peduli lagi apakah tayangan klip iklan itu kemudian bakal menjadi racun atau madu bagi pemirsanya. Faktor ini nggak terlalu menjadi soal bagi pengusaha stasiun tv, yang penting fulus, Brur, fulus.
Citra yang menyesatkan
Di tengah gencarnya propaganda gaya hidup yang membungkus perdagangan kapitalisme mutakhir, remaja juga terpaku perhatiannya kesana: rambut yang lurus seperti yang ditampilkan dalam iklan-iklan shampoo; kulit yang putih seperti disarankan iklan segala cream pemutih kulit; ingin perkasa seperti yang tawarkan iklan-iklan minuman berenergi, gaya hidup santai dan penampilan modis, bahkan dalam dunia profesional seperti dalam Ally McBeal; dan seterusnya.
Bila pengusaha iklan dan dunia industri televisi menganggap iklan sebagai madu, tapi tidak bagi pemirsa, iklan bisa berubah menjadi racun. Terutama tayangan iklan yang memberikan pengaruh yang sangat negatif bagi pertumbuhan dan perkembangan kepribadian pemirsanya, khususnya anak-anak dan remaja. Akhirnya, nggak sedikit yang kemudian menjadi korban iklan.
Parahnya lagi, pengelola televisi berani menayangkan iklan yang bermasalah di saat prime time (waktu utama) yakni antara jam tujuh malam sampai jam sembilan malam. Dan itu berarti semua lapisan pemirsa menyaksikannya tanpa kecuali, termasuk anak-anak. Sebab Iklan yang menyelingi acara televisi itu kacau bin parah banget. Walhasil, saat kita menonton televisi sering diselingi dengan iklan-iklan obat kuat, minuman berenergi, dan maaf, iklan pakaian dalam dst. Dan, seperti melengkapi kerusakannya, iklan tersebut dikemas dengan amat berlebihan.
Brur, kayaknya dalam iklan juga telah terjadi penekanan terhadap pentingnya kaum perempuan untuk selalu tampil memikat dengan mempertegas sikap kewanitaannya secara biologis. Seperti memiliki waktu menstruasi (iklan-iklan pembalut wanita), memiliki rambut lurus yang panjang (iklan shampo). Selain itu, iklan televisi juga memberikan pencitraan maskulin, yakni mempertontonkan kejantanan, otot laki-laki, ketangkasan, keberanian menantang bahaya, keuletan, keteguhan hati, bagian-bagian tertentu dari kekuatan daya tarik laki-laki sebagai bagian dari citra maskulin.
Iklan model begitu sudah banyak banget. Berdesakan mempengaruhi pikiran kita. Sekaligus iklan-iklan yang ada ini menjungkir-balikkan aturan yang telah dibuat Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I). Lembaga ini telah menyusun dan menyepakati berlakunya Tata Krama Periklanan Indonesia. Misalnya, pada Bab IV, “Hubungan dengan Konsumen� pasal 7 disebutkan: setiap iklan harus menjunjung tinggi kesopanan, kejujuran, dan kebenaran yang disampaikan dengan bahasa Indonesia atau bahasa daerah yang benar.
Lebih jelasnya, pasal tersebut yang menekankan pada kesopanan, kejujuran, dan kebenaran sebagai berikut: a) kesopanan: dalam hal ini iklan tidak boleh mengandung pernyataan-pernyataan atau ilustrasi yang merusak tata sopan santun masyarakat, tidak boleh menimbulkan rasa takut, jijik dan sebagainya; b) kejujuran: dalam hal ini tidak boleh mensalah-gunakan atau memanipulir batas-batas kepercayaan, kekurangan pengetahuan dan pengalaman konsumen; c). kebenaran: dalam hal ini iklan tidak boleh memperdayakan konsumen melalui penyajian yang dapat disalah-tafsirkan yang berarti menyesatkan konsumen.
Khusus pasal 10 Tata Krama Periklanan Indonesia ini tentang anak-anak dan remaja. Disebutkan, iklan-iklan yang ditujukan kepada kelompok anak-anak dan kaum remaja hendaknya: a) tidak mengandung pernyataan serta ilustrasi yang dapat merusak pertumbuhan rohani serta jasmani mereka; b) tidak memberikan harapan yang berlebihan kepada mereka yang menderita fisik maupun mental.
Namun apa yang terjadi? Pasar anak-anak dan remaja ini adalah pasar gemuk alias potensial. Makanya, iklan untuk segmen ini bejibun banget. Iklan permen, chiki, es krim, minuman ringan, coklat, kosmetik, pasta gigi, sampai pakaian selalu hadir dan menggoda remaja dan anak-anak untuk komsumtif. Iklan televisi menjadi sarana untuk menikmati mimpi-mimpi indahnya. Walhasil, semua mimpi ditawarkan televisi lewat iklan, film, dan acara-acara lainnya. Ibaratnya, televisi sudah menjadi ortu kedua bagi remaja dan anak-anak.
Tidak mengherankan bila kehangatan keluarga yang dulu bisa berlangsung di ruang keluarga, kini sudah digantikan televisi. Dan di Indonesia, televisi sudah menjadi bagian dari ruang tamu kita semua, Brur. Maka, pertama-tama bila kita menatap furniture yang ada di rumah, maka yang tersentuh pertama kali adalah di mana akan menata televisi. Karena itu, kini ada guyonan. Ingatan kehidupan hanya ada dua. Pertama, rumah tempat tinggal kita, dan kedua, televisi kita. Karena itu, televisi menjadi penting bagi dunia anak-anak itu sendiri. Mengingat televisi tidak bisa dimatikan, maka televisi adalah ensiklopedi baru bagi anak-anak masa kini. Televisi merupakan jendela untuk masyarakat melakukan urbanisasi. Apalagi dalam suatu masyarakat yang bergerak dari budaya pracetak, cetak, lalu radio, dan televisi. Tahapan gerakan budaya itu tidak dalam satu tahap linear, tetapi melompat-lompat luar biasa. Waduh, heboh banget, ya?
Wina Rini Wilman, Phd, pengajar psikologi perkembangan anak dan psikologi keluarga di Universitas Indonesia mengatakan, bahwa bagi remaja, teman-teman di dalam kelompok (peer group) memang sangat menentukan. Mereka inilah yang berpengaruh pada para remaja ini, yang umumnya sedang belajar untuk independen dari orangtuanya. Proses pencarian identitas diri berikut usaha untuk independen itu menjadikan mereka rentan terhadap berbagai pengaruh lingkungan, termasuk iklan yang menggambarkan bahwa cantik itu penting dalam pergaulan, atau pula digambarkannya citra kecantikan dengan ukuran tertentu seperti kulit putih, rambut lurus, dan semacamnya. Pengaruh iklan ini bukan terbatas pada iklan-iklan dari produk yang memang dikhususkan bagi remaja, namun juga produk-produk lain, yang meski bukan produk untuk remaja tetapi menggunakan model remaja. Propaganda untuk hal-hal seperti ini semakin gencar sekarang, berbeda taruhlah dibanding sekitar 15-20 tahun lalu (Kompas, 18 Februari 2001)
Pola hidup sederhana
Brur, iklan televisi telah menawarkan segala mimpi dan menciptakan masyarakat konsumtif. Gimana nggak, kita dibuat sulit untuk membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Sebab, masyarakat kapitalistik sengaja menciptakan kerancuan ini. Mereka mencari cara bagaimana mengubah imej keinginan menjadi kebutuhan. Padahal itu adalah dua sisi yang berbeda. Keinginan tidak sama dengan kebutuhan. Sebab, keinginan adalah harapan yang tidak mesti untuk dipenuhi. Atau dengan kata lain, keinginan tidak bakal menyebabkan kita menderita bila tidak terpenuhi. Tapi kebutuhan, jelas bisa menyebabkan pengaruh besar kepada kita. Dengan kata lain, kebutuhan mutlak untuk dipenuhi. Utamanya kebutuhan primer.
Ketika ada iklan yang menawarkan baju bermerek dan modelnya oke punya, tentu aja urat-urat keinginan kamu ditarik-tarik untuk segera membelinya. Padahal kamu sudah punya baju merek lain yang nggak kalah kualitasnya. Namun karena tergoda rayuannya, akhirnya kamu beli juga baju itu. Itu namanya, kamu nggak bisa membedakan antara keinginan dengan kebutuhan.
Kita udah sering liat iklan produk televisi dengan beragam kualitas dan spesifikasi. Padahal, intinya sama, yakni televisi. Tapi masih juga dihadirkan dalam bentuk televisi flat (layar datar), kualitas tata suara, ukuran, kejernihan gambar, dan lain sebagainya. Pokoknya merangsang pemirsa untuk tanpa sadar membelinya. Produk lemari es aja begitu bervariasi. Nggak cukup menggoda pemirsa dengan model satu pintu, dibuatlah produk dua pintu dengan iklannya yang heboh. Masih belum cukup menarik pembeli? Dikeluarkan produk teranyar dengan ukuran yang jumbo menyamai ukuran kamar tidur. Iklannya pun sudah pasti dibuat sedramatis mungkin.
Iklan lain pun berjubel mendatangi kita tanpa bisa ditolak lagi. Lama-lama kita jadi terbius untuk bergaya hidup konsumtif. Karena memang kita udah dikondisikan dengan budaya tersebut. Jadi, batas antara keinginan dengan kebutuhan menjadi kabur alias sulit dibedakan. Karuan aja, ini menyimpan masalah besar, Brur. Pada level tertentu kita menjadi orang yang gandrung dengan iklan dan akhirnya menjadi pasar empuk untuk produk-produk perdagangan kapitalistik. Pola hidup sederhana merupakan barang langka bagi keluarga muslim saat ini. Yang ada dalam benak masyarakat kita sekarang adalah bagaimana meraih sebanyak-banyaknya kenikmatan duniawi.
Makna kebahagiaan pun telah berubah, yang seharusnya tercapainya ridho Allah Swt. menjadi banyaknya materi yang berhasil dikoleksi. Padahal, kenikmatan materi itu akan lenyap. Firman Allah Swt.:
Apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal.� (QS an-Nahl [16]: 96)
Sabda Rasulullah saw.:�Siapa yang hasratnya adalah dunia, maka Allah mencerai-beraikan urusannya, membuatnya takut terhadap harta kekayaannya, menjadikan kefakiran tampak di depan matanya, dan sebagian dari keduaniaan tidak datang kepadanya melainkan yang sudah ditetapkan baginya. Siapa yang hasratnya adalah akhirat, maka Allah menghimpun hasratnya, menjaga hartanya, menjadikan kekayaan ada di dalam hatinya dan dunia datang kepadanya dalam keadaan yang hina.� (HR Ahmad, ad-Darimy, Ibnu Hibban dan Ibnu Majah)
Namun Brur, pola hidup sederhana bukanlah akhir dari segala solusi. Sebab bila masyarakat dan negaranya masih getol memelihara budaya konsumtif, bukan mustahil keteguhan pola hidup sederhana dari individu ini akan jebol juga. Jadi, kita pun kudu mengubah masyarakat dengan Islam. Caranya? Tanamkan pemahaman Islam sebagai sebuah ideologi
(Buletin Studia – No.051/Tahun 2)
Add to Technorati Favorites
Bicara soal tv kita nggak bakalan lepas dari pembahasan soal film dan acara lainnya. Semakin heboh dan keren acara yang ditayangkan televisi, kian ramai pula penontonnya. Dan itu berarti tambang uang bagi pengusaha untuk menarik pembeli lewat iklan. Walhasil, iklan merupakan masalah tersendiri bagi pemirsa televisi.
Iklan kini menjadi produk khusus dan dikemas dengan amat apik. Tujuannya sudah jelas, yakni untuk menggoda dan merayu calon pembeli terhadap produk yang ditawarkannya. Selain iklan yang dikemas secara khusus dalam durasi hitungan detik, malah iklan pun acapkali muncul dalam sebuah film, atau malah film itu sendiri yang bisa dijadikan ajang pasang iklan, tepatnya menciptakan tren. Mau tahu faktanya? Di Amrik sono, sebagian kalangan pernah merasa cemas ketika film seri Ally McBeal sukses, digemari para pemirsa televisi. Penampilan Calista Flockhart yang memang chic sebagai tokoh Ally McBeal dianggap terlalu kurus sampai seperti penderita anoreksia.
Sementara di lain pihak, para pemuja, terutama kalangan remaja, ingin meniru habis-habisan Ally McBeal, termasuk penampilannya yang kurus. Itulah soalnya. Banyak yang cemas, kalau generasi baru Amerika nanti seperti generasi yang cuma makan kentang goreng dan minum Coca Cola. Inilah remaja, yang emang mudah banget tergoda dengan rayuan iklan. Maklum, usia remaja adalah proses pencarian identitas? diri. Bagaimana dengan remaja di negeri ini? Kayaknya nggak jauh beda tuh. Sebab kalo dalam urusan gaya hidup mah remaja kita paling getol menjadi plagiator.
Kenapa iklan di televisi bisa begitu besar pengaruhnya? Sebab televisi adalah media pandang-dengar alias audio visual. Besar banget efeknya. Kalo kamu cuma liat iklan di koran atawa majalah, pengaruhnya nggak begitu kuat. Atau ketika denger iklan dari radio, itu juga nggak begitu heboh ketimbang iklan di televisi. Nah, ngeliat efeknya yang emang kuat itu, iklan kemudian disajikan dengan kemasan yang oke punya. Malah ide-ide yang diciptakan para copywriter dan visualiser iklan bener-bener bisa merangsang imajinasi kita. Berikutnya, kalo kita sampe tergoda untuk membeli produknya, berarti iklan tersebut emang sukses.
Masalahnya sekarang, nggak semua iklan itu mendidik. Malah banyak juga iklan yang tulalit alias nggak nyambung dengan produk yang ditawarkan. Misalkan, kita nggak habis pikir dengan iklan mobil atawa sepeda motor yang selalu menampilkan sisi “bahasa tubuh� wanita. Walhasil, porsi iklan yang mengeksploitasi wanita semakin membesar. Alasannya, konon kabarnya pemirsa menikmatinya dengan senang hati. Dengan begitu, maka wanita emang menjadi “madu� investasi alias tambang uang bagi sebuah industri kapitalisme.
Itu sebabnya, perlombaan menggaet pemirsa untuk membeli produk yang ditawarkan lewat iklan seperti menjadi suatu kaharusan. Sebab, kue iklan yang disajikan begitu besar porsinya untuk media massa elektronik. Sebagai contoh, tahun 1997 saja target belanja iklan untuk televisi sekitar Rp 2,7 trilyun. Dan sejak Januari sampai Mei 1998 TV swasta meraup sekitar 241 milyar perak (Kompas, 17 Juni 1998). Itu artinya, baru sekitar 9 persen saja diraih televisi. Bayangkan bila jumlahnya lebih dari itu. Bisa kamu hitung sendiri kan?
Itu emang data tiga tahun yang lalu. Namun demikian, belanja iklan dari ke tahun berkisar di angka itu. Tentu saja, bila kita melihat secara hitung-hitungan kasar aja, bisa menebak jatah pemasukan televisi lewat iklan emang tinggi, termasuk untuk anggaran tahun ini. Logikanya, media massa seperti televisi ini, memang hidup dari iklan. Itu sebabnya, stasiun televisi berlomba membuat berbagai program acara unggulan yang bakal menyedot perhatian pemirsa. Dan itu berarti mengeruk sebanyak-banyaknya kue iklan. Nggak peduli lagi apakah tayangan klip iklan itu kemudian bakal menjadi racun atau madu bagi pemirsanya. Faktor ini nggak terlalu menjadi soal bagi pengusaha stasiun tv, yang penting fulus, Brur, fulus.
Citra yang menyesatkan
Di tengah gencarnya propaganda gaya hidup yang membungkus perdagangan kapitalisme mutakhir, remaja juga terpaku perhatiannya kesana: rambut yang lurus seperti yang ditampilkan dalam iklan-iklan shampoo; kulit yang putih seperti disarankan iklan segala cream pemutih kulit; ingin perkasa seperti yang tawarkan iklan-iklan minuman berenergi, gaya hidup santai dan penampilan modis, bahkan dalam dunia profesional seperti dalam Ally McBeal; dan seterusnya.
Bila pengusaha iklan dan dunia industri televisi menganggap iklan sebagai madu, tapi tidak bagi pemirsa, iklan bisa berubah menjadi racun. Terutama tayangan iklan yang memberikan pengaruh yang sangat negatif bagi pertumbuhan dan perkembangan kepribadian pemirsanya, khususnya anak-anak dan remaja. Akhirnya, nggak sedikit yang kemudian menjadi korban iklan.
Parahnya lagi, pengelola televisi berani menayangkan iklan yang bermasalah di saat prime time (waktu utama) yakni antara jam tujuh malam sampai jam sembilan malam. Dan itu berarti semua lapisan pemirsa menyaksikannya tanpa kecuali, termasuk anak-anak. Sebab Iklan yang menyelingi acara televisi itu kacau bin parah banget. Walhasil, saat kita menonton televisi sering diselingi dengan iklan-iklan obat kuat, minuman berenergi, dan maaf, iklan pakaian dalam dst. Dan, seperti melengkapi kerusakannya, iklan tersebut dikemas dengan amat berlebihan.
Brur, kayaknya dalam iklan juga telah terjadi penekanan terhadap pentingnya kaum perempuan untuk selalu tampil memikat dengan mempertegas sikap kewanitaannya secara biologis. Seperti memiliki waktu menstruasi (iklan-iklan pembalut wanita), memiliki rambut lurus yang panjang (iklan shampo). Selain itu, iklan televisi juga memberikan pencitraan maskulin, yakni mempertontonkan kejantanan, otot laki-laki, ketangkasan, keberanian menantang bahaya, keuletan, keteguhan hati, bagian-bagian tertentu dari kekuatan daya tarik laki-laki sebagai bagian dari citra maskulin.
Iklan model begitu sudah banyak banget. Berdesakan mempengaruhi pikiran kita. Sekaligus iklan-iklan yang ada ini menjungkir-balikkan aturan yang telah dibuat Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I). Lembaga ini telah menyusun dan menyepakati berlakunya Tata Krama Periklanan Indonesia. Misalnya, pada Bab IV, “Hubungan dengan Konsumen� pasal 7 disebutkan: setiap iklan harus menjunjung tinggi kesopanan, kejujuran, dan kebenaran yang disampaikan dengan bahasa Indonesia atau bahasa daerah yang benar.
Lebih jelasnya, pasal tersebut yang menekankan pada kesopanan, kejujuran, dan kebenaran sebagai berikut: a) kesopanan: dalam hal ini iklan tidak boleh mengandung pernyataan-pernyataan atau ilustrasi yang merusak tata sopan santun masyarakat, tidak boleh menimbulkan rasa takut, jijik dan sebagainya; b) kejujuran: dalam hal ini tidak boleh mensalah-gunakan atau memanipulir batas-batas kepercayaan, kekurangan pengetahuan dan pengalaman konsumen; c). kebenaran: dalam hal ini iklan tidak boleh memperdayakan konsumen melalui penyajian yang dapat disalah-tafsirkan yang berarti menyesatkan konsumen.
Khusus pasal 10 Tata Krama Periklanan Indonesia ini tentang anak-anak dan remaja. Disebutkan, iklan-iklan yang ditujukan kepada kelompok anak-anak dan kaum remaja hendaknya: a) tidak mengandung pernyataan serta ilustrasi yang dapat merusak pertumbuhan rohani serta jasmani mereka; b) tidak memberikan harapan yang berlebihan kepada mereka yang menderita fisik maupun mental.
Namun apa yang terjadi? Pasar anak-anak dan remaja ini adalah pasar gemuk alias potensial. Makanya, iklan untuk segmen ini bejibun banget. Iklan permen, chiki, es krim, minuman ringan, coklat, kosmetik, pasta gigi, sampai pakaian selalu hadir dan menggoda remaja dan anak-anak untuk komsumtif. Iklan televisi menjadi sarana untuk menikmati mimpi-mimpi indahnya. Walhasil, semua mimpi ditawarkan televisi lewat iklan, film, dan acara-acara lainnya. Ibaratnya, televisi sudah menjadi ortu kedua bagi remaja dan anak-anak.
Tidak mengherankan bila kehangatan keluarga yang dulu bisa berlangsung di ruang keluarga, kini sudah digantikan televisi. Dan di Indonesia, televisi sudah menjadi bagian dari ruang tamu kita semua, Brur. Maka, pertama-tama bila kita menatap furniture yang ada di rumah, maka yang tersentuh pertama kali adalah di mana akan menata televisi. Karena itu, kini ada guyonan. Ingatan kehidupan hanya ada dua. Pertama, rumah tempat tinggal kita, dan kedua, televisi kita. Karena itu, televisi menjadi penting bagi dunia anak-anak itu sendiri. Mengingat televisi tidak bisa dimatikan, maka televisi adalah ensiklopedi baru bagi anak-anak masa kini. Televisi merupakan jendela untuk masyarakat melakukan urbanisasi. Apalagi dalam suatu masyarakat yang bergerak dari budaya pracetak, cetak, lalu radio, dan televisi. Tahapan gerakan budaya itu tidak dalam satu tahap linear, tetapi melompat-lompat luar biasa. Waduh, heboh banget, ya?
Wina Rini Wilman, Phd, pengajar psikologi perkembangan anak dan psikologi keluarga di Universitas Indonesia mengatakan, bahwa bagi remaja, teman-teman di dalam kelompok (peer group) memang sangat menentukan. Mereka inilah yang berpengaruh pada para remaja ini, yang umumnya sedang belajar untuk independen dari orangtuanya. Proses pencarian identitas diri berikut usaha untuk independen itu menjadikan mereka rentan terhadap berbagai pengaruh lingkungan, termasuk iklan yang menggambarkan bahwa cantik itu penting dalam pergaulan, atau pula digambarkannya citra kecantikan dengan ukuran tertentu seperti kulit putih, rambut lurus, dan semacamnya. Pengaruh iklan ini bukan terbatas pada iklan-iklan dari produk yang memang dikhususkan bagi remaja, namun juga produk-produk lain, yang meski bukan produk untuk remaja tetapi menggunakan model remaja. Propaganda untuk hal-hal seperti ini semakin gencar sekarang, berbeda taruhlah dibanding sekitar 15-20 tahun lalu (Kompas, 18 Februari 2001)
Pola hidup sederhana
Brur, iklan televisi telah menawarkan segala mimpi dan menciptakan masyarakat konsumtif. Gimana nggak, kita dibuat sulit untuk membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Sebab, masyarakat kapitalistik sengaja menciptakan kerancuan ini. Mereka mencari cara bagaimana mengubah imej keinginan menjadi kebutuhan. Padahal itu adalah dua sisi yang berbeda. Keinginan tidak sama dengan kebutuhan. Sebab, keinginan adalah harapan yang tidak mesti untuk dipenuhi. Atau dengan kata lain, keinginan tidak bakal menyebabkan kita menderita bila tidak terpenuhi. Tapi kebutuhan, jelas bisa menyebabkan pengaruh besar kepada kita. Dengan kata lain, kebutuhan mutlak untuk dipenuhi. Utamanya kebutuhan primer.
Ketika ada iklan yang menawarkan baju bermerek dan modelnya oke punya, tentu aja urat-urat keinginan kamu ditarik-tarik untuk segera membelinya. Padahal kamu sudah punya baju merek lain yang nggak kalah kualitasnya. Namun karena tergoda rayuannya, akhirnya kamu beli juga baju itu. Itu namanya, kamu nggak bisa membedakan antara keinginan dengan kebutuhan.
Kita udah sering liat iklan produk televisi dengan beragam kualitas dan spesifikasi. Padahal, intinya sama, yakni televisi. Tapi masih juga dihadirkan dalam bentuk televisi flat (layar datar), kualitas tata suara, ukuran, kejernihan gambar, dan lain sebagainya. Pokoknya merangsang pemirsa untuk tanpa sadar membelinya. Produk lemari es aja begitu bervariasi. Nggak cukup menggoda pemirsa dengan model satu pintu, dibuatlah produk dua pintu dengan iklannya yang heboh. Masih belum cukup menarik pembeli? Dikeluarkan produk teranyar dengan ukuran yang jumbo menyamai ukuran kamar tidur. Iklannya pun sudah pasti dibuat sedramatis mungkin.
Iklan lain pun berjubel mendatangi kita tanpa bisa ditolak lagi. Lama-lama kita jadi terbius untuk bergaya hidup konsumtif. Karena memang kita udah dikondisikan dengan budaya tersebut. Jadi, batas antara keinginan dengan kebutuhan menjadi kabur alias sulit dibedakan. Karuan aja, ini menyimpan masalah besar, Brur. Pada level tertentu kita menjadi orang yang gandrung dengan iklan dan akhirnya menjadi pasar empuk untuk produk-produk perdagangan kapitalistik. Pola hidup sederhana merupakan barang langka bagi keluarga muslim saat ini. Yang ada dalam benak masyarakat kita sekarang adalah bagaimana meraih sebanyak-banyaknya kenikmatan duniawi.
Makna kebahagiaan pun telah berubah, yang seharusnya tercapainya ridho Allah Swt. menjadi banyaknya materi yang berhasil dikoleksi. Padahal, kenikmatan materi itu akan lenyap. Firman Allah Swt.:
Apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal.� (QS an-Nahl [16]: 96)
Sabda Rasulullah saw.:�Siapa yang hasratnya adalah dunia, maka Allah mencerai-beraikan urusannya, membuatnya takut terhadap harta kekayaannya, menjadikan kefakiran tampak di depan matanya, dan sebagian dari keduaniaan tidak datang kepadanya melainkan yang sudah ditetapkan baginya. Siapa yang hasratnya adalah akhirat, maka Allah menghimpun hasratnya, menjaga hartanya, menjadikan kekayaan ada di dalam hatinya dan dunia datang kepadanya dalam keadaan yang hina.� (HR Ahmad, ad-Darimy, Ibnu Hibban dan Ibnu Majah)
Namun Brur, pola hidup sederhana bukanlah akhir dari segala solusi. Sebab bila masyarakat dan negaranya masih getol memelihara budaya konsumtif, bukan mustahil keteguhan pola hidup sederhana dari individu ini akan jebol juga. Jadi, kita pun kudu mengubah masyarakat dengan Islam. Caranya? Tanamkan pemahaman Islam sebagai sebuah ideologi
(Buletin Studia – No.051/Tahun 2)
Perjalanan Belum Berakhir
Posted in Buletin Studia Tahun kedua by abu fikri on the April 16th, 2007
Tahun ajaran 2000/2001 akan habis dalam hitungan hari saja. Bagi kamu yang udah kelas tiga (SMP dan SMU), kayaknya lagi sibuk menghadapi pertarungan “hidup-mati� dalam Ebtanas. Ibaratnya, kalo di Seri A Liga Italia, menjelang musim kompetisi berakhir, klub-klub sibuk mempertahankan posisinya kalo nggak mau ter-degradasi ke Seri B. Malah, bila memungkinkan berusaha keras untuk mengejar jadi scudeto alias juara atau memantapkan posisi untuk berlaga musim depan di kompetisi Liga Champions atawa Piala UEFA. Lain di dunia sepakbola, lain pula di dunia pendidikan.
Bagi yang orientasinya belajar, segala bekal untuk memenangi pertandingan jelas sudah dikumpulkan sejak awal tahun. Tapi bagi yang madol sih, taktiknya adalah SKS alias Sistem Kebut Semalam, dengan alasan karena nggak punya target dalam mengejar prestasi. Wah, jangan sampe deh. Namun, walau bagaimana pun juga, mau nggak mau kamu harus siap. Dan hasilnya pun cuma dua; sukses dan gagal total. Untuk masalah ini, kita-kita yakin kamu udah paham betul.
Brur, tulisan ini sekadar renungan buat kamu. Suer, ini semacam catatan akhir tahun ajaran deh. Bukan apa-apa, kita kudu mengevaluasi juga, apakah selama setahun ini belajar kamu di sekolah udah ada kemajuan; baik dari sisi akademis maupun kepribadian kamu? Tentu yang bisa jawab orang per orang cuma kamu. Tapi, kita juga punya catatan tentang kamu semua secara global.
Hasilnya? Kita prihatin banget dengan rapor kamu yang masih banyak merahnya. Parahnya lagi, yang merah itu bukan cuma dari sisi akademis, tapi juga dari kehidupan kamu sebagai manusia. Berbagai catatan buruk tentang pelajar kayaknya udah banyak dipaparin di buletin kesayangan kita ini; mulai soal narkoba, seks bebas, kriminalitas, tawuran, sampai urusan cueknya remaja terhadap pendidikan agama. Ini harus kita akui lho, alias nggak bisa dipungkiri. Nah, melihat potret buram sebagian besar remaja Islam, tentu kita nggak boleh tinggal diam. Tapi kudu ada tindakan kongkrit alias nyata untuk menyelesaikan problem ini, Non.
Nah, dengan demikian, tentu kita nggak bisa terus nyantai dan hura-hura doang. Dengan kata lain, dalam hidup ini kita kudu punya tujuan dan target yang jelas. Jadi, setelah lulus bukan berarti beres segalanya. Seolah-olah tugas kamu dalam belajar sampai di bangku sekolahan aja. Setelah itu, bebas merdeka. Makanya, bagi temen-temen yang boleh dibilang nggak punya target dan tujuan yang jelas dan benar, sekolah itu cuma untuk modal nyari teman atau jaga gengsi doang. Nggak lebih dari itu. Titik.
Sehingga kita bisa lihat sepak terjang sebagian besar temen remaja yang begitu. Kasihan memang. Namun apa mau dikata, remaja kita kayaknya akrab banget dengan segala hal yang berbau kebebasan. Malah, bagi sebagian remaja yang lain, sekolah itu ibarat kerangkeng penjara Vietkong. Mengerikan. Akibatnya, menyandang predikat pelajar hanya sekadar jaga status aja. Sebab dalam praktiknya, mereka lebih memilih untuk “belajar� di jalan. Entah tawuran, entah jadi kembang jalanan, entah jadi bandit kelas teri, entah…, kita nggak tega menyebutkannya lagi, Brur.
Menatap masa depan
Benar, kita kudu menatap masa depan dengan cerah dan jelas lengkap dengan tujuan dan targetnya. Soalnya, kita hidup bukan sekadar tumbuh, berkembang, lalu mati. Bukan, bukan senaif itu. Bagi orang yang panjang akalnya—bukan panjang angan-angannya—pasti hidup ini adalah bagian dari sebuah perjuangan untuk meraih masa depan. Baik masa depan di dunia, maupun masa depan dari segala masa depan, yakni akhirat.
Sobat, itu sebabnya, berakhirnya tahun ajaran di sekolah kamu masing-masing bukanlah akhir dari sebuah perjalanan hidup. Yang dengan begitu, kamu merasa lega dan bebas. Sehingga seringkali diekspresikan dengan sangat berlebihan. Bahkan beragam pesta siap digelar. Coba, kamu bisa lihat sendiri, minggu-minggu kemarin aja “pesta pylox� udah menghiasi seluruh sudut kota. Temen-temen remaja yang merasa yakin lulus ujian sangat bernafsu untuk menyemprotkan “pylox� ke wajah, baju, rambut, dan segalanya. Bangga? Tentu saja, luapan emosi yang telah lama dipendam itu mencair dalam gegap gempita pesta. Bagaimana dengan NEM? Ah, cukup nilainya lima koma alhamdulillah. Atau malah banyak yang rata-rata NEM-nya angka delapan ngakak alias tiga. Kayaknya persoalan ini nggak terlalu mendapat perhatian, sebab bagi temen-temen remaja yang nggak punya idealisme nilai akademis bukan lagi sesuatu yang kudu diraih dengan keras. Waduh, kalo begini faktanya, bagaimana wajah masa depan bangsa ini? Carut-marut udah pasti. Sekarang aja udah keleleran begini, apalagi nanti saat remajanya getol dengan gaya hidup yang jauh dari nilai-nilai Islam.
Bicara soal masa depan, kita kudu memperhatikan tujuan dan target kita. Insya Allah, bila kita udah punya rancangan yang jelas, istilah kerennya blue print untuk perjalanan hidup kita, maka nggak bakalan kita gamang dalam menjalani kehidupan ini. Kita bisa mengontrol aktivitas dalam hidup kita. Bahkan kitapun punya standar alias patokan dalam menentukan benar dan salah. Nah, bagi seorang muslim, jelas standar dalam perbuatannya adalah apa yang sudah tercantum dalam sumber hukum Islam, yakni al-Quran, as-Sunnah, ijma shahabat, dan qiyas. Selain itu, nggak boleh dijadikan patokan untuk menata kehidupan kita di dunia ini.
Apa sih tujuan hidup kita? Sebelum menjawab pertanyaan ini, kamu kudu tahu dulu siapa kamu sebenarnya. Artinya, kamu kudu yakin betul dengan keberadaan kamu di dunia ini; dari mana, mau ngapain, dan akan ke mana setelah kehidupan di dunia ini. Ini wajib lho, sebab hal ini adalah akidah kita. Landasan dalam berpikir dan berbuat kita.
Bicara soal keberadaan kita, tentu kita kudu berpikir bahwa adanya kita bukan dengan satu mantra “sim sala bim� dari tukang sulap. Nggak lha yauw. Kamu, dan kita semua berasal dari Allah. Itu pasti. Sebab nggak ada yang ujug-ujug muncul di dunia. Pasti ada yang menciptakan kita. Sebagai contoh, kamu tahu pulpen kan? Ya, siapapun orangnya, pasti akan mengetahui dengan pasti bahwa keberadaan pulpen itu tidak ada dengan sendirinya. Tapi diciptakan oleh seseorang. Meski kita nggak lihat proses pembuatannya dan siapa yang membuatnya. Nah, apalagi dengan alam semesta, manusia, dan kehidupan ini—yang yang lebih kompleks—pasti ada peran pencipta yang jauh lebih hebat dari segala makhluk yang ada di dunia ini. Allah Swt. lah? yang menciptakan semuanya yang ada di langit dan di bumi. Firman Allah:
“Dan tidakkah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi itu berkuasa menciptakan kembali jasad-jasad mereka yang sudah hancur itu? Benar, Dia berkuasa. Dan Dialah Maha Pencipta lagi Maha Mengetahui.â€? (QS Y?¢s?®n [36]: 81)
Brur, kalo kita udah tahu dari mana “datangnya� kita, berarti kita udah harus tahu mau ngapain kita di dunia ini. Iya kan? Jelas dong. Itu sebabnya Allah kembali menjelaskan kepada manusia tentang tugas keberadaannya di dunia ini. Firman Allah Swt.:
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.â€? (QS adz-Dz?¢riy?¢t [51]: 56)
Ibadah kepada Allah itu bukanlah sekadar kita malaksanakan sholat, puasa, menunaikan zakat. Nggak sesederhana itu. Sebab, kita pun diperintahkan oleh Allah Swt. untuk melaksanakan semua perintah-Nya, dan itu berarti adalah bagian dari ibadah, termasuk wajib beridentitas islami.
Dengan demikian, tujuan kita yang paling akhir adalah akhirat. Firman Allah Swt.:
“Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?â€? (QS al-An’?¢m [6]: 32)
Akhirnya, kita memang kudu serius memahami tujuan dan target kita dalam kehidupan ini. Nggak boleh seorang pun, termasuk remaja, yang hidup dunia ini sekadar main-main saja. Berbahaya!
Nah, dengan demikian, jadikanlah akhir tahun ajaran ini sebagai titik tolak untuk melakukan perjalanan panjang berikutnya, mumpung dunia belum berakhir. Itu sebabnya, mulai sekarang benahi pikiran dan perasaan kamu dengan nilai-nilai Islam. Caranya? Kamu kudu merelakan waktu dan tenaga untuk belajar tentang Islam lebih mendalam.
(Buletin Studia – No.052/Tahun 2)
Tahun ajaran 2000/2001 akan habis dalam hitungan hari saja. Bagi kamu yang udah kelas tiga (SMP dan SMU), kayaknya lagi sibuk menghadapi pertarungan “hidup-mati� dalam Ebtanas. Ibaratnya, kalo di Seri A Liga Italia, menjelang musim kompetisi berakhir, klub-klub sibuk mempertahankan posisinya kalo nggak mau ter-degradasi ke Seri B. Malah, bila memungkinkan berusaha keras untuk mengejar jadi scudeto alias juara atau memantapkan posisi untuk berlaga musim depan di kompetisi Liga Champions atawa Piala UEFA. Lain di dunia sepakbola, lain pula di dunia pendidikan.
Bagi yang orientasinya belajar, segala bekal untuk memenangi pertandingan jelas sudah dikumpulkan sejak awal tahun. Tapi bagi yang madol sih, taktiknya adalah SKS alias Sistem Kebut Semalam, dengan alasan karena nggak punya target dalam mengejar prestasi. Wah, jangan sampe deh. Namun, walau bagaimana pun juga, mau nggak mau kamu harus siap. Dan hasilnya pun cuma dua; sukses dan gagal total. Untuk masalah ini, kita-kita yakin kamu udah paham betul.
Brur, tulisan ini sekadar renungan buat kamu. Suer, ini semacam catatan akhir tahun ajaran deh. Bukan apa-apa, kita kudu mengevaluasi juga, apakah selama setahun ini belajar kamu di sekolah udah ada kemajuan; baik dari sisi akademis maupun kepribadian kamu? Tentu yang bisa jawab orang per orang cuma kamu. Tapi, kita juga punya catatan tentang kamu semua secara global.
Hasilnya? Kita prihatin banget dengan rapor kamu yang masih banyak merahnya. Parahnya lagi, yang merah itu bukan cuma dari sisi akademis, tapi juga dari kehidupan kamu sebagai manusia. Berbagai catatan buruk tentang pelajar kayaknya udah banyak dipaparin di buletin kesayangan kita ini; mulai soal narkoba, seks bebas, kriminalitas, tawuran, sampai urusan cueknya remaja terhadap pendidikan agama. Ini harus kita akui lho, alias nggak bisa dipungkiri. Nah, melihat potret buram sebagian besar remaja Islam, tentu kita nggak boleh tinggal diam. Tapi kudu ada tindakan kongkrit alias nyata untuk menyelesaikan problem ini, Non.
Nah, dengan demikian, tentu kita nggak bisa terus nyantai dan hura-hura doang. Dengan kata lain, dalam hidup ini kita kudu punya tujuan dan target yang jelas. Jadi, setelah lulus bukan berarti beres segalanya. Seolah-olah tugas kamu dalam belajar sampai di bangku sekolahan aja. Setelah itu, bebas merdeka. Makanya, bagi temen-temen yang boleh dibilang nggak punya target dan tujuan yang jelas dan benar, sekolah itu cuma untuk modal nyari teman atau jaga gengsi doang. Nggak lebih dari itu. Titik.
Sehingga kita bisa lihat sepak terjang sebagian besar temen remaja yang begitu. Kasihan memang. Namun apa mau dikata, remaja kita kayaknya akrab banget dengan segala hal yang berbau kebebasan. Malah, bagi sebagian remaja yang lain, sekolah itu ibarat kerangkeng penjara Vietkong. Mengerikan. Akibatnya, menyandang predikat pelajar hanya sekadar jaga status aja. Sebab dalam praktiknya, mereka lebih memilih untuk “belajar� di jalan. Entah tawuran, entah jadi kembang jalanan, entah jadi bandit kelas teri, entah…, kita nggak tega menyebutkannya lagi, Brur.
Menatap masa depan
Benar, kita kudu menatap masa depan dengan cerah dan jelas lengkap dengan tujuan dan targetnya. Soalnya, kita hidup bukan sekadar tumbuh, berkembang, lalu mati. Bukan, bukan senaif itu. Bagi orang yang panjang akalnya—bukan panjang angan-angannya—pasti hidup ini adalah bagian dari sebuah perjuangan untuk meraih masa depan. Baik masa depan di dunia, maupun masa depan dari segala masa depan, yakni akhirat.
Sobat, itu sebabnya, berakhirnya tahun ajaran di sekolah kamu masing-masing bukanlah akhir dari sebuah perjalanan hidup. Yang dengan begitu, kamu merasa lega dan bebas. Sehingga seringkali diekspresikan dengan sangat berlebihan. Bahkan beragam pesta siap digelar. Coba, kamu bisa lihat sendiri, minggu-minggu kemarin aja “pesta pylox� udah menghiasi seluruh sudut kota. Temen-temen remaja yang merasa yakin lulus ujian sangat bernafsu untuk menyemprotkan “pylox� ke wajah, baju, rambut, dan segalanya. Bangga? Tentu saja, luapan emosi yang telah lama dipendam itu mencair dalam gegap gempita pesta. Bagaimana dengan NEM? Ah, cukup nilainya lima koma alhamdulillah. Atau malah banyak yang rata-rata NEM-nya angka delapan ngakak alias tiga. Kayaknya persoalan ini nggak terlalu mendapat perhatian, sebab bagi temen-temen remaja yang nggak punya idealisme nilai akademis bukan lagi sesuatu yang kudu diraih dengan keras. Waduh, kalo begini faktanya, bagaimana wajah masa depan bangsa ini? Carut-marut udah pasti. Sekarang aja udah keleleran begini, apalagi nanti saat remajanya getol dengan gaya hidup yang jauh dari nilai-nilai Islam.
Bicara soal masa depan, kita kudu memperhatikan tujuan dan target kita. Insya Allah, bila kita udah punya rancangan yang jelas, istilah kerennya blue print untuk perjalanan hidup kita, maka nggak bakalan kita gamang dalam menjalani kehidupan ini. Kita bisa mengontrol aktivitas dalam hidup kita. Bahkan kitapun punya standar alias patokan dalam menentukan benar dan salah. Nah, bagi seorang muslim, jelas standar dalam perbuatannya adalah apa yang sudah tercantum dalam sumber hukum Islam, yakni al-Quran, as-Sunnah, ijma shahabat, dan qiyas. Selain itu, nggak boleh dijadikan patokan untuk menata kehidupan kita di dunia ini.
Apa sih tujuan hidup kita? Sebelum menjawab pertanyaan ini, kamu kudu tahu dulu siapa kamu sebenarnya. Artinya, kamu kudu yakin betul dengan keberadaan kamu di dunia ini; dari mana, mau ngapain, dan akan ke mana setelah kehidupan di dunia ini. Ini wajib lho, sebab hal ini adalah akidah kita. Landasan dalam berpikir dan berbuat kita.
Bicara soal keberadaan kita, tentu kita kudu berpikir bahwa adanya kita bukan dengan satu mantra “sim sala bim� dari tukang sulap. Nggak lha yauw. Kamu, dan kita semua berasal dari Allah. Itu pasti. Sebab nggak ada yang ujug-ujug muncul di dunia. Pasti ada yang menciptakan kita. Sebagai contoh, kamu tahu pulpen kan? Ya, siapapun orangnya, pasti akan mengetahui dengan pasti bahwa keberadaan pulpen itu tidak ada dengan sendirinya. Tapi diciptakan oleh seseorang. Meski kita nggak lihat proses pembuatannya dan siapa yang membuatnya. Nah, apalagi dengan alam semesta, manusia, dan kehidupan ini—yang yang lebih kompleks—pasti ada peran pencipta yang jauh lebih hebat dari segala makhluk yang ada di dunia ini. Allah Swt. lah? yang menciptakan semuanya yang ada di langit dan di bumi. Firman Allah:
“Dan tidakkah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi itu berkuasa menciptakan kembali jasad-jasad mereka yang sudah hancur itu? Benar, Dia berkuasa. Dan Dialah Maha Pencipta lagi Maha Mengetahui.â€? (QS Y?¢s?®n [36]: 81)
Brur, kalo kita udah tahu dari mana “datangnya� kita, berarti kita udah harus tahu mau ngapain kita di dunia ini. Iya kan? Jelas dong. Itu sebabnya Allah kembali menjelaskan kepada manusia tentang tugas keberadaannya di dunia ini. Firman Allah Swt.:
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.â€? (QS adz-Dz?¢riy?¢t [51]: 56)
Ibadah kepada Allah itu bukanlah sekadar kita malaksanakan sholat, puasa, menunaikan zakat. Nggak sesederhana itu. Sebab, kita pun diperintahkan oleh Allah Swt. untuk melaksanakan semua perintah-Nya, dan itu berarti adalah bagian dari ibadah, termasuk wajib beridentitas islami.
Dengan demikian, tujuan kita yang paling akhir adalah akhirat. Firman Allah Swt.:
“Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?â€? (QS al-An’?¢m [6]: 32)
Akhirnya, kita memang kudu serius memahami tujuan dan target kita dalam kehidupan ini. Nggak boleh seorang pun, termasuk remaja, yang hidup dunia ini sekadar main-main saja. Berbahaya!
Nah, dengan demikian, jadikanlah akhir tahun ajaran ini sebagai titik tolak untuk melakukan perjalanan panjang berikutnya, mumpung dunia belum berakhir. Itu sebabnya, mulai sekarang benahi pikiran dan perasaan kamu dengan nilai-nilai Islam. Caranya? Kamu kudu merelakan waktu dan tenaga untuk belajar tentang Islam lebih mendalam.
(Buletin Studia – No.052/Tahun 2)
Permisivisme ala Angin Malam
Posted in Buletin Studia Tahun kedua by abu fikri on the April 16th, 2007
Dewi Hughes, presenter bertubuh subur dengan gayanya yang khas kerap muncul membawakan acara Angin Malam-nya RCTI. Sebuah acara yang dikemas secara live dengan tema-tema yang sedikit nyerempet (mobil kali?). Maksudnya tema-tema yang kerap dihadirkan nggak jauh dari urusan perilaku seksual atau yang bernuansa seks.
Biasanya, acara yang ditayangkan tiap hari Sabtu jam setengah dua belas malam ini menghadirkan narasumber dari kalangan psikolog. Sebab, acara ini emang banyak menyoroti perilaku manusia. Kemudian sebagai tamunya, biasanya dari kalangan seleb yang udah beken di kalangan pemirsa.
Tema acara sebenarnya menarik, dan awalnya mungkin ditujukan untuk membahas persoalan yang cukup dekat dengan kehidupan di masyarakat. Namun sayangnya tidak diikuti dengan pesan dan penyelesaian yang benar. Soalnya, acara yang disiarkan langsung dari lantai 6 Hotel Indonesia ini tidak memberikan solusi apa pun di akhir acaranya.
Celakanya lagi, acara ini seperti diset untuk melegalkan aktivitas yang sedang dibahas. Buktinya, meskipun selalu menghadirkan narasumber, namun pemirsa sengaja “diikat� pikirannya untuk menerima kesimpulan apa adanya. Malah Hughes wanti-wanti banget supaya pemirsa yang akan memberikan saran nggak boleh menurut aturan agama alias jangan menilai dari sudut pandang agama. Wah, gimana urusannya?
Nah, itulah parahnya, acara ini nggak ada bedanya dengan legalisasi atas kerusakan. Kenapa? Soalnya, tema yang diusung sebetulnya menarik bila kemudian dikritisi dengan pandangan agama, khususnya Islam. Tapi yang terjadi kan nggak. Jelas ini bermasalah. Sebab, tema yang dihadirkannya menyangkut problem kehidupan. Kalo agama nggak boleh mensikapi, lalu buat apa ngebahas masalah tersebut? Iya nggak? Padahal, obrolan itu dalam rangka mensikapi perilaku yang menyimpang. Misalkan, pernah mengangkat tema transeksual (“pindah� jenis kelamin) dan? homoseksual (gay dan lesbian). Dalam pandangan Islam, tentu saja ini tidak dibenarkan, sebab itu termasuk aktivitas yang melanggar syariat dan jelas ada sanksinya bagi yang melakukan perbuatan tersebut.
Contoh kasus, pada penayangan tanggal 5 Mei 2001, dibahas tentang homoseksual, khususnya lesbian. Dengan narasumber dari psikolog, bintang tamunya Ersa Mayori dan Cut Mini. Setelah ngomong ngalor-ngidul seputar lesbian ini, kesimpulannya diserahkan kepada masing-masing individu (baca: pemirsa). Alasannya, faktanya sudah ada dan banyak yang melakukannya. Kalo pun masyarakat sampai saat ini tidak bisa menerima kehadiran dari penyimpangan seksual itu, disarankan bagi yang merasa “mengidap� homoseksual untuk tidak mengeksposnya. Maksudnya jangan terang-terangan. Wah, inilah jadinya bila urusan kehidupan diserahkan kepada manusia. Berantakan, Brur! Padahal dalam pandangan Islam, kasus homoseksual ini kudu diberi sanksi karena melanggar syariat (lengkapnya kamu baca kembali Studia edisi 022/Tahun I).
Sampah dong acara itu? Bolehlah kita bilang begitu. Sebab, lucu dan menggelikan tentunya. Suer, naif banget kan bila kita bicara kriminalitas, tapi nggak boleh bicara hukum? Itu namanya orang yang punya masalah tapi nggak mau menyelesaikan dengan tuntas. Dengan begitu, yang dicari bukan kebenaran, tapi pembenaran dari masalah yang sedang dibahas. Heran, kenapa bisa begitu, ya? Brur, alasannya, kerap kali orang jaman sekarang ini menggunakan tameng HAM alias Hak Asasi Manusia untuk melegalkan aktivitas bejatnya. Wah, wah, wah, amburadul banget.
HAM: Senjata untuk maksiat
Sadis banget nuduh begitu? Kita nggak nuduh, Non. Soalnya, faktanya kan emang begitu. Remaja sekarang, udah pandai berdalih untuk urusan gaya hidupnya. Itu emang nggak lepas dari pola kehidupan yang sudah menjasad dalam dirinya. Bayangin, dari mulai kita melek sampai saat ini, kita terbiasa hidup dengan aturan Kapitalisme yang dominan banget dalam kehidupan kita. Seolah kita nggak punya pilihan lain dalam mengatur kehidupan ini. Walhasil, bagi yang pikirannya buntu, udah aja menelan mentah-mentah aturan dalam kehidupan ini. Tapi bagi yang sedikit kritis namun bokek dalam urusan keimanan dan ketakwaan, awalnya bisa jadi doi risih juga, tapi karena nggak ada pilihan, akhirnya mau juga. Ibarat kita masuk WC, awalnya kan misuh-misuh juga dengan baunya yang bikin enek, tapi karena butuh, akhirnya tiap hari didatengin. Iya nggak?
Ngomong-ngomong soal HAM, kita perlu membongkar apa sih yang diinginkan dari pembuatnya? Kamu wajib tahu juga dong. Dalam pandangan sistem Kapitalisme, yakni sistem yang berlandaskan pemisahan antara agama dengan politik (kehidupan), hak individu sangat dijunjung tinggi, bahkan oleh negara sekalipun. Seseorang dibiarkan untuk melakukan apa saja. Permisif alias serba boleh banget. Pokoknya terserah berbuat apa pun sesuka hatinya. Dan itu nggak ada sanksinya, kecuali bila tindakannya merugikan orang lain.
Kok bisa begitu ya? Kamu jangan heran bin aneh, sebab sistem ini—yang sekarang mengatur kehidupan kita—memang buatan manusia. Bayangin aja, masak agama dipisahkan dari politik (kehidupan). Ini jelas nggak wajar. Itu artinya, agama nggak boleh mengurusi problem kehidupan manusia. Dengan kata lain agama nggak boleh ikut campur dalam menata kehidupan. Itu sebabnya, agama cukup diterapkan oleh individu sebatas urusan ibadah ritual. Untuk masalah sosial, ekonomi, politik, pendidikan, pemerintahan, peradilan, dan hukum diserahkan kepada penguasa dengan aturan buatan manusia. Inilah jalan kompromi yang kemudian melahirkan sistem rusak ini.
Brur, ada empat ide pokok dalam HAM. Semuanya bicara tentang kebebasan.
Pertama, kebebasan berakidah (beragama). Nah, ide ini menurut pembuatnya, menyatakan bahwa setiap orang boleh memilih untuk beragama atau tidak. Kemudian, boleh juga berpindah-pindah agama sesuka hatinya. Kacaunya lagi mereka menggunakan ayat al-Quran seperti, firman Allah Swt.:
Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam);� (QS al-Baqarah [2]: 256)
Dalam pandangan Islam, seseorang tidak dibenarkan berbuat demikian. Dan sebenarnya ayat tersebut tidak bisa digunakan sebagai dalil untuk beragama atau tidak. Karena ayat itu ditujukan kepada orang-orang kafir. Mereka tidak dipaksa untuk masuk Islam. Tapi bila seseorang sudah masuk Islam, maka ia harus tunduk dan patuh pada aturan Islam, termasuk tidak dibenarkan keluar dari Islam. Sabda Rasulullah saw.: “Siapa saja yang mengganti agama (Islam)-nya, maka bunuhlah dia.� (HR, Ahmad, Bukhari, Muslim, Asshhabus Sunnan)
Nah, kalo sekarang? Pindah agama aja nggak dipersoalkan. Jangankan gitu, seorang muslim pun gaya hidupnya sudah tidak mencirikan identitas islami lagi. Kacau kan? Inilah rusaknya HAM. Mentang-mentang atas nama HAM, akhirnya boleh berbuat sesukanya. Nggak peduli kalo itu bertentangan dengan Islam.
Kedua, ide kebebasan berpendapat. Dalam pandangan sistem kapitalisme, itu berarti setiap orang boleh ngomong apa saja dan dari sudut pandang apa saja. Bebas merdeka untuk ngomong atau ngelakuin sesukanya, nggak boleh ada yang ngerecokin. Nafsi-nafsi alias individualis.
Namun meski demikian, ini sering terjadi anomali alias? keanehan. Buktinya dalam kasus “Angin Malam� ini, meski katanya demokratis, tapi kita nggak boleh berpendapat atas nama agama. Ya, itulah salah satu anomali demokrasi yang emang bobrok bin bejat. Oya, demokrasi itu sendiri adalah cara mereka bernegara atau istilah kerennya demokrasi adalah format politik standar dari sistem Kapitalisme dalam mengatur pemerintahannya.
Ketiga, kebebasan bertingkah laku. Nah, ini dia. Kebebasan bertingkah laku ini udah amat tertanam dalam perilaku kaum Muslim, terutama remajanya. Buktinya, kita sering menyaksikan teman-temen remaja yang udah nggak peduli lagi dengan aturan agama. Contohnya, dalam urusan makanan aja teman remaja kadang ada yang nggak peduli dengan halal dan haramnya. Main gares aja. Begitu pun dengan dandanan, sebagian besar remaja memilih pakaian sesuai seleranya. Nggak peduli syariat Islam, yang penting modis dan trendi. Liat aja, banyak remaja putri Islam yang udah putus urat malunya dengan berdandan ala kadarnya; bikini, tang-top, swimsuit, dan model dandanan yang memberikan peluang kaum Adam untuk ngejailin.
Nah, termasuk dalam urusan tingkah laku ini adalah kasus gay dan lesbian. Orang mau jadi gay, lesbi, pelacur, bandit, perampok, atau mau selingkuh nggak boleh ada yang ngerecokin, terutama dilarang keras bicara atas nama agama untuk mensikapi persoalan ini. Ya, seperti format acara Angin Malam itu. Masalah dibiarkan mengalir tanpa ada penyelesaian. Dan agama terlarang untuk ikut campur dalam persoalan ini. Rusak berat kan, Brur?
Keempat, adalah kebebasan pemilikan. Ini juga sangat berbahaya, Non. Kalo kamu merhatiin masalah di sekitar kehidupan kamu, pasti bakal geleng-geleng kepala (bukan triping, lho). Kenapa? Kamu tahu hutan kan? Nah, hutan dalam pandangan Islam adalah milik umum yang dikelola oleh negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Namun apa yang terjadi? Ternyata hutan udah dikavling-kavling untuk para konglomerat. Salah satunya si “Raja Hutan� Bob Hasan yang kini jadi warga Nusakambangan.
Untuk persoalan yang lebih dekat dengan kehidupan kamu, bisa ambil contoh tentang kebebasan orang untuk memiliki harta. Masih segar dalam ingatan kita, beberapa minggu yang lalu ada sekelompok pelajar Jakarta yang membajak bis dan menodong penumpangnya serta menguras harta benda mereka. Terus, judi kecil-kecilan juga kerap dilakukan sebagian besar temen remaja. Padahal, judi itu kan termasuk cara mencari harta dari jalan yang nggak bener. Tentu aja harta yang dimilikinya jadi haram. Dan itu emang dilarang dalam Islam.
Inilah rusaknya HAM sobat. Makanya nggak salah-salah amat kan kalo kita bilang bahwa HAM adalah senjata untuk berbuat maksiat. Soalnya, banyak temen-temen remaja ketika berbuat bejat berlindung di balik HAM. Terus terang kita prihatin banget dengan kejadian ini. Lalu apa yang bakal kita perbuat?
Bertahan dan menyerang
Idih, kayak strategi sepak bola aja? Brur, emang ini yang kudu kita lakukan. Bertahan artinya, jangan mudah tergoda dengan paham ini. Soalnya gimana pun juga, permisivisme alias paham serba boleh dalam berbuat jelas merupakan ide yang bertentangan dengan Islam. Sebab Islam mewajibkan bagi setiap Muslim untuk terikat dengan syariat Islam ketika berbuat. Nah, berarti bertahan di sini maksudnya adalah tidak kepincut untuk melakukan perbuatan maksiat. Caranya gimana?
Oke, kamu kudu mengisi pikiran dan perasaan kamu dengan ajaran Islam. Teknisnya, kamu kudu sering bergaul dengan segala bentuk produk Islam. Bisa dari bacaan, artinya kamu kudu sering baca media Islam, contoh buletin kesayangan kita ini (nggak nyombong, lho). Terus kamu juga deketin tuh temen-temen yang emang udah duluan kenal Islam, kuras semua ilmu dalam dirinya. Selain itu, kamu juga bisa aktif hadir di acara yang bertemakan Islam; entah seminar, pengajian umum, atau di majlis taklim dan masjid. Dan sebagai patokannya, kamu jangan memahami Islam sekadar informasi belaka, tapi kamu kudu jadikan Islam sebagai pemahaman. Artinya, Islam bukan sekadar teori belaka, tapi ada aspek amaliahnya. Bahasa kerennya, Islam kudu dipahami sebagai akidah dan syariat alias ideologi. Sekali lagi, ideologi.
Insya Allah dengan taktik ini, kita bisa bertahan dari godaan paham permisivisme ini. Tapi ingat kawan, bertahan juga ada batasnya. Lama-lama bisa berantakan kalo terus-terusan dibombardir. Iya nggak? Itu sebabnya ada taktik untuk menyerang juga. Kita harus melawan paham ini. Caranya? Kita pahami dulu setiap ide yang berkembang di tengah masyarakat dengan kunti alias tekun dan teliti, lalu kita sikapi dengan sudut pandang Islam. Kalo ide itu rusak, ya kita serang. Sekuat kemampuan kita.
Inilah yang termasuk amar makruf nahyi mungkar. Rasulullah bersabda:
“Barangsiapa di antara kamu melihat kemungkaran, maka dia hendaklah mencegah kemungkaran itu dengan tangannya, yakni dengan kekuasaannya. Jika tidak mampu, hendaklah dicegah dengan lidahnya. Kemudian kalau tidak mampu juga, hendaklah dicegah dengan hatinya. Itulah selemah-lemah iman” (HR. Bukhari- Muslim. CD-al-Bayan hadits no. 32)
Oya, karena masalahnya besar, maka nggak bisa dong kita berjuang sendiri-sendiri. Harus berjamaah dan kompak. Sebab, percuma banyak juga kalo jalan masing-masing. Bisa malah tambah berabe. Iya nggak?
Itu sebabnya kita harus menggalang kekuatan dalam melawannya. Inget, Brur, ide permisivisme ini bukan hanya ditebar lewat acara Angin Malam aja, tapi udah banyak di acara lain, dan bahkan dalam kehidupan sehari-hari kita udah sering menjumpainya. Duh, merana banget hidup dalam sistem Kapitalisme ya? Jelas. Oleh karena itu, mari kita perjuangkan penerapan Islam sebagai akidah dan syariat.
Dengan begitu, paham serba boleh (permisivisme) ini nggak bakalan ada lagi dalam kehidupan kita. Negara akan memberangusnya tanpa ampun. Akhirnya, hanya Islam yang jadi patokan dalam kehidupan kita. Beres!
(Buletin Studia – No.050/Tahun 2)
Dewi Hughes, presenter bertubuh subur dengan gayanya yang khas kerap muncul membawakan acara Angin Malam-nya RCTI. Sebuah acara yang dikemas secara live dengan tema-tema yang sedikit nyerempet (mobil kali?). Maksudnya tema-tema yang kerap dihadirkan nggak jauh dari urusan perilaku seksual atau yang bernuansa seks.
Biasanya, acara yang ditayangkan tiap hari Sabtu jam setengah dua belas malam ini menghadirkan narasumber dari kalangan psikolog. Sebab, acara ini emang banyak menyoroti perilaku manusia. Kemudian sebagai tamunya, biasanya dari kalangan seleb yang udah beken di kalangan pemirsa.
Tema acara sebenarnya menarik, dan awalnya mungkin ditujukan untuk membahas persoalan yang cukup dekat dengan kehidupan di masyarakat. Namun sayangnya tidak diikuti dengan pesan dan penyelesaian yang benar. Soalnya, acara yang disiarkan langsung dari lantai 6 Hotel Indonesia ini tidak memberikan solusi apa pun di akhir acaranya.
Celakanya lagi, acara ini seperti diset untuk melegalkan aktivitas yang sedang dibahas. Buktinya, meskipun selalu menghadirkan narasumber, namun pemirsa sengaja “diikat� pikirannya untuk menerima kesimpulan apa adanya. Malah Hughes wanti-wanti banget supaya pemirsa yang akan memberikan saran nggak boleh menurut aturan agama alias jangan menilai dari sudut pandang agama. Wah, gimana urusannya?
Nah, itulah parahnya, acara ini nggak ada bedanya dengan legalisasi atas kerusakan. Kenapa? Soalnya, tema yang diusung sebetulnya menarik bila kemudian dikritisi dengan pandangan agama, khususnya Islam. Tapi yang terjadi kan nggak. Jelas ini bermasalah. Sebab, tema yang dihadirkannya menyangkut problem kehidupan. Kalo agama nggak boleh mensikapi, lalu buat apa ngebahas masalah tersebut? Iya nggak? Padahal, obrolan itu dalam rangka mensikapi perilaku yang menyimpang. Misalkan, pernah mengangkat tema transeksual (“pindah� jenis kelamin) dan? homoseksual (gay dan lesbian). Dalam pandangan Islam, tentu saja ini tidak dibenarkan, sebab itu termasuk aktivitas yang melanggar syariat dan jelas ada sanksinya bagi yang melakukan perbuatan tersebut.
Contoh kasus, pada penayangan tanggal 5 Mei 2001, dibahas tentang homoseksual, khususnya lesbian. Dengan narasumber dari psikolog, bintang tamunya Ersa Mayori dan Cut Mini. Setelah ngomong ngalor-ngidul seputar lesbian ini, kesimpulannya diserahkan kepada masing-masing individu (baca: pemirsa). Alasannya, faktanya sudah ada dan banyak yang melakukannya. Kalo pun masyarakat sampai saat ini tidak bisa menerima kehadiran dari penyimpangan seksual itu, disarankan bagi yang merasa “mengidap� homoseksual untuk tidak mengeksposnya. Maksudnya jangan terang-terangan. Wah, inilah jadinya bila urusan kehidupan diserahkan kepada manusia. Berantakan, Brur! Padahal dalam pandangan Islam, kasus homoseksual ini kudu diberi sanksi karena melanggar syariat (lengkapnya kamu baca kembali Studia edisi 022/Tahun I).
Sampah dong acara itu? Bolehlah kita bilang begitu. Sebab, lucu dan menggelikan tentunya. Suer, naif banget kan bila kita bicara kriminalitas, tapi nggak boleh bicara hukum? Itu namanya orang yang punya masalah tapi nggak mau menyelesaikan dengan tuntas. Dengan begitu, yang dicari bukan kebenaran, tapi pembenaran dari masalah yang sedang dibahas. Heran, kenapa bisa begitu, ya? Brur, alasannya, kerap kali orang jaman sekarang ini menggunakan tameng HAM alias Hak Asasi Manusia untuk melegalkan aktivitas bejatnya. Wah, wah, wah, amburadul banget.
HAM: Senjata untuk maksiat
Sadis banget nuduh begitu? Kita nggak nuduh, Non. Soalnya, faktanya kan emang begitu. Remaja sekarang, udah pandai berdalih untuk urusan gaya hidupnya. Itu emang nggak lepas dari pola kehidupan yang sudah menjasad dalam dirinya. Bayangin, dari mulai kita melek sampai saat ini, kita terbiasa hidup dengan aturan Kapitalisme yang dominan banget dalam kehidupan kita. Seolah kita nggak punya pilihan lain dalam mengatur kehidupan ini. Walhasil, bagi yang pikirannya buntu, udah aja menelan mentah-mentah aturan dalam kehidupan ini. Tapi bagi yang sedikit kritis namun bokek dalam urusan keimanan dan ketakwaan, awalnya bisa jadi doi risih juga, tapi karena nggak ada pilihan, akhirnya mau juga. Ibarat kita masuk WC, awalnya kan misuh-misuh juga dengan baunya yang bikin enek, tapi karena butuh, akhirnya tiap hari didatengin. Iya nggak?
Ngomong-ngomong soal HAM, kita perlu membongkar apa sih yang diinginkan dari pembuatnya? Kamu wajib tahu juga dong. Dalam pandangan sistem Kapitalisme, yakni sistem yang berlandaskan pemisahan antara agama dengan politik (kehidupan), hak individu sangat dijunjung tinggi, bahkan oleh negara sekalipun. Seseorang dibiarkan untuk melakukan apa saja. Permisif alias serba boleh banget. Pokoknya terserah berbuat apa pun sesuka hatinya. Dan itu nggak ada sanksinya, kecuali bila tindakannya merugikan orang lain.
Kok bisa begitu ya? Kamu jangan heran bin aneh, sebab sistem ini—yang sekarang mengatur kehidupan kita—memang buatan manusia. Bayangin aja, masak agama dipisahkan dari politik (kehidupan). Ini jelas nggak wajar. Itu artinya, agama nggak boleh mengurusi problem kehidupan manusia. Dengan kata lain agama nggak boleh ikut campur dalam menata kehidupan. Itu sebabnya, agama cukup diterapkan oleh individu sebatas urusan ibadah ritual. Untuk masalah sosial, ekonomi, politik, pendidikan, pemerintahan, peradilan, dan hukum diserahkan kepada penguasa dengan aturan buatan manusia. Inilah jalan kompromi yang kemudian melahirkan sistem rusak ini.
Brur, ada empat ide pokok dalam HAM. Semuanya bicara tentang kebebasan.
Pertama, kebebasan berakidah (beragama). Nah, ide ini menurut pembuatnya, menyatakan bahwa setiap orang boleh memilih untuk beragama atau tidak. Kemudian, boleh juga berpindah-pindah agama sesuka hatinya. Kacaunya lagi mereka menggunakan ayat al-Quran seperti, firman Allah Swt.:
Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam);� (QS al-Baqarah [2]: 256)
Dalam pandangan Islam, seseorang tidak dibenarkan berbuat demikian. Dan sebenarnya ayat tersebut tidak bisa digunakan sebagai dalil untuk beragama atau tidak. Karena ayat itu ditujukan kepada orang-orang kafir. Mereka tidak dipaksa untuk masuk Islam. Tapi bila seseorang sudah masuk Islam, maka ia harus tunduk dan patuh pada aturan Islam, termasuk tidak dibenarkan keluar dari Islam. Sabda Rasulullah saw.: “Siapa saja yang mengganti agama (Islam)-nya, maka bunuhlah dia.� (HR, Ahmad, Bukhari, Muslim, Asshhabus Sunnan)
Nah, kalo sekarang? Pindah agama aja nggak dipersoalkan. Jangankan gitu, seorang muslim pun gaya hidupnya sudah tidak mencirikan identitas islami lagi. Kacau kan? Inilah rusaknya HAM. Mentang-mentang atas nama HAM, akhirnya boleh berbuat sesukanya. Nggak peduli kalo itu bertentangan dengan Islam.
Kedua, ide kebebasan berpendapat. Dalam pandangan sistem kapitalisme, itu berarti setiap orang boleh ngomong apa saja dan dari sudut pandang apa saja. Bebas merdeka untuk ngomong atau ngelakuin sesukanya, nggak boleh ada yang ngerecokin. Nafsi-nafsi alias individualis.
Namun meski demikian, ini sering terjadi anomali alias? keanehan. Buktinya dalam kasus “Angin Malam� ini, meski katanya demokratis, tapi kita nggak boleh berpendapat atas nama agama. Ya, itulah salah satu anomali demokrasi yang emang bobrok bin bejat. Oya, demokrasi itu sendiri adalah cara mereka bernegara atau istilah kerennya demokrasi adalah format politik standar dari sistem Kapitalisme dalam mengatur pemerintahannya.
Ketiga, kebebasan bertingkah laku. Nah, ini dia. Kebebasan bertingkah laku ini udah amat tertanam dalam perilaku kaum Muslim, terutama remajanya. Buktinya, kita sering menyaksikan teman-temen remaja yang udah nggak peduli lagi dengan aturan agama. Contohnya, dalam urusan makanan aja teman remaja kadang ada yang nggak peduli dengan halal dan haramnya. Main gares aja. Begitu pun dengan dandanan, sebagian besar remaja memilih pakaian sesuai seleranya. Nggak peduli syariat Islam, yang penting modis dan trendi. Liat aja, banyak remaja putri Islam yang udah putus urat malunya dengan berdandan ala kadarnya; bikini, tang-top, swimsuit, dan model dandanan yang memberikan peluang kaum Adam untuk ngejailin.
Nah, termasuk dalam urusan tingkah laku ini adalah kasus gay dan lesbian. Orang mau jadi gay, lesbi, pelacur, bandit, perampok, atau mau selingkuh nggak boleh ada yang ngerecokin, terutama dilarang keras bicara atas nama agama untuk mensikapi persoalan ini. Ya, seperti format acara Angin Malam itu. Masalah dibiarkan mengalir tanpa ada penyelesaian. Dan agama terlarang untuk ikut campur dalam persoalan ini. Rusak berat kan, Brur?
Keempat, adalah kebebasan pemilikan. Ini juga sangat berbahaya, Non. Kalo kamu merhatiin masalah di sekitar kehidupan kamu, pasti bakal geleng-geleng kepala (bukan triping, lho). Kenapa? Kamu tahu hutan kan? Nah, hutan dalam pandangan Islam adalah milik umum yang dikelola oleh negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Namun apa yang terjadi? Ternyata hutan udah dikavling-kavling untuk para konglomerat. Salah satunya si “Raja Hutan� Bob Hasan yang kini jadi warga Nusakambangan.
Untuk persoalan yang lebih dekat dengan kehidupan kamu, bisa ambil contoh tentang kebebasan orang untuk memiliki harta. Masih segar dalam ingatan kita, beberapa minggu yang lalu ada sekelompok pelajar Jakarta yang membajak bis dan menodong penumpangnya serta menguras harta benda mereka. Terus, judi kecil-kecilan juga kerap dilakukan sebagian besar temen remaja. Padahal, judi itu kan termasuk cara mencari harta dari jalan yang nggak bener. Tentu aja harta yang dimilikinya jadi haram. Dan itu emang dilarang dalam Islam.
Inilah rusaknya HAM sobat. Makanya nggak salah-salah amat kan kalo kita bilang bahwa HAM adalah senjata untuk berbuat maksiat. Soalnya, banyak temen-temen remaja ketika berbuat bejat berlindung di balik HAM. Terus terang kita prihatin banget dengan kejadian ini. Lalu apa yang bakal kita perbuat?
Bertahan dan menyerang
Idih, kayak strategi sepak bola aja? Brur, emang ini yang kudu kita lakukan. Bertahan artinya, jangan mudah tergoda dengan paham ini. Soalnya gimana pun juga, permisivisme alias paham serba boleh dalam berbuat jelas merupakan ide yang bertentangan dengan Islam. Sebab Islam mewajibkan bagi setiap Muslim untuk terikat dengan syariat Islam ketika berbuat. Nah, berarti bertahan di sini maksudnya adalah tidak kepincut untuk melakukan perbuatan maksiat. Caranya gimana?
Oke, kamu kudu mengisi pikiran dan perasaan kamu dengan ajaran Islam. Teknisnya, kamu kudu sering bergaul dengan segala bentuk produk Islam. Bisa dari bacaan, artinya kamu kudu sering baca media Islam, contoh buletin kesayangan kita ini (nggak nyombong, lho). Terus kamu juga deketin tuh temen-temen yang emang udah duluan kenal Islam, kuras semua ilmu dalam dirinya. Selain itu, kamu juga bisa aktif hadir di acara yang bertemakan Islam; entah seminar, pengajian umum, atau di majlis taklim dan masjid. Dan sebagai patokannya, kamu jangan memahami Islam sekadar informasi belaka, tapi kamu kudu jadikan Islam sebagai pemahaman. Artinya, Islam bukan sekadar teori belaka, tapi ada aspek amaliahnya. Bahasa kerennya, Islam kudu dipahami sebagai akidah dan syariat alias ideologi. Sekali lagi, ideologi.
Insya Allah dengan taktik ini, kita bisa bertahan dari godaan paham permisivisme ini. Tapi ingat kawan, bertahan juga ada batasnya. Lama-lama bisa berantakan kalo terus-terusan dibombardir. Iya nggak? Itu sebabnya ada taktik untuk menyerang juga. Kita harus melawan paham ini. Caranya? Kita pahami dulu setiap ide yang berkembang di tengah masyarakat dengan kunti alias tekun dan teliti, lalu kita sikapi dengan sudut pandang Islam. Kalo ide itu rusak, ya kita serang. Sekuat kemampuan kita.
Inilah yang termasuk amar makruf nahyi mungkar. Rasulullah bersabda:
“Barangsiapa di antara kamu melihat kemungkaran, maka dia hendaklah mencegah kemungkaran itu dengan tangannya, yakni dengan kekuasaannya. Jika tidak mampu, hendaklah dicegah dengan lidahnya. Kemudian kalau tidak mampu juga, hendaklah dicegah dengan hatinya. Itulah selemah-lemah iman” (HR. Bukhari- Muslim. CD-al-Bayan hadits no. 32)
Oya, karena masalahnya besar, maka nggak bisa dong kita berjuang sendiri-sendiri. Harus berjamaah dan kompak. Sebab, percuma banyak juga kalo jalan masing-masing. Bisa malah tambah berabe. Iya nggak?
Itu sebabnya kita harus menggalang kekuatan dalam melawannya. Inget, Brur, ide permisivisme ini bukan hanya ditebar lewat acara Angin Malam aja, tapi udah banyak di acara lain, dan bahkan dalam kehidupan sehari-hari kita udah sering menjumpainya. Duh, merana banget hidup dalam sistem Kapitalisme ya? Jelas. Oleh karena itu, mari kita perjuangkan penerapan Islam sebagai akidah dan syariat.
Dengan begitu, paham serba boleh (permisivisme) ini nggak bakalan ada lagi dalam kehidupan kita. Negara akan memberangusnya tanpa ampun. Akhirnya, hanya Islam yang jadi patokan dalam kehidupan kita. Beres!
(Buletin Studia – No.050/Tahun 2)
Selebriti Bunglon
Posted in Buletin Studia Tahun kedua by abu fikri on the April 16th, 2007
Anwar Fuady tampil alim. Berbaju koko, berkopiah dan menebar senyum. Istrinya, tampil berkerudung dan setia mendampinginya menerima tamu yang datang untuk mengucapkan selamat karena baru saja menunaikan ibadah haji. Pria paruh baya yang kerap berperan antagonis dalam beberapa sinetron ini berjanji akan tampil lebih sopan setelah menyandang predikat haji. Begitu janjinya dalam salah satu liputan acara Cek & Ricek RCTI beberapa waktu lalu.
Anwar boleh bangga dengan penampilan dan janjinya saat itu. Namun, Anwar yang terkenal jago pesta dan selalu mencitrakan dirinya “berjiwa muda� kembali bikin heboh. Bukan Anwar Fuady namanya bila tak tampil ramah alias rajin menjamah. Wah? Masih dalam liputan acara infotainment milik stasiun RCTI, Anwar dengan sangat berani malu mencium pipi kiri dan kanan artis-artis yang tampil menor yang menghadiri acara ulang tahunnya di sebuah hotel. Wuih, gaswat kan?
Lain Anwar lain pula Ulfa Dwiyanti, sosok wanita rada tomboy yang berperan sebagai James Bonoo ini bisa ber-sim sala bim berubah “wujud�. Kamu pasti kenal betul dengan aksi Ulfa dan Eko Patrio di acara “Sahur Kita� SCTV yang udah dua tahun terakhir ini digarapnya? Di situ mantan penyiar radio Suara Kejayaan ini tampil rada alim dengan busana muslimah yang dikenakannya. Meski kadang masih “nyablak� juga. Itu memang pas bulan puasa. Tapi begitu ramadhan berlalu, Ulfa kembali berubah wujud. Bunglon banget kan?
Sama halnya dengan Eko Patrio, gebetannya Viona ini juga nggak kalah heboh dalam urusan ganti-ganti penampilan. Presenter acara KiSS, Kisah seputar setan-setan, eh, sori, Kisah Seputar Selebriti ini tampil alim saat bulan puasa. Begitu puasa berlalu, Eko kembali bejat dengan kelakuannya yang menyebalkan. Entah sebagai presenter atau pelawak. Hih, amit-amit deh.
Kamu tahu Krisdayanti? Wuih, istrinya pemusik Anang ini nggak ada bedanya dengan teman-teman sesama artis lainnya. Kamu pasti masih ingat bagaimana penampilannya dalam sinetron Doaku Harapanku tiga tahun yang lalu. Pemeran Anisa dalam sinetron tersebut tampil rada alim. Apalagi sinetron ini emang khusus ditayangkan sebulan penuh saat ramadhan. Tapi, nah ini dia, begitu sinetron ini tamat, bulan puasa berlalu, bintang iklan Hemaviton Action ini kembali ke habitatnya yang amburadul. Yanti, begitu panggilannya, berubah menjadi sosok yang tak kalah bejatnya dengan selebriti mancanegara. Istighfar wahai Krisdayanti!
Sebenarnya masih banyak selebriti yang menerapkan ilmu bunglon. Kalo mau ditulis, kayaknya nggak cukup empat halaman buletin ini. Secara singkat, selebriti bunglon lainnya yang bisa ditunjuk hidung adalah Che Che Kirani—pemeran Lilis dalam sinteron Aku Ingin Pulang, terus Elma Theana, Iis Dahlia, Nafa Urbach, Rheina Mariyana alias Ipeh, Komeng, Ginanjar, Shahnaz Haque, dst. dll. Sisanya kamu bisa mengamati sendiri kelakuan para seleb bunglon yang ada di negeri ini. Ibarat sulap, mereka bisa sewaktu-waktu ber-ada kadabra atau ber-sim sala bim mengubah penampilan. Bila diperhatikan, semuanya bergantung kepada sikon alias situasi dan kondisi. Ya, mirip bunglon lah!
Sampai-sampai Nina M Armando dari Marka (Media Ramah Keluarga), menyebutnya sebagai selebriti hipokrit dalam rubrik Media dan Kita di Majalah Ummi awal tahun ini.
Logika cekak selebriti
Kaum seleb, sebagai publik figur sering kali tanpa sadar dijadiin rujukan dalam kehidupan penggemarnya. Khususnya kaum ABG dan anak-anak bau kencur. Nggak mustahil bila seluruh gerak-geriknya diteladani. Minimal banget perbuatan mereka dijadiin alasan oleh penggemarnya bila berbuat hal serupa seperti seleb pujaannya.
Namun sayangnya, kaum seleb ini kayaknya nggak nyadar kalo gaya hidupnya itu dijadiin panutan oleh fans-nya. Sebagai contoh, nggak sedikit para ABG putri yang punya cita-cita ingin menapak-tilasi karir dan kehidupan Krisdayanti. Wah, wah, wah, berabe tuh!
Kaum seleb pun kayaknya lupa dengan posisinya yang di atas angin ini. Makanya, nggak ngeh bila apa yang diperbuatnya gampang banget dinilai orang. Baik yang mendukung maupun yang menghujatnya.
Bagi yang mendukung keberadaan diri dan karirnya, karuan aja mereka merasa besar kepala. Apalagi yang ngedukungnya kalangan yang dianggap mulia di hadapan orang awam. Ambil contoh, Dessy Ratnasari konon kabarnya mengaku mendapat semacam restu dalam berkiprah sebagai artis dari salah seorang kiayi ternama pemimpin salah satu pondok pesantren di Jakarta. Kacau kan?
Menghadapi orang yang mendukung tentu nggak masalah bagi kaum seleb, justru itu adalah “sertifikat� untuk melegalkan karirnya sebagai artis.
Tapi bagaimana bila kaum seleb menghadapi hujatan dan protes dari kalangan yang kontra? Nah, sering kali muncul pernyataan yang lucu bin menggelikan, tapi sekaligus menyedihkan. Contohnya? Kamu tahu Krisdayanti? Pelantun lagu Menghitung Hari ini pernah melontarkan logika cekaknya saat ditanya soal penampilan “greng�-nya. Doi bilang,�Memberikan pemandangan yang indah kepada orang lain, itu ibadah,� katanya asal-asalan (Popular No. 114, Juli 97).
Lain Krisdayanti lain pula Shahnaz Haque, presenter acara Sahur Sahur di ANteve ini tampil berbusana muslimah saat memandu acara tersebut. Namun, saat ramadhan berlalu, doi tampil polos lagi. Yang lucu, alias luar biasa culun adalah ketika ditanya oleh reporter acara infotaiment di salah satu tv swasta mengenai pendapatnya soal jilbab. Doi bilang, “Yang penting bagi saya menjilbabi dulu hati.� Dengan kata lain, ia ingin bilang bahwa nggak perlu diwujudkan dalam penampilan, yang penting hati. Inilah contoh logika cekak kaum seleb. Brur, yang model begini masih banyak. Atau jangan-jangan di antara kamu ada yang jadi penganutnya? Ih, naudzubillahi min dzalik!
Cari untung
Sudah menjadi rahasia umum soal kelakuan bejat bin senewen kaum seleb. Untuk menutupi kerusakannya, banyak kaum seleb yang berlindung di balik tuntutan profesi. Tujuan mulianya adalah UUD alias ujung-ujungnya duit.
Para selebriti juga seringkali beralasan bahwa profesinya kerap menyandarkan kepada selera masyarakat. Dengan kata lain, penampilannya adalah tuntutan penggemarnya. Kalo melenceng dari keinginan penggemar alamat nggak laku bin bangkrut. Ini salah satu yang dikhawatirkan kaum seleb. Makanya nggak heran bila banyak kaum seleb yang rela jadi bunglon demi memenuhi keinginan masyarakat penggemarnya. Bukan rahasia kalo ujung-ujungnya tentu urusan duit. Hubungan keduanya boleh dibilang simbiosis mutualisme. Jadi sepertinya hanya cari untung aja, Brur.
Bisa dipahami memang, soalnya dalam sistem ekonomi kapitalisme barang dan jasa itu bisa menjadi alat pemuas. Profesi jadi artis bolehlah dibilang “jasa�. Kenapa barang dan jasa bisa jadi alat pemuas? Sebab hal itu memiliki kegunaan atau masih ada yang membutuhkan. Nggak peduli hal itu bahaya atau nggak bagi orang lain. Yang penting saling menguntungkan secara materi. Beres!
Ya, inilah susahnya ketika dunia hiburan menjadi tempat mendulang uang. Ditambah lagi dengan prinsip bebas nilai yang udah mendarah daging di masyarakat. Itu sebabnya, sebagian orang “nekat� terjun jadi artis. Emang kasihan sekali sebetulnya kaum seleb ini. Mereka merasa bahwa profesinya sebagai penghibur adalah pekerjaan mulia dan terhormat. Padahal, mereka wajib tahu juga, bahwa aktivitasnya sebagai manusia tetap akan dihisab oleh Allah Swt. Karena mulia tidaknya seseorang bukan dilihat dari penampilan luar dan status sosialnya, tapi dari ketakwaannya kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya. Firman Allah Swt.:
?????§?£?????‘???‡???§ ?§?„?‘???°?????†?? ?????§?…???†???ˆ?§ ?§???‘???‚???ˆ?§ ?§?„?„?‘???‡?? ????‚?‘?? ?????‚???§?????‡?? ?ˆ???„???§ ?????…???ˆ?????†?‘?? ?¥???„?‘???§ ?ˆ???£???†?’?????…?’ ?…???³?’?„???…???ˆ?†??
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.â€? (QS ali Imr?¢n [3]: 102)
Kepribadian ganda
Kita prihatin banget dengan kejadian model begini, Non. Terus terang, ini fakta yang menyakitkan banget. Mungkin bagi mereka nggak nyadar dan kali aja nggak mau tahu bila perbuatannya bakal berpengaruh negatif bagi penggemarnya. Jujur saja, beberapa catatan kaum seleb yang disebut di awal tulisan ini menunjukkan betapa parahnya kaum seleb dalam dunia glamournya.
Itu sebabnya, kita angkat masalah ini. Bila dilihat kelakuan bunglon kaum seleb ini memang muncul karena mereka seperti mengidap kepribadian ganda. Padahal, dalam ajaran Islam, seorang muslim wajib memiliki kepribadian Islam yang stabil dan benar. Pola pikir dan pola sikap kita sebagai muslim wajib diisi dengan ajaran-ajaran Islam. Artinya, jika kita berpikir Islam, maka perasaan kita harus Islam, nggak boleh yang lain. Kalo pikiran dan perasaan kita masih tulalit berarti kita punya kepribadian ganda. Lebih tepatnya hipokrit. Jangan sampe kita menyandangnya. Amit-amit jabang bayi, deh!
Kenapa banyak kaum seleb yang begitu, ya?? Wah, jangankan kaum seleb, orang seperti kita-kita aja—maksudnya bukan orbek—ada juga yang begitu. Dalam kehidupan kapitalisme seperti sekarang ini, yang berkembang adalah prinsip-prinsip hidup yang bebas nilai. Sebut saja hedonisme dan permisivisme. Dua paham ini jadi primadona masyarakat kapitalis yang memang bebas nilai. Paham serba boleh ini telah menjangkiti masyarakat kita. Dan, karena kaum seleb adalah publik figur jadi bisa langsung ketahuan belangnya, tuh.
Kebebasan bertingkah laku juga ikut ambil bagian mendorong seseorang dalam berbuat. Dan kamu wajib tahu, bahwa dalam urusan kepribadian ini, tingkah laku seseorang itu sesuai dengan pemahamannya. Contohnya, Krisdayanti berbuat begitu karena ia memahami bahwa hal itu sah-sah saja. Patokan salah dan benernya pun menurut logika cekaknya. Walhasil, amburadul.
Baik, sudah saatnya kita mengingatkan kaum seleb supaya menyadari kesalahannya selama ini. Bukan maksud kita memusuhi mereka, tapi kita mengingatkan. Kalo toh kemudian tujuan mulia kita ditentang dan mereka malah tambah parah, bukan urusan kita lagi. Yang penting kita udah mengingatkan mereka, dan sekaligus menjaga generasi muda Islam supaya nggak tertipu dengan penampilan selebriti bunglon. Jadi, yuk kita ngaji untuk meningkatkan kualitas amal perbuatan kita!
Catet, ya. Kita nggak mau ikut-ikutan menerapkan ilmu bunglon. Hih, amit-amit!
(Buletin Studia – No.049/Tahun 2)
Anwar Fuady tampil alim. Berbaju koko, berkopiah dan menebar senyum. Istrinya, tampil berkerudung dan setia mendampinginya menerima tamu yang datang untuk mengucapkan selamat karena baru saja menunaikan ibadah haji. Pria paruh baya yang kerap berperan antagonis dalam beberapa sinetron ini berjanji akan tampil lebih sopan setelah menyandang predikat haji. Begitu janjinya dalam salah satu liputan acara Cek & Ricek RCTI beberapa waktu lalu.
Anwar boleh bangga dengan penampilan dan janjinya saat itu. Namun, Anwar yang terkenal jago pesta dan selalu mencitrakan dirinya “berjiwa muda� kembali bikin heboh. Bukan Anwar Fuady namanya bila tak tampil ramah alias rajin menjamah. Wah? Masih dalam liputan acara infotainment milik stasiun RCTI, Anwar dengan sangat berani malu mencium pipi kiri dan kanan artis-artis yang tampil menor yang menghadiri acara ulang tahunnya di sebuah hotel. Wuih, gaswat kan?
Lain Anwar lain pula Ulfa Dwiyanti, sosok wanita rada tomboy yang berperan sebagai James Bonoo ini bisa ber-sim sala bim berubah “wujud�. Kamu pasti kenal betul dengan aksi Ulfa dan Eko Patrio di acara “Sahur Kita� SCTV yang udah dua tahun terakhir ini digarapnya? Di situ mantan penyiar radio Suara Kejayaan ini tampil rada alim dengan busana muslimah yang dikenakannya. Meski kadang masih “nyablak� juga. Itu memang pas bulan puasa. Tapi begitu ramadhan berlalu, Ulfa kembali berubah wujud. Bunglon banget kan?
Sama halnya dengan Eko Patrio, gebetannya Viona ini juga nggak kalah heboh dalam urusan ganti-ganti penampilan. Presenter acara KiSS, Kisah seputar setan-setan, eh, sori, Kisah Seputar Selebriti ini tampil alim saat bulan puasa. Begitu puasa berlalu, Eko kembali bejat dengan kelakuannya yang menyebalkan. Entah sebagai presenter atau pelawak. Hih, amit-amit deh.
Kamu tahu Krisdayanti? Wuih, istrinya pemusik Anang ini nggak ada bedanya dengan teman-teman sesama artis lainnya. Kamu pasti masih ingat bagaimana penampilannya dalam sinetron Doaku Harapanku tiga tahun yang lalu. Pemeran Anisa dalam sinetron tersebut tampil rada alim. Apalagi sinetron ini emang khusus ditayangkan sebulan penuh saat ramadhan. Tapi, nah ini dia, begitu sinetron ini tamat, bulan puasa berlalu, bintang iklan Hemaviton Action ini kembali ke habitatnya yang amburadul. Yanti, begitu panggilannya, berubah menjadi sosok yang tak kalah bejatnya dengan selebriti mancanegara. Istighfar wahai Krisdayanti!
Sebenarnya masih banyak selebriti yang menerapkan ilmu bunglon. Kalo mau ditulis, kayaknya nggak cukup empat halaman buletin ini. Secara singkat, selebriti bunglon lainnya yang bisa ditunjuk hidung adalah Che Che Kirani—pemeran Lilis dalam sinteron Aku Ingin Pulang, terus Elma Theana, Iis Dahlia, Nafa Urbach, Rheina Mariyana alias Ipeh, Komeng, Ginanjar, Shahnaz Haque, dst. dll. Sisanya kamu bisa mengamati sendiri kelakuan para seleb bunglon yang ada di negeri ini. Ibarat sulap, mereka bisa sewaktu-waktu ber-ada kadabra atau ber-sim sala bim mengubah penampilan. Bila diperhatikan, semuanya bergantung kepada sikon alias situasi dan kondisi. Ya, mirip bunglon lah!
Sampai-sampai Nina M Armando dari Marka (Media Ramah Keluarga), menyebutnya sebagai selebriti hipokrit dalam rubrik Media dan Kita di Majalah Ummi awal tahun ini.
Logika cekak selebriti
Kaum seleb, sebagai publik figur sering kali tanpa sadar dijadiin rujukan dalam kehidupan penggemarnya. Khususnya kaum ABG dan anak-anak bau kencur. Nggak mustahil bila seluruh gerak-geriknya diteladani. Minimal banget perbuatan mereka dijadiin alasan oleh penggemarnya bila berbuat hal serupa seperti seleb pujaannya.
Namun sayangnya, kaum seleb ini kayaknya nggak nyadar kalo gaya hidupnya itu dijadiin panutan oleh fans-nya. Sebagai contoh, nggak sedikit para ABG putri yang punya cita-cita ingin menapak-tilasi karir dan kehidupan Krisdayanti. Wah, wah, wah, berabe tuh!
Kaum seleb pun kayaknya lupa dengan posisinya yang di atas angin ini. Makanya, nggak ngeh bila apa yang diperbuatnya gampang banget dinilai orang. Baik yang mendukung maupun yang menghujatnya.
Bagi yang mendukung keberadaan diri dan karirnya, karuan aja mereka merasa besar kepala. Apalagi yang ngedukungnya kalangan yang dianggap mulia di hadapan orang awam. Ambil contoh, Dessy Ratnasari konon kabarnya mengaku mendapat semacam restu dalam berkiprah sebagai artis dari salah seorang kiayi ternama pemimpin salah satu pondok pesantren di Jakarta. Kacau kan?
Menghadapi orang yang mendukung tentu nggak masalah bagi kaum seleb, justru itu adalah “sertifikat� untuk melegalkan karirnya sebagai artis.
Tapi bagaimana bila kaum seleb menghadapi hujatan dan protes dari kalangan yang kontra? Nah, sering kali muncul pernyataan yang lucu bin menggelikan, tapi sekaligus menyedihkan. Contohnya? Kamu tahu Krisdayanti? Pelantun lagu Menghitung Hari ini pernah melontarkan logika cekaknya saat ditanya soal penampilan “greng�-nya. Doi bilang,�Memberikan pemandangan yang indah kepada orang lain, itu ibadah,� katanya asal-asalan (Popular No. 114, Juli 97).
Lain Krisdayanti lain pula Shahnaz Haque, presenter acara Sahur Sahur di ANteve ini tampil berbusana muslimah saat memandu acara tersebut. Namun, saat ramadhan berlalu, doi tampil polos lagi. Yang lucu, alias luar biasa culun adalah ketika ditanya oleh reporter acara infotaiment di salah satu tv swasta mengenai pendapatnya soal jilbab. Doi bilang, “Yang penting bagi saya menjilbabi dulu hati.� Dengan kata lain, ia ingin bilang bahwa nggak perlu diwujudkan dalam penampilan, yang penting hati. Inilah contoh logika cekak kaum seleb. Brur, yang model begini masih banyak. Atau jangan-jangan di antara kamu ada yang jadi penganutnya? Ih, naudzubillahi min dzalik!
Cari untung
Sudah menjadi rahasia umum soal kelakuan bejat bin senewen kaum seleb. Untuk menutupi kerusakannya, banyak kaum seleb yang berlindung di balik tuntutan profesi. Tujuan mulianya adalah UUD alias ujung-ujungnya duit.
Para selebriti juga seringkali beralasan bahwa profesinya kerap menyandarkan kepada selera masyarakat. Dengan kata lain, penampilannya adalah tuntutan penggemarnya. Kalo melenceng dari keinginan penggemar alamat nggak laku bin bangkrut. Ini salah satu yang dikhawatirkan kaum seleb. Makanya nggak heran bila banyak kaum seleb yang rela jadi bunglon demi memenuhi keinginan masyarakat penggemarnya. Bukan rahasia kalo ujung-ujungnya tentu urusan duit. Hubungan keduanya boleh dibilang simbiosis mutualisme. Jadi sepertinya hanya cari untung aja, Brur.
Bisa dipahami memang, soalnya dalam sistem ekonomi kapitalisme barang dan jasa itu bisa menjadi alat pemuas. Profesi jadi artis bolehlah dibilang “jasa�. Kenapa barang dan jasa bisa jadi alat pemuas? Sebab hal itu memiliki kegunaan atau masih ada yang membutuhkan. Nggak peduli hal itu bahaya atau nggak bagi orang lain. Yang penting saling menguntungkan secara materi. Beres!
Ya, inilah susahnya ketika dunia hiburan menjadi tempat mendulang uang. Ditambah lagi dengan prinsip bebas nilai yang udah mendarah daging di masyarakat. Itu sebabnya, sebagian orang “nekat� terjun jadi artis. Emang kasihan sekali sebetulnya kaum seleb ini. Mereka merasa bahwa profesinya sebagai penghibur adalah pekerjaan mulia dan terhormat. Padahal, mereka wajib tahu juga, bahwa aktivitasnya sebagai manusia tetap akan dihisab oleh Allah Swt. Karena mulia tidaknya seseorang bukan dilihat dari penampilan luar dan status sosialnya, tapi dari ketakwaannya kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya. Firman Allah Swt.:
?????§?£?????‘???‡???§ ?§?„?‘???°?????†?? ?????§?…???†???ˆ?§ ?§???‘???‚???ˆ?§ ?§?„?„?‘???‡?? ????‚?‘?? ?????‚???§?????‡?? ?ˆ???„???§ ?????…???ˆ?????†?‘?? ?¥???„?‘???§ ?ˆ???£???†?’?????…?’ ?…???³?’?„???…???ˆ?†??
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.â€? (QS ali Imr?¢n [3]: 102)
Kepribadian ganda
Kita prihatin banget dengan kejadian model begini, Non. Terus terang, ini fakta yang menyakitkan banget. Mungkin bagi mereka nggak nyadar dan kali aja nggak mau tahu bila perbuatannya bakal berpengaruh negatif bagi penggemarnya. Jujur saja, beberapa catatan kaum seleb yang disebut di awal tulisan ini menunjukkan betapa parahnya kaum seleb dalam dunia glamournya.
Itu sebabnya, kita angkat masalah ini. Bila dilihat kelakuan bunglon kaum seleb ini memang muncul karena mereka seperti mengidap kepribadian ganda. Padahal, dalam ajaran Islam, seorang muslim wajib memiliki kepribadian Islam yang stabil dan benar. Pola pikir dan pola sikap kita sebagai muslim wajib diisi dengan ajaran-ajaran Islam. Artinya, jika kita berpikir Islam, maka perasaan kita harus Islam, nggak boleh yang lain. Kalo pikiran dan perasaan kita masih tulalit berarti kita punya kepribadian ganda. Lebih tepatnya hipokrit. Jangan sampe kita menyandangnya. Amit-amit jabang bayi, deh!
Kenapa banyak kaum seleb yang begitu, ya?? Wah, jangankan kaum seleb, orang seperti kita-kita aja—maksudnya bukan orbek—ada juga yang begitu. Dalam kehidupan kapitalisme seperti sekarang ini, yang berkembang adalah prinsip-prinsip hidup yang bebas nilai. Sebut saja hedonisme dan permisivisme. Dua paham ini jadi primadona masyarakat kapitalis yang memang bebas nilai. Paham serba boleh ini telah menjangkiti masyarakat kita. Dan, karena kaum seleb adalah publik figur jadi bisa langsung ketahuan belangnya, tuh.
Kebebasan bertingkah laku juga ikut ambil bagian mendorong seseorang dalam berbuat. Dan kamu wajib tahu, bahwa dalam urusan kepribadian ini, tingkah laku seseorang itu sesuai dengan pemahamannya. Contohnya, Krisdayanti berbuat begitu karena ia memahami bahwa hal itu sah-sah saja. Patokan salah dan benernya pun menurut logika cekaknya. Walhasil, amburadul.
Baik, sudah saatnya kita mengingatkan kaum seleb supaya menyadari kesalahannya selama ini. Bukan maksud kita memusuhi mereka, tapi kita mengingatkan. Kalo toh kemudian tujuan mulia kita ditentang dan mereka malah tambah parah, bukan urusan kita lagi. Yang penting kita udah mengingatkan mereka, dan sekaligus menjaga generasi muda Islam supaya nggak tertipu dengan penampilan selebriti bunglon. Jadi, yuk kita ngaji untuk meningkatkan kualitas amal perbuatan kita!
Catet, ya. Kita nggak mau ikut-ikutan menerapkan ilmu bunglon. Hih, amit-amit!
(Buletin Studia – No.049/Tahun 2)
Mencari Apa Ke Sekolah?
Posted in Buletin Studia Tahun kedua by abu fikri on the April 16th, 2007
Pertanyaan model begini kayaknya perlu juga dilontarkan. Baik kepada diri kita sendiri juga kepada teman-teman yang lain. Bukan apa-apa, kita nggak habis pikir dengan berbagai kejadian yang melibatkan anak sekolah. Mulai perkara tawuran, narkoba, seks bebas, sampai tindakan kriminal yang nggak layak dilakukan seorang pelajar; menodong, merampok, dan bahkan membajak bus kota. Wah, ngeri sekaligus prihatin. Jadi buat apa balajar kalo hasilnya nol besar? Nah, wajar kan kalo kita bertanya begitu? Soalnya, sekolah udah nggak bisa menciptakan murid berprestasi dan bereputasi baik. Kusut banget kan dunia pendidikan kita?
Kalo kita mau jujur emang fakta ini sangat menyedihkan. Kita jadi bingung sendiri kenapa dunia pendidikan seperti kehilangan semangat untuk mewujudkan pencerahan berpikir. Suer, kita juga kecewa kok. Mulanya kita sangat berharap dunia pendidikan mampu mencetak kader-kader berkualitas untuk memajukan bangsa dan negeri ini. Namun apa daya, kenyataan jauh banget dari harapan. Malah program belajar 9 tahun dengan proyek beasiswanya yang dulu begitu menggema gaungnya, kini nyaris tak terdengar. Dan, ssstt.. Si Doel aja sekarang malah jadi anak bimbingan belajar. Eh, ini bukan judul sinetron sekuelnya Si Doel, lho. Ini sekadar plesetan aja untuk ngebahas dunia pendidikan saat ini. Kayaknya kamu pasti masih pada inget saat Rano “Doel� Karno jadi bintang iklan layanan masyarakat tentang program pendidikan nasional. Yes, hampir tiap hari mantan idola remaja tahun 70-an ini nongol di layar televisi sambil memotivasi anak-anak supaya mau sekolah, terutama pas negeri ini sedang parah-parahnya dilanda krisis moneter. Masih ingat kan kata-katanya? “Walau bagaimana pun juga, anak-anak tetap harus sekolah,� begitu katanya menyemangati. Malah iklan layanan ini menjanjikan program beasiswa segala untuk yang nggak mampu.
Tapi, nah ini dia, belakangan kakaknya si Atun ini muncul dengan wajah baru, yakni jadi bintang iklan salah satu lembaga bimbingan belajar terkemuka di negeri ini. Iklannya pun dibuat heboh. Entah Bang Doel ini mulai mata duitan atau itu sebagai protes dan merupakan bagian dari keputus-asaannya karena melihat program pendidikan nasional yang tak bisa bangkit. Kita nggak tahu, yang pasti, kalo kita mau jujur melihat, memang dunia pendidikan di negeri ini lagi gonjang-ganjing nggak karuan. Banyak catatan miring yang berhasil dikoleksi “negerinya� Pak Dur ini. Ambil contoh, banyak oknum anak sekolah yang jadi bajingan kelas teri. Anak-anak SMP dan SMU saja sudah berani membajak bus kota dan hobi tawuran dengan anak sekolah lain. Hih, gimana nggak ancur-ancuran kan? Di sekolah ngapain aja tuh anak-anak?
Itu cuma satu kasus Brur, kasus lain jelas masih banyak, kalo ditulis secara lengkap kayaknya bakal ngabisin jatah halaman buletin ini deh. Suer, kita udah ngerasain sendiri gimana hasil yang kita dapatkan dari sekolah selama ini. Nggak banyak kan?
Ya, kita jujur aja, nggak usah takut untuk menganggukkan kepala, karena emang banyak amburadulnya. Hasilnya udah terbukti, sekolah ternyata nggak berfungsi sebagai “kawah candradimuka� dalam membina anak didiknya. Selain persoalan itu, sekarang untuk bisa duduk di bangku sekolah aja kudu punya uang banyak. Karena sekolah udah berubah menjadi lembaga bisnis. Akhirnya, nggak semua anak-anak bisa mengenyam pendidikan dengan mudah, khususnya bagi teman-teman yang emang berasal dari keluarga nggak mampu. Kasihan kan? Wajar kalo kemudian muncul tudingan miring kepada dunia pendidikan.
Huh, jelas ini masalah besar kawan. Makanya wajar, di saat negara udah nggak bisa menyediakan pendidikan yang layak dan hasilnya kurang bagus, banyak orang berpaling ke lembaga pendidikan alternatif. Buktinya, bagi kalangan yang mampu dan ingin mendapatkan hasil yang baik, maka pilihannya jatuh kepada lembaga pendidikan di luar sekolah. Walhasil, menjamurlah lembaga pendidikan yang salah satunya menggaet Si Doel untuk jadi bintang iklannya. Beres? Nggak juga, karena yang namanya pendidikan bukan cuma untuk menghasilkan murid yang hebat dan oke banget dalam urusan akademis, tapi juga kudu mantap dalam pola pikir dan pola sikapnya dalam kehidupan. Dengan kata lain, ilmu harus dilapis dengan keimanan dan ketakwaan. Nah, ini baru hebat, Brur. Kalo sekarang? Kamu udah tahu sendiri hasilnya. Banyak yang otaknya encer dalam masalah ilmu dan teknologi, tapi nggak sedikit yang akhlaknya bejat bin amburadul. Aduh, bahaya kan? Jelas!
Membentuk kepribadian Islam
Tanggal 21 April 2001, catatan buruk tentang anak sekolah ditulis lagi. Kali ini dilakukan oleh sekelompok anak SMU swasta di Jakarta yang membajak bus kota PPD trayek Blok M – Ciputat untuk ngluruk anak sekolah lain. Untungnya aksi pembajakan yang mirip di film-film action buatan Holywood itu digagalkan polisi. Hasilnya, 20 orang pelajar ditangkap beserta barang bukti berupa celurit dan senjata tajam lainnya. Sehari sebelumnya, tanggal 20 April, 29 pelajar juga diringkus polisi saat mencoba membajak? bus Mayasari Bhakti. Jelas ini makin melengkapi daftar hitam dunia pendidikan. Wah, emang ini masalah berat, dan jelas parah banget. Gimana pun juga, berarti dunia pendidikan sekarang udah nggak bisa memberikan bekal yang cukup kepada anak didiknya.
Emang sih, anak-anak yang doyan tawuran biasanya berasal dari kelompok anak yang bandel dan cekak dalam urusan akademis. Tapi bukan berarti kita bisa bilang kalo kejadian itu murni kesalahan anaknya. Nggak bisa. Sebab, masalah ini merata alias mengglobal. Dengan demikian, berarti yang eror adalah sistem pendidikannya. Bener nggak? Inilah salah satu produk amburadul dari sistem kapitalisme yang selama ini mengatur kehidupan kita.
Fakta lain, kita udah sering dibikin pusing tujuh keliling dengan kelakuan sebagian besar teman-teman kita yang aktif dalam pergaulan bebas—tepatnya seks bebas. Dan, ibarat menggelindingkan bola salju, kian lama kian membesar karena menyeret masalah baru. Survei membuktikan bahwa angka perzinahan semakin meningkat, dan angka aborsi kian membengkak sebagai akibat dari longgarnya aturan dalam masalah pergaulan antar lawan jenis ini. Lengkap sudah bukti yang bisa kita liat dari hasil pendidikan selama ini. Jelas ini adalah kerugian besar bagi kita. Puwarah sekali kan?
Oke deh, kita kudu sepakat, bahwa tujuan pendidikan itu bukan cuma menciptakan murid-murid yang canggih dalam urusan ilmu pengetahuan dan teknologi semata, sementara nilai ketakwaannya kepada Allah Swt. nol besar. Tapi harus diraih dua-duanya. Itu sebabnya, Islam sebagai sebuah ideologi mampu memberikan jawaban yang tepat dalam mengurusi dunia pendidikan. Dalam Islam, tujuan pendidikan itu adalah untuk membentuk kepribadian Islam yang tangguh. Artinya, Islam melalui program pendidikannya berupaya untuk menghasilkan pelajar yang berprestasi dalam ilmu dan ketakwaannya.
Bicara soal peningkatan ilmu dan ketakwaan, maka kita bisa melihat bahwa selama ini, tujuan itu nggak berhasil dalam sistem pendidikan sekarang. Terus terang kita kecewa banget, soalnya dunia pendidikan sekarang cuma sebatas transfer ilmu aja. Bisa kamu liat sendiri betapa kita nggak merasakan nuansa peningkatan ilmu dan ketakwaan kita. Kita seperti berjalan di tempat. Parahnya lagi, pelajaran agama di sekolah umum cuma diberikan jatah 2 jam pelajaran (sekitar satu setengah jam) dalam satu minggu. Itu pun kita cuma dicekoki dengan seabrek pelajaran agama yang membosankan. Kenapa? Sebab cuma berputar-putar dalam urusan yang sifatnya normatif belaka alias nggak dituntut untuk melaksanakan aspek amaliahnya. Kamu pasti merasakan juga bahwa peran ilmu agama di sekolah umum kayaknya cuma jadi pelengkap aja daripada nggak ada sama sekali. Buktinya, hal itu nggak berpengaruh banyak dalam kehidupan sebagian besar teman kita. Ambil contoh, urusan sholat aja kayaknya masih banyak yang bolong-bolong tuh, padahal kewajiban itu sudah sering dibahas di sekolah. Iya nggak?
Baik, kita prihatin banget dengan kenyataan ini. Kita nggak mau hal ini terus berlangsung dan terulang kepada generasi mendatang. Islam, sebagai sebuah pandangan hidup, tentu aja memiliki seperangkat aturan dalam masalah ini. Dalam pandangan Islam, mencari ilmu itu adalah kewajiban bagi seluruh individu muslim, baik yang laki maupun yang perempuan, dan dari kalangan miskin ataupun yang udah tajir. Semuanya tanpa kecuali. Untuk memenuhi kebutuhan akan pendidikan tersebut Islam memiliki aturan yang unik dalam masalah ini. Seperti apa? Kamu wajib gaul juga dong.
Inilah okenya Islam, sebagai sebuah sistem kehidupan, agama ini mampu berperan banyak untuk kemaslahatan (kebaikan) ummat. Terutama kamu bisa liat faktanya di masa lalu. Yakni di masa kejayaan Khilafah Islamiyah. Gambaran sistem pendidikan Islam dalam memenuhi kebutuhan masyarakat itu bisa kita liat sebagai berikut:
Pertama, kurikulum pendidikan Islam didasarkan kepada akidah Islam yang benar dan baik. Ini wajib lho. Itu sebabnya, seluruh bahan pelajaran dan metodenya wajib ditetapkan mengikuti asas akidah Islam. Nggak boleh ada penyimpangan sedikit pun. Misalnya, dalam kurikulum pendidikan Islam nggak bakalan dimasukkan pelajaran ilmu santet atau ilmu sihir. Atau ilmu-ilmu yang bakal merusak keimanan dan meracuni akidah kita.
Kedua, materi pelajaran sains dan teknologi terapan dibedakan dengan materi tsaqafah Islam (ilmu yang lahir dari akidah Islam). Materi tsaqafah Islam kudu dipelajari sejak tingkat dasar sampai perguruan tinggi.
Ketiga, untuk menunjang pemantapan pendidikannya, negara menyediakan sarana perpus yang oke punya. Sekadar contoh, di masa kejayaan Islam, perpustakaan umum Tripoli di daerah Syam–yang dibakar oleh pasukan Salib Eropa–memiliki kurang lebih tiga juta judul buku, termasuk 50.000 eksemplar al-Quran dan tafsirnya. Wah, hebat banget kan? Itulah salah satu wujud perhatian Daulah Islam terhadap pendidikan warganya. Jadi nggak perlu ada pertanyaan, “Mencari apa ke sekolah?â€? seperti di jaman ini.
Ya, ini sekadar renungan buat kita semua. Betapa dunia pendidikan yang tidak dibangun berlandaskan akidah Islam hanya akan menuai kegagalan terus dan terus.
So, negara seharusnya punya peran besar dalam menjamin kebutuhan rakyat dalam hal mendapatkan pendidikan yang layak. Di masa kejayaan Islam, Daulah Islam mampu memberikan pendidikan yang bagus tanpa memungut sepeser pun dari rakyat alias gratis. Malah bagi yang berhasil membuat karya ilmiah, negara menghargainya dengan sangat tinggi. Enak banget, ya? Nah, itulah okenya Islam.
(Buletin Studia – No.048/Tahun 2)
Pertanyaan model begini kayaknya perlu juga dilontarkan. Baik kepada diri kita sendiri juga kepada teman-teman yang lain. Bukan apa-apa, kita nggak habis pikir dengan berbagai kejadian yang melibatkan anak sekolah. Mulai perkara tawuran, narkoba, seks bebas, sampai tindakan kriminal yang nggak layak dilakukan seorang pelajar; menodong, merampok, dan bahkan membajak bus kota. Wah, ngeri sekaligus prihatin. Jadi buat apa balajar kalo hasilnya nol besar? Nah, wajar kan kalo kita bertanya begitu? Soalnya, sekolah udah nggak bisa menciptakan murid berprestasi dan bereputasi baik. Kusut banget kan dunia pendidikan kita?
Kalo kita mau jujur emang fakta ini sangat menyedihkan. Kita jadi bingung sendiri kenapa dunia pendidikan seperti kehilangan semangat untuk mewujudkan pencerahan berpikir. Suer, kita juga kecewa kok. Mulanya kita sangat berharap dunia pendidikan mampu mencetak kader-kader berkualitas untuk memajukan bangsa dan negeri ini. Namun apa daya, kenyataan jauh banget dari harapan. Malah program belajar 9 tahun dengan proyek beasiswanya yang dulu begitu menggema gaungnya, kini nyaris tak terdengar. Dan, ssstt.. Si Doel aja sekarang malah jadi anak bimbingan belajar. Eh, ini bukan judul sinetron sekuelnya Si Doel, lho. Ini sekadar plesetan aja untuk ngebahas dunia pendidikan saat ini. Kayaknya kamu pasti masih pada inget saat Rano “Doel� Karno jadi bintang iklan layanan masyarakat tentang program pendidikan nasional. Yes, hampir tiap hari mantan idola remaja tahun 70-an ini nongol di layar televisi sambil memotivasi anak-anak supaya mau sekolah, terutama pas negeri ini sedang parah-parahnya dilanda krisis moneter. Masih ingat kan kata-katanya? “Walau bagaimana pun juga, anak-anak tetap harus sekolah,� begitu katanya menyemangati. Malah iklan layanan ini menjanjikan program beasiswa segala untuk yang nggak mampu.
Tapi, nah ini dia, belakangan kakaknya si Atun ini muncul dengan wajah baru, yakni jadi bintang iklan salah satu lembaga bimbingan belajar terkemuka di negeri ini. Iklannya pun dibuat heboh. Entah Bang Doel ini mulai mata duitan atau itu sebagai protes dan merupakan bagian dari keputus-asaannya karena melihat program pendidikan nasional yang tak bisa bangkit. Kita nggak tahu, yang pasti, kalo kita mau jujur melihat, memang dunia pendidikan di negeri ini lagi gonjang-ganjing nggak karuan. Banyak catatan miring yang berhasil dikoleksi “negerinya� Pak Dur ini. Ambil contoh, banyak oknum anak sekolah yang jadi bajingan kelas teri. Anak-anak SMP dan SMU saja sudah berani membajak bus kota dan hobi tawuran dengan anak sekolah lain. Hih, gimana nggak ancur-ancuran kan? Di sekolah ngapain aja tuh anak-anak?
Itu cuma satu kasus Brur, kasus lain jelas masih banyak, kalo ditulis secara lengkap kayaknya bakal ngabisin jatah halaman buletin ini deh. Suer, kita udah ngerasain sendiri gimana hasil yang kita dapatkan dari sekolah selama ini. Nggak banyak kan?
Ya, kita jujur aja, nggak usah takut untuk menganggukkan kepala, karena emang banyak amburadulnya. Hasilnya udah terbukti, sekolah ternyata nggak berfungsi sebagai “kawah candradimuka� dalam membina anak didiknya. Selain persoalan itu, sekarang untuk bisa duduk di bangku sekolah aja kudu punya uang banyak. Karena sekolah udah berubah menjadi lembaga bisnis. Akhirnya, nggak semua anak-anak bisa mengenyam pendidikan dengan mudah, khususnya bagi teman-teman yang emang berasal dari keluarga nggak mampu. Kasihan kan? Wajar kalo kemudian muncul tudingan miring kepada dunia pendidikan.
Huh, jelas ini masalah besar kawan. Makanya wajar, di saat negara udah nggak bisa menyediakan pendidikan yang layak dan hasilnya kurang bagus, banyak orang berpaling ke lembaga pendidikan alternatif. Buktinya, bagi kalangan yang mampu dan ingin mendapatkan hasil yang baik, maka pilihannya jatuh kepada lembaga pendidikan di luar sekolah. Walhasil, menjamurlah lembaga pendidikan yang salah satunya menggaet Si Doel untuk jadi bintang iklannya. Beres? Nggak juga, karena yang namanya pendidikan bukan cuma untuk menghasilkan murid yang hebat dan oke banget dalam urusan akademis, tapi juga kudu mantap dalam pola pikir dan pola sikapnya dalam kehidupan. Dengan kata lain, ilmu harus dilapis dengan keimanan dan ketakwaan. Nah, ini baru hebat, Brur. Kalo sekarang? Kamu udah tahu sendiri hasilnya. Banyak yang otaknya encer dalam masalah ilmu dan teknologi, tapi nggak sedikit yang akhlaknya bejat bin amburadul. Aduh, bahaya kan? Jelas!
Membentuk kepribadian Islam
Tanggal 21 April 2001, catatan buruk tentang anak sekolah ditulis lagi. Kali ini dilakukan oleh sekelompok anak SMU swasta di Jakarta yang membajak bus kota PPD trayek Blok M – Ciputat untuk ngluruk anak sekolah lain. Untungnya aksi pembajakan yang mirip di film-film action buatan Holywood itu digagalkan polisi. Hasilnya, 20 orang pelajar ditangkap beserta barang bukti berupa celurit dan senjata tajam lainnya. Sehari sebelumnya, tanggal 20 April, 29 pelajar juga diringkus polisi saat mencoba membajak? bus Mayasari Bhakti. Jelas ini makin melengkapi daftar hitam dunia pendidikan. Wah, emang ini masalah berat, dan jelas parah banget. Gimana pun juga, berarti dunia pendidikan sekarang udah nggak bisa memberikan bekal yang cukup kepada anak didiknya.
Emang sih, anak-anak yang doyan tawuran biasanya berasal dari kelompok anak yang bandel dan cekak dalam urusan akademis. Tapi bukan berarti kita bisa bilang kalo kejadian itu murni kesalahan anaknya. Nggak bisa. Sebab, masalah ini merata alias mengglobal. Dengan demikian, berarti yang eror adalah sistem pendidikannya. Bener nggak? Inilah salah satu produk amburadul dari sistem kapitalisme yang selama ini mengatur kehidupan kita.
Fakta lain, kita udah sering dibikin pusing tujuh keliling dengan kelakuan sebagian besar teman-teman kita yang aktif dalam pergaulan bebas—tepatnya seks bebas. Dan, ibarat menggelindingkan bola salju, kian lama kian membesar karena menyeret masalah baru. Survei membuktikan bahwa angka perzinahan semakin meningkat, dan angka aborsi kian membengkak sebagai akibat dari longgarnya aturan dalam masalah pergaulan antar lawan jenis ini. Lengkap sudah bukti yang bisa kita liat dari hasil pendidikan selama ini. Jelas ini adalah kerugian besar bagi kita. Puwarah sekali kan?
Oke deh, kita kudu sepakat, bahwa tujuan pendidikan itu bukan cuma menciptakan murid-murid yang canggih dalam urusan ilmu pengetahuan dan teknologi semata, sementara nilai ketakwaannya kepada Allah Swt. nol besar. Tapi harus diraih dua-duanya. Itu sebabnya, Islam sebagai sebuah ideologi mampu memberikan jawaban yang tepat dalam mengurusi dunia pendidikan. Dalam Islam, tujuan pendidikan itu adalah untuk membentuk kepribadian Islam yang tangguh. Artinya, Islam melalui program pendidikannya berupaya untuk menghasilkan pelajar yang berprestasi dalam ilmu dan ketakwaannya.
Bicara soal peningkatan ilmu dan ketakwaan, maka kita bisa melihat bahwa selama ini, tujuan itu nggak berhasil dalam sistem pendidikan sekarang. Terus terang kita kecewa banget, soalnya dunia pendidikan sekarang cuma sebatas transfer ilmu aja. Bisa kamu liat sendiri betapa kita nggak merasakan nuansa peningkatan ilmu dan ketakwaan kita. Kita seperti berjalan di tempat. Parahnya lagi, pelajaran agama di sekolah umum cuma diberikan jatah 2 jam pelajaran (sekitar satu setengah jam) dalam satu minggu. Itu pun kita cuma dicekoki dengan seabrek pelajaran agama yang membosankan. Kenapa? Sebab cuma berputar-putar dalam urusan yang sifatnya normatif belaka alias nggak dituntut untuk melaksanakan aspek amaliahnya. Kamu pasti merasakan juga bahwa peran ilmu agama di sekolah umum kayaknya cuma jadi pelengkap aja daripada nggak ada sama sekali. Buktinya, hal itu nggak berpengaruh banyak dalam kehidupan sebagian besar teman kita. Ambil contoh, urusan sholat aja kayaknya masih banyak yang bolong-bolong tuh, padahal kewajiban itu sudah sering dibahas di sekolah. Iya nggak?
Baik, kita prihatin banget dengan kenyataan ini. Kita nggak mau hal ini terus berlangsung dan terulang kepada generasi mendatang. Islam, sebagai sebuah pandangan hidup, tentu aja memiliki seperangkat aturan dalam masalah ini. Dalam pandangan Islam, mencari ilmu itu adalah kewajiban bagi seluruh individu muslim, baik yang laki maupun yang perempuan, dan dari kalangan miskin ataupun yang udah tajir. Semuanya tanpa kecuali. Untuk memenuhi kebutuhan akan pendidikan tersebut Islam memiliki aturan yang unik dalam masalah ini. Seperti apa? Kamu wajib gaul juga dong.
Inilah okenya Islam, sebagai sebuah sistem kehidupan, agama ini mampu berperan banyak untuk kemaslahatan (kebaikan) ummat. Terutama kamu bisa liat faktanya di masa lalu. Yakni di masa kejayaan Khilafah Islamiyah. Gambaran sistem pendidikan Islam dalam memenuhi kebutuhan masyarakat itu bisa kita liat sebagai berikut:
Pertama, kurikulum pendidikan Islam didasarkan kepada akidah Islam yang benar dan baik. Ini wajib lho. Itu sebabnya, seluruh bahan pelajaran dan metodenya wajib ditetapkan mengikuti asas akidah Islam. Nggak boleh ada penyimpangan sedikit pun. Misalnya, dalam kurikulum pendidikan Islam nggak bakalan dimasukkan pelajaran ilmu santet atau ilmu sihir. Atau ilmu-ilmu yang bakal merusak keimanan dan meracuni akidah kita.
Kedua, materi pelajaran sains dan teknologi terapan dibedakan dengan materi tsaqafah Islam (ilmu yang lahir dari akidah Islam). Materi tsaqafah Islam kudu dipelajari sejak tingkat dasar sampai perguruan tinggi.
Ketiga, untuk menunjang pemantapan pendidikannya, negara menyediakan sarana perpus yang oke punya. Sekadar contoh, di masa kejayaan Islam, perpustakaan umum Tripoli di daerah Syam–yang dibakar oleh pasukan Salib Eropa–memiliki kurang lebih tiga juta judul buku, termasuk 50.000 eksemplar al-Quran dan tafsirnya. Wah, hebat banget kan? Itulah salah satu wujud perhatian Daulah Islam terhadap pendidikan warganya. Jadi nggak perlu ada pertanyaan, “Mencari apa ke sekolah?â€? seperti di jaman ini.
Ya, ini sekadar renungan buat kita semua. Betapa dunia pendidikan yang tidak dibangun berlandaskan akidah Islam hanya akan menuai kegagalan terus dan terus.
So, negara seharusnya punya peran besar dalam menjamin kebutuhan rakyat dalam hal mendapatkan pendidikan yang layak. Di masa kejayaan Islam, Daulah Islam mampu memberikan pendidikan yang bagus tanpa memungut sepeser pun dari rakyat alias gratis. Malah bagi yang berhasil membuat karya ilmiah, negara menghargainya dengan sangat tinggi. Enak banget, ya? Nah, itulah okenya Islam.
(Buletin Studia – No.048/Tahun 2)
Langganan:
Postingan (Atom)